Mohon tunggu...
Herawati Suryanegara
Herawati Suryanegara Mohon Tunggu... Buruh - Penyuka Langit, penyuka senja.

aku... ya ...aku!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perempuan-perempuan di Persimpangan

23 Mei 2012   01:46 Diperbarui: 21 April 2016   14:35 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

 

 

By.herawati suryanegara

 

 1.

 

Hai Tracy...!

kau boleh ambil dia untuk mu

Lelaki yang tak mengerti harga setiap butir peluh bagi sang penjaga benih

Dia tertidur dengan mu

Saat sang jabang bayi terlahir dari rahimku yang melemah

Dan aku masih berasa antara hidup dan mati

 

Tanpa doa-doa yang dia terbangkan untuk ku

Aku masih mampu bertahan dan tersadar

Denyut kehidupan nyata masih tersisa

Telingaku jelas mendengar suara tangisan putra pertamaku   menyapa

 

Oohhhhh....

Aku bahagia !

Aku mendekapnya dengan haru

Saat kaupun tengah berdekapan dengannya penuh nafsu!

 

2.

Hari pun melaju demikian kencangnya, Tracy !

Anak ku tidak lagi merangkak dan menetek air susuku

Ia telah berjalan ,bahkan mulai berlari meski kerap terjatuh

Lelaki itu kembali mengunjungiku

Dia mengetuk pintu dan bertanya, “Siapa namanya?”

 

Duhai...

Hati bunda mana yang tak luka?

Tracy ,

Mengapa kamu tak jadi mengambilnya seperti sesumbarmu kala itu?

 hmmm....!

Aku telah membukakan kembali pintu rumahku

dan dia menetap bersamaku

Meski entah sebagai apa!

 

 3.

 

Gadis kecilku mencarinya, dia merengek sepanjang hari

Dia tak menemukan dimana adanya lelaki yang biasa ia panggil “ayah!”

Saat malam tiba menjelang, sisa isaknya masih membasah didalam dadaku

Sungguh tega kamu,

Menyembunyikannya dibalik selimutmu!

 

Nonk..

Gadis kampung demikian muda

Kelakuanmu tak lebih binal dari tante-tante kota

Bersamamu adalah lelaki lugu yang entah berpura-pura ataukah sungguh demikian lugu adanya

Seperti kerbau yang dicocok hidung

Atau tak beda jauh dengan seorang bedinde yang takut terhadap tuannya

Aku muak melihatnya!

 

Tak perlu kau meminta izin lagi dariku

Bawa dia berlalu dengan segera !

Betapa tak lagi penting dia bagiku setelah kau menjamahnya hingga lusuh

Seperti juga dia tak pernah menganggap penting kerinduan gadis kecilnya

yang tak pernah dia timang

 

 Pergilah !

Jangan berisik !

Aku tengah senandungkan sebuah lagu yang selalu ku ulang bilamana malam tiba

Biarlah pecah kesunyian dan kesepianku dalam senandung itu

Dan mereka akan tertidur sebelum bait lagu terakhir selesai kunyanyikan

Berhentilah membuat gaduh!

Aku tak suka mereka terbangun lalu menangis sesegukan karena mu

Ambilah dia sesuka mu !

Lelaki bodoh yang selalu menghentikan gelak tawa mereka

Dia hanya datang untuk membuat kelabu warna langitnya

Dan meruntuhkan hujan di hari-harinya

 

Kemudian  dia tinggalkan mereka

dan kembali meninggalkannya begitu saja

Padahal mereka selalu merindu

Dan selalu merindukannya

 

 Kali ini aku benar-benar harus mengunci rapat pintu rumahku

Harus ku tulikan untuk tak mendengar ketukannya lagi!


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun