Laskar Pelangi adalah salah satu novel yang cukup dikenal oleh masyarakat. Bagi sebagian orang mungkin hanya mengenal laskar pelangidari film. Benar bahwa novel ini diangkat menjadi sebuah film oleh sutradara ternama, Riri Riza. Novelnya sendiri ditulis oleh Andrea Hirata. Diceritakan di sebuah Desa di Belitong hidup masyarakat miskin dengan anak-anak yang memiliki keinginan tinggi untuk bersekolah namun tak punya biaya yang cukup.Â
Belitong yang kaya akan timah tidak menjamin masyarakatnya hidup enak. Anak-anak yang menginginkan sekolah di SD Muhammadiyah Belitong dibuat cemas ketika harapan mereka untuk sekolah hampir sirna. Dikarenakan jumlah mereka yang kurang dari sepuluh. Namun, betapa beruntungnya mereka ketika salah seorang anak yang tiba-tiba muncul dan mengembalikan harapan mereka untuk bersekolah. Setelah itu, perjalanan laskar pelangi dimulai dari SD Muhammadiyah Belitong.
Novel ini memiliki tema pendidikan. Novel ini ditulis berdasarkan kisah nyata dari penulisnya sendiri. Perjuangan mereka untuk bersekolah di SD Islam tertua dan satu-satunya di Belitong merupakan gambaran yang cukup kuat untuk membuktikan bahwa tema yang diambil adalah pendidikan. Terdapat beberapa bukti langsung dari novel ini.
Guru-guru yang sederhana ini berada dalam situasi genting karena Pengawas Sekolah dari Depdikbud Sumsel telah memperingatkan bahwa jika SD Muhammadiyah hanya mendapat murid baru kurang dari sepuluh orang maka sekolah paling tua di Belitong ini harus ditutup. Karena itu sekarang Bu Mus dan Pak Harfan cemas sebab sekolah mereka akan tamat riwayatnya, sedangkan para orang tua cemas karena biaya, dan kami, Sembilan anak-anak kecil ini yang terperangkap di tengah cemas kalau-kalau kami tak jadi sekolah (Bab 1)
Dalam novel ini terdapat beberapa latar tempat yang diambil. Mulai dari SD Muhammadiyah tempat pertama mereka berkumpul, saling mengenal dan menjadi laskar pelangi. Tak hanya disitu, salah satu Sekolah Dasar di kawasan Belitong p un diangkat dalam novel, yaitu SD PN. Ada beberapa tempat seperti rumah, goa, tepi pantai, dan tempat-tempat lainnya yang masih berada di Belitong. Ada beberapa bukti dalam novel tersebut.
Adapun sekolah ini, SD Muhammadiyah, juga sekolah kampung yang paling miskin di Belitong. Â (Bab 1)
SD PN tidak akan membagi satu pun siswanya... Â (Bab 8)
Ia meloncat dari rumah panggungnya dan tanpa diketahui Lintang ia berlari sekencang-kencangnya menerabas ilalang (Bab 10)
Di depan mulut gua kami melihat empat lembar pelepah pinang raja tempat duduk telah tergelar, seolah beliau telah tahu jauh sebelumnya kalau kami akan datang. Â (Bab 24)
Bedeng itu memanjang di tepi pantai, tak berpintu, lebih seperti kandang ternak (Bab 32)
Latar waktu dalam novel ini sangat jelas yaitu pada tahun 1974 berdasarkan kisah nyata dari penulisnya.
Latar sosial yang ada di dalam novel ini dijelaskan melalui beberapa cara. Terjadinya perbedaan status sosial di masyarakat Belitong antara masyarakat miskin dan staf PN yang hidup berfoya-foya. Bukan hanya itu, dijelaskan juga bahwa tokoh Lintang seorang anak yang paling pintar di kelas nya tidak dapat melanjutkan pendidikannya dikarenakan ia harus menjadi kepala keluarga ketika ayahnya meninggal saat pergi melaut. Ada beberapa bukti yang disajikan dalam novel ini.
Jika dilihat dari jauh sekolah kami seolah akan tumpah karena tiang-tiang kayu yang tua sudah tak tegak menahan atap sirap yang berat. Â (Bab 3)
Gedung-gedung sekolah PN didesain dengan arsitektur yang tak kalah indahnya dengan rumah bergaya Victoria di sekitarnya (Bab 8)
Sementara orang miskin diam terpuruk, tak menemukan kata-kata untuk membantah. (Bab 27)
Lintang tak punya peluang sedikit pun untuk melanjutkan sekolah. Ia sekarang harus mengambil alih menanggung nafkah paling tidak empat belas orang, karena ayahnya, pria kurus berwajah lembu itu, telah mati. (Bab 30)
Aku merasa amat pedih karena seorang anak supergenius, penduduk asli sebuah pulau terkaya di Indonesia hari ini harus berhenti sekolah karena kekurangan biaya. (Bab 30)
Pernyataan diatas membuktikan bahwa perbedaan status yang terjadi di daerah Belitong sangat terlihat jelas. Bagaimana masyarakat miskin yang selalu berusaha untuk melanjutkan kehidupan mereka setiap tahunnya.
Novel ini bercerita tentang kisah masa kecil anak-anak desa dari suatu komunitas Melayu di daerah Belitong. Orang-orang kecil yang berusaha menyekolahkan anak-anak mereka untuk mendapatkan pendidikan dan memperbaiki masa depan mereka. Laskar pelangi, itulah sebutan yang diberikan oleh Bu Mus kepada anak-anak muridnya karena mereka sangat senang ketika melihat pelangi. Mereka ada sepuluh orang yaitu Ikal, Lintang, Sahara, A kiong, Kicau, Syahdan, Borek, A ling, Trapani, dan Harun. SD Muhammadiyah yang hanya mempunyai seorang guru bernama Bu Mus dan dikepalai oleh Pak Harfan selalu berusaha untuk mempertahankan sekolah ini tetap berdiri tegak.
Seorang Ikal yang menjadi tokoh utama di dalam novel ini adalah cerminan daripada penulisnya sendiri. Dia adalah anak yang pintar di kelas, namun selalu berada dibawah temannya, Lintang. Dia adalah anak yang sangat menyukai sastra. Pada salah satu bagian novel, dia membuat sebuah puisi kepada A ling yaitu sepupu dari A kiong dimana si Ikal mempunyai rasa ketertarikan kepadanya. Ikal digambarkan sebagai seseorang yang sangat bersemangat sekolah dan tidak mudah putus asa.
"Mudahnya begini saja, Kiong," kataku tak sabar. "Aku akan menitipkan padamu surat dan puisi ini untuk A ling, maukah kau memberikan padanya? Serahkan padanya kalau kalian sembahyang di kelenteng, pahamkah engkau? (Bab 20)
Teman sebangku Ikal yang tak lain dan tak bukan adalah anak terpintar di kelas, Lintang. Lintang bisa dibilang sebagai anak yang paling bersemangat untuk sekolah. Keinginannya untuk bersekolah sangatlah tinggi, walaupun jarak rumahnya sangat jauh.
,ketika ia beringsut-ingsut naik sepeda besar 80 kilometer setiap hari untuk sekolah,.. (Bab 27)
Aku ingat semangat persahabatan dan kejernihan buah pikirannya. Dialah Newton-ku, Adam Smith-ku, Andre Ampereku. (Bab 30)
Tetapi, ketika Lintang ditinggal mati oleh ayahnya ketika pergi melaut, ia harus merelakan sekolahnya. Karena dia harus menjadi tulang punggung dari 14 anggota keluarga yang ada. Cukup berat bagi Lintang untuk meninggalkan sekolah, tetesan air mata menjadi tanda perpidahan dengan sekolah. Ikal sangat sedih melepas kepergian sahabatnya itu.
 Perpisahan belum dimulai tapi Trapani sudah menangis terisak-isak.... (Bab 30)
Ketika datang keesokan harinya, wajah Lintang tampak hampa. Aku tahu hatinya menjerit, meronta-ronta dalam putus asa karena penolakan yang hebat terhadap perpisahan sekolah.... (Bab 30)
Seorang anak laki-laki tertua keluarga pesisir miskin yang ditinggal mati ayah, harus menanggung nafkah ibu, banyak adik, kakek-nenek, dan paman paman tak berdaya. (Bab 30)
Mahar, anak yang selalu bersama dengan radionya itu sangat mencintai musik. Dia ditunjuk sebagai ketua kelompok untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ditampilkan mereka di karnaval.
Adapun Mahar yang nyentrik sama sekali tidak peduli...... Ia sedang berusaha keras memikirkan konsep seni untuk karnaval 17 Agustus (Bab 16)
Harun, anak yang bisa dibilang sebagai seorang penyelamat. Karena dialah SD Muhammadiyah tetap berdiri. Karena kehadiraanya membuat sekolah tidak jadi ditutup. Harun digambarkan sebagai seorang anak yang memiliki keterbelakangan mental. Namun hal itu menjadikan Laskar Pelangi adalah sekelompok anak yang luar biasa.
Kami serentak menoleh dan di kejauhan tampak seorang pria kurus tinggi berjalan terseok-seok...... Pria itu adalah Harun, pria jenaka sahabat kami semua yang sudah berusia lima belas tahun dan agak terbelakang mentalnya. (Bab 1)
Seorang yang dengan sabar dan tidak pernah mengeluh mendidik anak-anak di SD Muhammadiyah, Bu Mus. Dialah orangnya, dengan nama lengkap Ibu N.A.Muslimah Hafsari Hamid binti K.A.Abdul Hamid yang dengan setia tetap mengajar di SD Muhammadiyah meskipun hanya dengan upah 15 kilo beras setiap bulan.
," ucap Bu Mus bergetar sekali lagi. Ia sudah tak bisa berpikir jernih. Ia berulang kali mengucapkan hal yang sama yang telah diketahui semua orang. (Bab 1)
Tekad itu memberinya kesulitan hidup yang tak terkira, karena kami kekurangan guru-lagi pula siapa yang rela diupah beras 15 kilo setiap bulan? (Bab 4)
Kepala sekolah daripada SD Muhammadiyah, Pak Harfan. Dengan perawakan seperti bapak tua berwajah sabar, beliau sering menceritakan kisah-kisah yang sangat menarik. Dia bersama Bu Mus selalu berjuang demi kelangsungan hidup SD Muhammadiyah.
Bapak yang jahitan kerah kemejanya telah lepas itu bercerita tentang perahu Nabi Nuh serta pasangan-pasangan binatang yang selamat dari banjir bandang....
Lalu Pak Harfan mendinginkan suasana yang berkisah tentang penderitaan dan tekanan yang dialami seorang pria bernama Zubair bin Awam. (Bab 3)
Dengan mengisahkan kisah kehidupan daripada si penulisnya sendiri, tokoh utama disini digambarkan sebagai aku atau Ikal. Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama
Pagi itu, waktu aku masih kecil, aku duduk di bangku panjang di depan sebuah kelas.... Aku juga merasa cemas. Aku cemas karena melihat Bu Mus yang resah dan karena beban perasaan ayahku menjalar ke sekujur tubuhku. (Bab 1)
Di novel ini diceritakan bagaimana persahabatan Ikal dengan teman-teman yang lainnya sampai akhirnya menjadi sekelompaok yang bernama Laskar Pelangi. Ikal yang duduk sebangku dengan Lintang dikarenakan memiliki rambut yang sama-sama ikal menjadi salah satu yang menarik.
SD Muhammadiyah menjadi tempat pertama kali mereka berkumpul dan akhirnya menjadi sebuah persahabatan. Masalah yang pertama kali muncul ketika jumlah murid yang mendaftar di SD Muhammadiyah tidak sesuai dengan permintaan Depdikbud. Ditambah lagi karena para orang tua yang tidak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkan mereka di SD lainnya. Satu-satunya harapan mereka ada di SD Muhammadiyah ini.
"Sembilan orang... baru sembilan orang Pamanda Guru, masih kurang satu...,"katanya gusar pada bapak kepala sekolah. Pak Harfan menatapnya kosong. (Bab 1)
Kecemasan menyelimuti Pak Harfan dan Bu Mus ketika jam sudah menunjukkan jam sebelas dan tidak seorang pun datang untuk memenuhi jumlah persayaratan yang ada. Ketegangan muncul ketika Pak Harfan akan menyampaikan pidato bahwa sekolah ini akan ditutup.
Pak Harfan menghampiri orangtua murid dan menyalami mereka satu per satu. Sebuah pemandangan yang pilu. Para orangtua menepuk-nepuk bahunya untuk membesarkan hatinya. Mata Bu Mus berkilauan karena air mata yang menggenang. Pak Harfan berdiri di depan para orang tua, wajahnya muram. Beliau bersiap-siap memberikan pidato terakhir. Wajahnya tampak putus asa. Namun ketika beliau akan mengucapkan kata pertama Assalamu'alaikum seluruh hadirin terperanjat karena Tripani berteriak sambil menunjuk ke pinggir lapangan rumput luas halaman sekolah itu. (Bab 1)
Akhirnya seorang bernama Harun datang dan mengembalikkan harapan yang tadi hampir hilang. Mereka pun genap menjadi sepuluh orang dan bisa bersekolah di SD Muhammadiyah.
"Terimalah Harun, Pak, karena SLB hanya ada di Pulau Bangka, dan kami tak punya biaya untuk menyekolahkannya kesana. Lagi pula lebih baik kutitipkan dia disekolah ini daripada di rumah ia hanya mengejar-ngejar anak-anak ayamku.... (Bab 1)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H