Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Benteng Kerajaan, Play Mobil Land dan Gadis Dalam Jendela

25 April 2014   01:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:14 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_333133" align="aligncenter" width="320" caption="Out door: kota Cowboy, western style."]

1398338666303397139
1398338666303397139
[/caption]

Salah satunya yang menawan adalah perahu nabi Nuh (Noah) dengan beragam hewan-hewannya, istana putri berwarna merah jambu, perahu bajak laut, menara kesatria dan masih banyak lainnya. Menikmati taman ini memang asyik. Mau di dalam ruangan atau di luar ruangan juga bisa.

Harganya untuk musim semi dan gugur 8 € (pukul 11-18.00) kalau mau lebih murah, datang pukul 15.00. Harganya 6 €. Musim panas lebih mahal sekian euro. Mau dewasa atau anak-anak sama saja. Kalau dihitung, lumayan tetap murah. Bayangkan, kami masuk kebun binatang di Antwerp, satu orang sudah 22 €, harga anak 17 €. Tinggal bermain kalkulator. Hedeh.

Dari permainan di taman bermain itu, yang paling mengesankan adalah bermain rakit, pancuran dan mencari mainan plastik di antara kerang raksasa. Boleh dibawa pulang. Wadahnya, kerang kecil bentuk cepuk dikenai 1€. Anak-anak=air. Klop.

Orang tua yang lelah mengikuti anak-anak bisa duduk-duduk di ruang restoran yang besar di dalam rumah kaca. Mainan ada di mana-mana, anak-anak bisa dimonitor. Tapi untuk anak di bawah 3 tahun sebaiknya diawasi karena ada mainan bentuk kecil yang bisa tertelan. Maklum anak seperti mereka masih suka ngemut. Yang kelupaa membawa kereta dorong, ada tempat peminjaman agar ketika mengelilingi daerah yang luas seperti TMII ini gak capek. Kami butuh setidaknya 5 jam untuk memuaskan anak-anak bermain ke sana ke mari.

Di setiap sudut dituliskan bahwa mainan di taman memang gratis dan diperuntukkan bagi semua anak, diharapkan untuk tidak dibawa pulang.

Gadis dalam kaca

Letaknya di daerah Jabobsmarkt. Banyak hotel dan pub di sekitarnya, Nemu gadis dalam kacanya, sebenarnya tidak kami sengaja.

Setelah makan di resto Vietnam, memakan nasi goreng dengan telor dan bebek goreng, kami menuju hotel. Wahhh. Pulang sudah jam 9 malam. Suami jalannya cepat. Saya agak lambat kakinya, mengimbangi anak-anak yang lelah seharian bermain dan jalan-jalan di alun-alun. Malam memang dingin, agak basah pula. Saya gandeng tangan-tangan kecil di sana. Saya terganggu dengan sorot lampu genjreng, warna merah. Saya membalikkan wajah, oalaaaaah gadis dalam kacaaaaa.

[caption id="attachment_333134" align="aligncenter" width="320" caption="Jangan lewat sini sama anak-anak ... red distric"]

1398338762453994792
1398338762453994792
[/caption]

[caption id="attachment_333135" align="aligncenter" width="320" caption="Sepatu hak tinggi, kursi&baju. Pagi, siang, masih ada."]

13983388731982867715
13983388731982867715
[/caption]

Anak-anak ikut memalingkan muka karena saya memanggil suami yang sudah berada di pagar kota lama.

„Paaaaaaak ... salah jalan“ suami membalikkan badan dan melongo. Melihat latar belakang tempat saya dan anak-anak berdiri. Jalan kami percepat. Sampai juga di jembatan.

„Mama, di dalam kaca itu panas, ya? Kok mereka cuma pakai BH sama celana dalam saja." Anak ragil menimpali. Kami mengangguk. He he , panasss, ya, nak? Sampai tangan saya kedinginan, beku.

"Seksi." Kakaknya tambah tanggapan. Suami saya tahu, saya suka motret, sudah kasih isyarat jangan mengambil gambar.  Agak jauhan, saya cekrek. Dari deretan bangunan sana, satu bangunan barang 5 jendela ke atas dan ke bawah. Seperti etalase apik dengan lampu warna menantang. Cantik-cantik. Kebanyakan berambut pirang, ada juga berambut gelap dan badannya tidak langsing tapi besar-besar, sepertinya dari Afrika.

Saya tidak menyangka bahwa mereka masih buka pada pagi dan siang hari. Kami tidak tahu jadi tahu. Baru tahu karena seusai makan pagi pukul 11.00, jalan-jalan lagi ke kota dan tak sengaja lewat daerah ini lagi, yang hanya berseberangan dengan jalan utama, tepat di belakang tembok merah yang mengepung kota. Tadi malam gelap, gak keliatan. Salah jalan lagiii.

Suami saya geleng kepala, „Jangaaaaan“ waktu saya mau memotret dengan kamera, sebuah kursi kosong dengan sepatu cantik. Saya kaget dan cepat-cepat memasukkan kamera dalam sarungnya. Majut jalan. Langkah saya berhenti, membaca daftar harga yang berdiri dengan standar di tepi jalan, di depan rumah yang berjajar. Tarif dari 60-70€, bisa lebih atau harga lain tergantung permintaan dan jenis service. Saya tidak seharusnya memotret karena banyak perempuan yang melongok keluar jendela, di antara rintikan hujan.

Anak-anak yang pegang payung merah, mengikuti papanya, beberapa wanita segera menutup tirai. Barangkali karena ada anak-anak kami. Ahhh, kita salah jalan lagi nih ... harusnya lewat ke kanan bukan ke kiri setelah melewati gerbang tadiiii. Ya, sudah. Pulangnya kami lewat jalur lain. Muter, agak jauh. Buntutnya, anak-anak rewel.

Setelah puas jalan-jalan, kami kembali ke hotel untuk melanjutkan perjalanan mancing dan naik kapal di kota berikutnya. Pengalaman yang tak terlupakan. Terima kasih, Nürnberg. Jumpa lagi. (G76)

PS: Kota ini menjadi contoh bagaimana negara, kota dan masyarakatnya menjaga warisan nenek moyang dengan baik. Tidak menghancurkannya. Hidup bersama kehidupan maju dan modern. Melestarikannya pula dengan banyak-banyak mengunjungi tempatnya. Karena bukan hanya wisatawan asing saja yang datang, penduduk sekitar juga. Orang Jerman sendiri. Sedangkan wisata seksnya jadi bumbu pemanis, tak bisa lepas dari kebesaran sebuah kota, di manapun itu negaranya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun