Mohon tunggu...
Gabriel Lionel Wito
Gabriel Lionel Wito Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

seorang pelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Nusantara dalam Kondisi Tertidur

22 November 2024   19:19 Diperbarui: 22 November 2024   21:06 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Macan Tertidur Lucu, sumber: LovePic.com

Pada lingkungan yang berbeda, sudah menjadi ekspektasi daripada para mayoritas untuk "menyenggol" para minoritas. Sebagaimana definisi kata ekspektasi, ada kemungkinan bahwa apa yang menjadi pemikiran kita tidak akan terjadi, bahkan sebaliknya. Suasana yang awalnya dikira mencekam, menyeramkan, dan suram ternyata sungguh berbeda dan jauh dari apa yang telah dibayangkan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk sejenak membayangkan peristiwa yang terjadi pada hari pertama di Pondok Pesantren Al-Mizan Majalengka. Bayangkan Anda adalah seorang remaja berusia 16 (enam belas) tahun, seorang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran agama Katolik, Anda tinggal di rumah yang 100% Katolik, lalu suatu saat Anda diberikan kesempatan untuk hadir dalam pondok pesantren yang dominan beragama lain. 

"Apa yang akan Anda Lakukan?"

Kesempatan ini menjadi sebuah pembelajaran menarik bagi penulis, untuk hidup dalam lingkup yang berbeda secara total. Pondok Pesantren Al-Mizan adalah sebuah bukti konkrit akan ajaran keberagaman yang begitu abstrak dan dikonkritkan dalam kehidupan pemuda-pemudi bangsa. Untuk sesaat ditengah keraguan yang begitu besar, kami disambut dengan sebuah tarian sederhana. Tak lama kemudian tarian berubah menjadi pelukan, tak disangka rasanya kami disambut untuk tinggal di rumah para santri. Rumah yang rela merangkul sesama dan membantu dikala perkara tengah bertaut. Tatkala waktu telah menunjukan waktu pukul 16.00 WIB, rasanya tak layak apabila dalam waktu senggang kami tak mencoba untuk mengenal mereka, para santri pendamping untuk tiga hari dan dua malam. 

Diantara matahari sore begitu jingga dan ia tenggelam di sisi Timur Bumi, hangat dan indah dalam waktu yang begitu kohesif. Maka terjadi percikan percakapan, mengapa sesungguhnya dalam dunia yang dianggap begitu didominasi oleh kelompok mayoritas, terdapat konflik yang berada kelompok itu tersendiri. Konflik yang dianut oleh dua kelompok yang berbeda, antara mereka yang menjunjung tinggi toleransi dan melawan para anti-kolaborasi. Cerita demi cerita disampaikan. Tak terasa waktu telah menunjukan pukul 17.55 WIB, waktu untuk sholat Maghrib percakapan singkat nan sederhana yang diawali oleh pertanyaan belaka berakhir begitu saja. Pemahaman baru diantara dunia yang berbeda menjadi pemantik akan pertanyaan-pertanyaan besar lainnya. 

Apabila hadir sebuah kesempatan untuk berdialog dengan para "perwakilan rakyat" yang tengah duduk nyaman di antara kursi mewah nan megah Senayan, tentunya masyarakat muda patut bertanya, "mengapa masalah dan konflik tak kian diselesaikan, Anda semua memegang kekuasaan yang begitu besar dan tinggi?" atau "Bisakah kita sebagai seorang masyarakat menghilangkan unsur suku, agama, dan ras yang begitu terikat dalam kultur Indonesia?".  Tak disangka seusai pengajian subuh, Kyai Haji yang bertugas sebagai kepala Yayasan Pondok Pesantren Al-Mizan merupakan seorang anggota aktif DPR Fraksi PKB Komisi VIII. Maka dalam kesempatan sederhana kami diundang untuk hadir dan bertamu di rumah Kyai Haji Maman Imanulhaq. Pemikiran skeptis dalam menghadapi dialog menjadi esensi utama sebelum menghadapi dialog singkat. 

Dari sebuah percakapan singkat, Kyai Haji Maman Imanulhaq sejujurnya adalah pujangga bangsa Indonesia. Sebuah pemikiran yang menyegarkan diantara Indonesia yang berputar pada tipuan bangsa Eropa. Kehadiran dialog singkat antara Kyai Maman dan kami menyegarkan harapan akan penyelesaian dan masa depan bangsa yang terbebaskan dari genggaman pemerintahan kolonial. Para santri akan meniru dan mengikuti sikap Kyai yang menjadi fondasi formasi di Pondok Pesantren Al-Mizan. Mereka adalah hasil pendidikan yang bersifat kontinu dan representasi dari dunia Indonesia dalam beberapa dekade kedepannya. Sebagaimana ajaran untuk menjadi sosok buruk tersebar dalam negara Indonesia, segelintir harapan muncul daripada hati untuk semakin menjunjung tinggi toleransi dan kebersamaan. 

Pada akhirnya, kita patut bertanya, apakah eksistensi intoleransi di negara Indonesia masih eksis dan merupakan sebuah realita pahit yang harus diterima oleh bangsa ini? Jawabannya adalah iya. Eksistensi ini akan terus hadir dalam bangsa dan negara kita jika kita memilih untuk menunjukan sikap acuh tak acuh dan tidak mau memahaminya secara konkrit. Seringkali pemahaman ini dibacakan atas nama agama ataupun budaya. Akan tetapi, kehadiran dan eksistensi intoleransi yang begitu kuat merupakan hasil dari penjajahan bertahun-tahun dibawah pemerintahan Kolonial Belanda. Hasil penjajahan yang berakibat terhadap tertidurnya bangsa Indonesia, agar ia menunjukan sikap acuh tak acuh terhadap esensi penting dalam negara sendiri. Agar bangsa Indonesia tak akan terbangun dari tidur lelapnya. Sesungguhnya jika Indonesia mampu dan dapat menyelesaikan permasalahan etnisitas ia sudah terbangun tegap dan tegas dalam menghadapi segala yang datang padanya. 

Akhir kata, sebagai masa depan bangsa Indonesia dan untuk membangunkan macan yang tengah tertidur. Para kaum muda patut bertolak dari masa lalu dan berpegang teguh pada pendirian masa kini yang terbuka terhadap berbagai hal baru. Layaknya seorang Kyai Haji Maman Imanulhaq, seorang yang berasal dari kaum mayoritas, tetapi mendukung dan menyokong mereka yang berada dikategori minoritas. Pertanyaan yang perlu dijawab oleh kaum muda adalah "mau dibawa kemana bangsa ini?". 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun