Mohon tunggu...
Gabriel Lintang
Gabriel Lintang Mohon Tunggu... Freelancer - nulla dies sine linea

Siapa yang benar itu pasti tidak salah, tapi siapa yang salah itu belum tentu salah

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Menilik Inovasi Restoran "Hantu" di Era Digital

30 Januari 2025   13:02 Diperbarui: 30 Januari 2025   13:02 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mendengar kata restoran, kira-kira apa yang ada di benak setiap individu? Yang pasti rumah makan, meja dan kursi untuk pelanggan, kasir, dan tentu saja dapur masak. Pernah tidak mendengar restoran yang tidak memiliki ketiga hal tadi terkecuali dapur saja? Kenalin inovasi bisnis di era digital sekarang, restoran "hantu" atau yang biasa disebut ghost kitchen.

Istilah ghost kitchen pertama kali dikemukakan oleh salah seorang jurnalis NBC New York yang menyadari bahwa ada beberapa restoran di New York yang tidak terdaftar dalam database tahun 2015 silam. Fenomena ghost kitchen pun makin menjamur terutama ketika masa pandemi COVID-19 dan berlangsung hingga saat ini. Penulis merasa restoran model ghost kitchen adalah sebuah ide bisnis yang menarik. Apa alasannya?

Penggunaan Layanan Pesan Antar di Masyarakat

Layanan pesan antar sebenarnya sudah ada sejak bertahun-tahun silam. Penggunaannya terekam sejarah pada tanggal tahun 1889 di Naples, Italia. Kala itu Raja Umberto I bersama dengan istrinya, Margherita of Savoy, sedang berada di Naples dan ingin mencoba salah satu pizza terkenal buatan salah satu koki terkenal Italia bernama Raffaelle Esposito. Raffaelle pun diundang ke istana untuk membuatkan pizza yang kemudian dinamakan "Margherita Pizza" sebagai tanda penghormatan bagi istri Raja Umberto I.

Walaupun sedikit berbeda dengan layanan pesan antar seperti sekarang, namun kejadian itu adalah yang terekam dalam sejarah. Pesanan layanan antar masyarakat menjadi salah satu komoditas yang tinggi. Ditambah dengan perkembangan teknologi yang memberikan kemudahan memesan lewat aplikasi di ponsel pintar atau smartphone. Data bulan Maret 2024 dari Youth Insight Center Narasi dari survei Lokadata mengatakan bahwa dari 2.223 responden, sebanyak 48% responden masih menggunakan jasa ini, 39% responden pernah menggunakannya namun tidak lagi, dan hanya 13% yang mengatakan tidak pernah menggunakannya. Penelitian tersebut juga menemukan tiga faktor utama yang memengaruhi keputusan dalam menggunakan aplikasi jasa pesan antar yaitu kecepatan pengantaran, harga, dan diskon atau promosi.

Dari data tersebut, siapa pun yang memiliki dapur tapi tidak ada tempat untuk menampung pelanggan juga bisa berbisnis FnB (Food and Beverages) karena peminatnya yang masih aktif hingga sekarang serta kemudahan aksesnya bagi masyarakat.

Biaya Operasional yang Rendah

Biaya operasional ini sebenarnya bervariasi dan bergantung pada seberapa besar rumah makan atau restoran yang dimiliki. Namun terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan patokan dalam perhitungan seperti biaya bahan baku, biaya interior dan furnitur, hingga gaji karyawan. Ghost kitchen menghadirkan pendekatan yang lebih efisien dengan menghilangkan kebutuhan akan ruang makan fisik. Tanpa area untuk pelanggan, tidak ada kebutuhan akan meja, kursi, atau staf pelayanan, yang berarti biaya seperti sewa, perawatan fasilitas, dan utilitas bisa ditekan secara signifikan.

Restoran bertema ghost kitchen tidak memiliki tempat fisik. Tidak ada tempat untuk pelanggan. Yang ada hanya dapur untuk memasak makanan yang nantinya akan dikirimkan pada pelanggan lewat layanan pesan antar. Ketidakhadiran tempat untuk pelanggan akan memotong biaya operasional dan bisa dialokasikan ke bagian produksi seperti biaya bahan baku serta kampanye pemasaran digital.

Ghost kitchen juga bisa lebih fleksibel dalam penyesuaian kapasitas produksi sesuai permintaan pasar, mengurangi risiko pemborosan sumber daya. Dengan demikian, ghost kitchen mampu menawarkan produk dengan harga kompetitif sambil tetap menjaga margin keuntungan yang sehat.

Model Bisnis Direct-to-Customer

Direct-to-Customer (DTC) adalah model bisnis di mana produsen melakukan penjualan tanpa bantuan perantara. Singkatnya model bisnis ini akan melakukan segala hal mulai dari produksi, pengemasan, hingga pengiriman tanpa bantuan atau campur tangan pihak ketiga.

Model bisnis DTC sendiri berarti produsen memiliki kontrol penuh terhadap branding mereka sebagai sebuah produk sehingga memungkinkan produsen untuk secara bebas bisa berkreasi untuk mengungguli kompetitor mereka. Selain itu model bisnis DTC juga memungkinkan ghost kitchen bisa memiliki situs web atau aplikasi sendiri untuk menerima pesanan dari pelanggan, memungkinkan produsen mengumpulkan data pelanggan secara langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun