Mengidolakan Boris Becker
Dibandingkan dengan rekan se tim, Manuel memang paling bertubuh atletis. Lihat saja bagian dada, perut dan lengannya. Merekah karena diolah. Meski belum pernah melihat dia separoh telanjang, saya yakin, perutnya six pack bukan six bag.
Mengapa ia memiliki tubuh ideal? Tinggi tubuh yahut, badan sip, wajah ganteng, penampilan cool, karakter simple dan suaranya empuk (terbukti diambil sebagai pengisi suara film Amrik “Monsters University“ atau “Die Monster Uni“, sebagai Frank McCay tahun 2013). Kurang apa, coba? Kalau saja ia belum punya Kathrin dan anak saya yang perempuan sudah besar, pasti sudah saya bujuk anak saya untuk ngunggah-unggahi si yuyu kangkang.
Ah, ja. Saya yakin, resep penampilannya adalah didikan keluarga dan olah raga yang rajin. Ayahnya bekerja di kantor polisi (disiplin, pasti) dan sejak umur belasan, ia hobi tenis. Idolanya adalah petenis legendaris Jerman, Boris Becker. Tetapi sepak bola tetap menjadi impiannya, di mana ia sudah memulainya dari sekolah Internat yang terkenal ketat dan berasrama, serta memuat pendidikan khusus sepak bola.
Tak heran jikaia jadi hebat di jagadnya sepak bola, sebagai penjaga gawang. Ini sudah dimulai dari awal, U18. Jika saja ia bisa bercakap-cakap dengan Boris Becker, si petenis blonde itu bisa jadi bangga menjadi idola pemain sepak bola yang gemilang. Satu negara.
Kebobolan gawang itu seperti sebuah hukuman
Tadinya, saya dan suami sudah yakin game bakal stop di 7-0, sayangnya, pada 45 menit kedua, Neuer yang biasanya selalu siap menjaga gawang, tak mampu menangkap bola yang ditendang Oskar. Di mana tangan sekopnya? Bukankah badannya yang 1,93 cm itu hampir setinggi gawang? Kelelahan? Atau sudah yakin bakal menang? Ya, sudah. Sudah ada 7 gol. Satu gol? No worries.