Di sisi lain pemerintahan Arab Saudi mencoba menutupi kasus ini. Sangkalan demi sangkalan muncul dari pihak Arab.
Akan tetapi, sangkalan pihak pemerintah Arab tidak bertahan lama. Sekitar 2 minggu setelah kabar hilangnya jamal, terungkap bahwa Khashoggi dibunuh di kantor kedutaan pada 2 Oktober.
Terungkapnya kasus ini terjadi karena bantuan CIA. Mereka memiliki kesimpulan bahwa terdapat keterlibatan pangeran Saudi. Hal ini bukan tanpa dasar melihat sistem pemerintahan monarki absolut yang dianut Arab Saudi.
Bahkan untuk urusan sekecil apapun, peran Mohammed bin Salman sebagai pemimpin paling berkuasa di Arab Saudi sangat krusial.
Hal ini memang menunjukkan bahwa ada kepentingan tertentu yang ingin dipertahankan oleh pemerintah Arab Saudi, khususnya mengenai isu-isu yang diangkat oleh Jamal Khashoggi di The Washington Post.
Kritikan yang disampaikan Jamal Khashoggi mungkin akan memberikan tekanan atau bahkan menyudutkan pemerintahan Arab Saudi, sehingga dirinya pun menjadi korban dalam kasus ini.
Gambaran kasus Jamal Khashoggi memperlihatkan pada kita bahwa sebenarnya menjadi seorang jurnalis merupakan tugas yang mulia dan disaat yang bersamaan dapat mengancam nyawa.
Berdasarkan nalarpolitik.com, sepanjang tahun 1990 hingga 2020, terdapat 561 jurnalis yang terbunuh di Kawasan timur tengah.
Kawasan timur tengah sendiri identik dengan lokasi yang penuh intrik politik dan konflik sektarian. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi berbagai pihak untuk mengambil jalan tengah yang solutif.
Lalu apakah tidak perlindungan bagi jurnalis yang meliput di daerah rawan konflik atau perang?
“Recognizing the important role of international humanitarian law, and international human rights law as applicable, in protecting journalists, media professionals and associated personnel in armed conflicts” – United Nations Security Council, S/RES/2222 (2015).