Lantas, bagaimana kelayakan film ini dari kacamata regulasi perfilman Indonesia?
Apakah ia layak untuk ditonton oleh masyarakat Indonesia?
 Berdasarkan Astuti (2022), regulasi adalah hukum formal yang berupa peraturan perundang-undangan yang terdiri dari beberapa unsur penting, yaitu suatu bentuk keputusan tertulis, dibentuk oleh lembaga negara, dan bersifat mengikat secara umum.
Regulasi perfilman Indonesia sendiri mengacu pada Permendikbud No. 14 Tahun2019.
Kriteria Penyensoran
Pada pasal 9 Permendikbud No. 14 Tahun 2019, disebutkan bahwa:
- Adegan tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, penusukan, penyembelihan, mutilasi, pembacokan secara kasar dan ganas, dan/ atau adegan lain yang sejenis;
- Manusia atau hewan yang bagian tubuh berdarah-darah, terpotong-potong, kondisi yang mengenaskan akibat dari adegan kekerasan, dan/atau adegan lain yang sejenis;
- Adegan bunuh diri secara vulgar dalam sudut pengambilan gambar jarak dekat; dan/atau
- Kekerasan berlebihan terhadap hewan dalam sudut pengambilan gambar jarak dekat, baik yang dilakukan oleh manusia maupun oleh sesama hewan
Keempat hal tersebut masuk dalam kategori kekerasan, di mana dalam pasal sebelumnya yakni pasal 8, kategori kekerasan harus melewati uji sensor.
Jigsaw sendiri merupakan film yang hampir keseluruhan adegan atau visual menampilkan kekerasan, bagian tubuh yang berdarah-darah, hingga penyiksaan.
Walaupun merupakan karakteristik dari film tersebut, namun jika mengacu pada regulasi perfilman di Indonesia, Jigsaw sangat tidak layak untuk dipublikasi.
Seandainya ingin dipublikasi pun Jigsaw harus melewati proses sensor dan pemotongan adegan yang mungkin tidak akan bisa dilakukan karena mengingat mayoritas adegan memiliki unsur kekerasan.
Penggolongan Usia Penonton