," ucap Bu Mus bergetar sekali lagi. Ia sudah tak bisa berpikir jernih. Ia berulang kali mengucapkan hal yang sama yang telah diketahui semua orang. (Bab 1)
Tekad itu memberinya kesulitan hidup yang tak terkira, karena kami kekurangan guru-lagi pula siapa yang rela diupah beras 15 kilo setiap bulan? (Bab 4)
Kepala sekolah daripada SD Muhammadiyah, Pak Harfan. Dengan perawakan seperti bapak tua berwajah sabar, beliau sering menceritakan kisah-kisah yang sangat menarik. Dia bersama Bu Mus selalu berjuang demi kelangsungan hidup SD Muhammadiyah.
Bapak yang jahitan kerah kemejanya telah lepas itu bercerita tentang perahu Nabi Nuh serta pasangan-pasangan binatang yang selamat dari banjir bandang....
Lalu Pak Harfan mendinginkan suasana yang berkisah tentang penderitaan dan tekanan yang dialami seorang pria bernama Zubair bin Awam. (Bab 3)
Dengan mengisahkan kisah kehidupan daripada si penulisnya sendiri, tokoh utama disini digambarkan sebagai aku atau Ikal. Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama
Pagi itu, waktu aku masih kecil, aku duduk di bangku panjang di depan sebuah kelas.... Aku juga merasa cemas. Aku cemas karena melihat Bu Mus yang resah dan karena beban perasaan ayahku menjalar ke sekujur tubuhku. (Bab 1)
Di novel ini diceritakan bagaimana persahabatan Ikal dengan teman-teman yang lainnya sampai akhirnya menjadi sekelompaok yang bernama Laskar Pelangi. Ikal yang duduk sebangku dengan Lintang dikarenakan memiliki rambut yang sama-sama ikal menjadi salah satu yang menarik.
SD Muhammadiyah menjadi tempat pertama kali mereka berkumpul dan akhirnya menjadi sebuah persahabatan. Masalah yang pertama kali muncul ketika jumlah murid yang mendaftar di SD Muhammadiyah tidak sesuai dengan permintaan Depdikbud. Ditambah lagi karena para orang tua yang tidak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkan mereka di SD lainnya. Satu-satunya harapan mereka ada di SD Muhammadiyah ini.
"Sembilan orang... baru sembilan orang Pamanda Guru, masih kurang satu...,"katanya gusar pada bapak kepala sekolah. Pak Harfan menatapnya kosong. (Bab 1)
Kecemasan menyelimuti Pak Harfan dan Bu Mus ketika jam sudah menunjukkan jam sebelas dan tidak seorang pun datang untuk memenuhi jumlah persayaratan yang ada. Ketegangan muncul ketika Pak Harfan akan menyampaikan pidato bahwa sekolah ini akan ditutup.