Mohon tunggu...
Gacoor
Gacoor Mohon Tunggu... Buruh - Lelaki

Hari ini harus berhasil, besok harus dapat, lusa akan memetik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembalut Wanita

18 April 2014   18:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

10 kutukan terlontar dari dalam sanubari, 10 umpatan terucap dari gemetarnya bibir. Emosi, jengkel, membodohi kelalalaian diri sendiri. Hari itu jum'at kliwon disuatu keramaian yang menyita mata dan mempetakan pikiran untuk pokus memperhatikan yang tersaji dalam keramamaian tersebut. Pesta rakyat di alun-alun kota.

10 Umpatan yang tanpa tersadar pengaruh emosi keluar dari bibir bergetar, telah mengusik beberapa orang yang berada disamping saya.

" Kenapa Mas..... "   celetuk lelaki sebaya disebelah kanan.

" Dompetnya antik Mas... " Seloroh wanita sexy disamping kiri saya.

" Maksudnya apa ini pak.... "   Hardik pramuniaga cantik di depan saya....

" Hahahaha.....   hihihih,,,,, khihkhihki.... "  Beragam suara tertawa dari orang -orang yang melingkari counter pedagang yang sedang bertransaksi.

Sementara istri, persis berada dibelakang saya membentuk antrian, kurang begitu paham, apa yang sedang dialami oleh suaminya. Merah padam, kemudian berubah pucat pasi wajah ini, terlihat dicermin counter-stand handphone. Sang istri terusik demi melihat suaminya sibuk, dan kebingungan merogoh semua kantong yang ada dicelananya. ( Tidak termasuk kantong rahasia dibalik jeans ... hehehe sempak bung )

" Ada apa Pa... kayak orang bingung. "  Kata istriku sambil membenarkan tali gendongan sikecil.

" Dompet Papa  Ma... " Entah apa reaksi wajah istri, karena konsentrasi masih didepan berhadapan langsung dengan pramuniaga cantik yang lengannya masih memegang sesuatu menjulur kesal kearah saya.

" Ooh...maaf - maaf mbak, tidak ada maksud apa-apa, sungguh mohon maaf, dompet saya kecopetan " jawab saya tersipu menahan malu.

" Saya prihatin dengan yang bapak alami, tapi ini bukan dompet, ini pembalut wanita.. " jawab pramuniaga, antara mau tertawa tapi ditahan.

Tanpa berpikir jernih saya langsung menyambar pembalut itu, dan konyolnya tanpa berpikir logis, pembalut itu langsung saya masukan ke saku belakang celana. Dan suara desiran tertawa para pengunjung dilingkaran stand masih terdengar, padahal yang saya butuhkan saat itu adalah kata simpati dari pengunjung buat menambah mental yang lagi droop akibat pembalut dan mental lagi shock akibat kecopetan. Setidaknya kalimat " Biasa pak, dikeramaian selalu diramaikan juga oleh pencopet " atau kata-kata " Lain kali kita harus hati-hati pak " Blass sama sekali tidak ada kata yang saya harapkan itu. Pembalut wanita merusak konsentrasi rupanya... hehehhe.

Saya bergeser dari stand dengan perasaan malu dan kacau, niat membeli handphone murah meriah dengan pungsi waah, musnah batal akibat ulah pencopet. Lengan kanan saya menarik lembut pundak istri untuk menyingkir dari stand, sikecil tampak merengek merasakan gerahnya udara. Istri menatap penuh tanya, pertanyaannya belum terjawab, mau bertanya lagi agak serem kalee, lihat wajah suaminya yang begitu tegang.

" Dompet Papa ada yang mencopet, jadi kita urung beli handphone -nya " bisik saya ditelinga istri sambil berlalu.

" Lhoo, dimana hilangnya Pa.. " Jengah istri mendengar penjelasan suaminya.

" Sepertinya pada saat berdesakan dipintu masuk tadi, ingat tidak, ketika tiba-tiba ada seorang pemuda dengan mendadak menyalib antrian persis didepan Papa...  sepertinya itu modus atau cara mengusik konsentrasi " Jawab saya kepada istri. Kecurigaan saat itu memang timbul, namun selang beberapa langkah lengan ini meraba kantung celana, merasa masih utuh semua.

" Jadi dompet Papa hilang berikut isi-isinya... "  Tanya istriku dengan tatapan duka.

" Tidak sayang, masih ada satu isinya yang Papa pegang teguh, ini ! " Jawab saya mentralisir dengan mencandai istri, sambil menuntun lengannya dicelana bagian depan. Saya galau, persetan detengah keramaian, ditengah temaramnya lampu pameran, tentunya tidak akan memperhatikan sedtail itu, buktinya sang pencopet leluasa mencopet.

" Iih Papa... Mama serius lho tanya... "  Hardik istri sambil menepis lengan yang saya tuntun.... hiiks wanita.

" Yaah, semuanya tercopet apa yang ada didompet. yuuk kita lapor kepos polisi, SIM,STNK Motor,KTP dan kartu lainnya hilang semua " jawab saya serius.

Sampai dipos Polisi, diterima oleh seorang petugas yang cukup ramah, prosedur pertanyaan dan kronologis kejadian mengalir di pos tersebut. Dan ingat kalau modus pencopet yang ditinggalkan saya simpan dikantong celana.Dan langsung saya rogoh dari saku, kemudian menunjukan kepada petugas Polisi. Lagi-lagi hardik harus saya dapatkan, kali ini dari petugas Polisi. " Apa maksud saudara dengan ini " Jawabnya tak mengerti sambil menunjuk pembalut dengan polpennya. Disebalahnya seorang Polwan sempat terbelalak,  nyaris tertawa ditutup bibir itu oleh dua jarinya. Saya lihat istri ikut memandang dengan penuh tanda tanya. Curiga kalee... Hmmm wanita.

Akhirnya semua clear, penjelasan apa yang sebenarnya dalam peristiwa pencopetan yang saya alami itulah kronologisnya. Petugas Polisi yang memproses sempat tertawa lepas, sambil mensteples pembalut wanita disurat laporan sebagai barang bukti. Polwan disebelahnya tak luput dari menahan senyum sambil memecah kekakuan yang ada. " Bu... hati-hati nyimpan pembalut yaak "

Sampai dirumah saya dan istri membahas pencopetan itu. Istri berpendapat pencopetnya perempuan, dasarnya barang bukti yang ada, karena apa mungkin laki-laki beli pembalut, pastinya malulah. Saya beragumen bisa perempuan bisa lelaki, barang tersebut mudah didapat, bisa saja dia minta tolong dengan rekan wanitanya. Yang pasti pencopet lebih jeli dari yang dicopet. Untuk tidak mengalihkan perasaan kehilangan dari korban, dia mengganti dompet tersebut dengan pembalut wanita, yang ketebalan dan lekukannya hampir menyamai dompet disaku celana. Yaah... gumpalan pembalut itu ketika saya raba pada saku celana, perasaan gumpalan dompet yang ada. Artinya dompet aman, eeh ga taunya berubah wujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun