Mohon tunggu...
Gabriella S dan Resa L
Gabriella S dan Resa L Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indonesia

Gabriella Sarah Deandra Tanod dan Resa Lisardi Dwiranti merupakan mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ingin Cantik, Berujung Sakit!

4 Desember 2023   13:51 Diperbarui: 4 Desember 2023   13:56 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku mau kurus kayak artis Korea deh!" "Kok aku gemuk banget ya?" Kalimat seperti itulah yang seringkali diucapkan oleh remaja, terutama remaja putri.

Bentuk badan menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan oleh para remaja. Perubahan fisik yang dialami remaja dapat menimbulkan dampak psikologis yang tidak diinginkan. Mayoritas kita pasti pernah mendengar remaja berbicara tentang bentuk tubuh idealnya dan cenderung membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain. Biasanya, hal ini cenderung terjadi pada remaja putri karena remaja putri lebih memperhatikan penampilan dan atribut fisik dibandingkan dengan remaja putra (Denich & Ifdil. 2015). Munculnya penilaian bentuk tubuh yang ideal dan tidak membuat remaja saat ini menjadi kurang percaya diri. Gambaran dan persepsi tentang penampilan fisik yang terbentuk di kalangan para remaja ini disebut body image perception.

Apa itu body image perception?

Body image perception adalah keseluruhan pandangan tentang bentuk tubuh, termasuk pemikiran, perasaan, dan reaksi individu mengenai dirinya sendiri. Remaja putri seringkali beranggapan bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki wajah tirus, bentuk tubuh yang langsing, dan kulit yang putih (Lancia, dkk. 2023). Body image perception akan berpengaruh pada pola makan remaja karena mereka berpikiran bahwa bentuk tubuh yang ideal, dapat diwujudkan dengan pembatasan porsi makan.

Apa itu pola makan?

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014, pola makan merupakan perilaku yang paling memengaruhi keadaan gizi seseorang. Pola makan yang sehat adalah membiasakan diri untuk minum air putih minimal 8 gelas per hari, memperbanyak konsumsi buah dan sayur, mengonsumsi makanan yang segar, membatasi konsumsi kecap, saus, dan penyedap rasa, serta membiasakan diri untuk membaca nutrition fact sebelum memilih makanan kemasan atau siap saji.

Pola makan remaja putri Indonesia

Dengan keinginan mendapat bentuk tubuh yang ideal, remaja hanya berfokus pada kuantitas, tetapi tidak memerhatikan kualitas makanan yang dikonsumsi. Remaja putri di Indonesia lebih senang untuk mengonsumsi makanan siap saji atau makanan olahan dengan kandungan lemak yang cukup tinggi. Selain itu, fenomena yang paling sering terjadi pada remaja putri adalah diet ketat. Kebanyakan remaja putri melakukan diet semata-mata untuk menurunkan berat badannya tanpa memikirkan dampak negatif yang akan timbul di masa yang akan datang. Remaja juga sering kali menghindari sarapan dengan alasan takut gemuk. Faktanya, kebiasaan sarapan pada remaja terbukti mencegah kegemukan. Kebiasaan-kebiasaan tersebut dapat dikatakan sebagai pola makan yang tidak tepat. 

Dampak negatif apabila remaja memiliki pola makan yang tidak tepat

Remaja dengan emosinya yang menggebu-gebu kerap kali mengambil keputusan yang tidak mempertimbangkan risiko di masa datang, termasuk fenomena diet ketat hanya untuk menurunkan berat badan dan mendapatkan bentuk badan yang ideal menurut mereka. Padahal, usia remaja pada dasarnya masih membutuhkan asupan nutrisi untuk mendukung pertumbuhannya, sehingga metode diet yang tidak benar dapat membuat proses pertumbuhan menjadi terhambat dan memunculkan masalah kesehatan lainnya (Yunita, dkk. 2020). Beberapa dampak buruk dari pola makan yang tidak tepat sebagai berikut.

  1. Tidak terpenuhinya kecukupan gizi yang mengakibatkan kekurangan gizi.

Status gizi didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang memenuhi kebutuhan individu setiap harinya. Ketika kebutuhan energi tidak terpenuhi karena adanya pembatasan makanan yang berlebihan berakibat pada kekurangan gizi yang menyebabkan jaringan otot dan tulang akan melemah, kesulitan berpikir, mengingat, dan berkonsentrasi, hingga rentan terkena infeksi.

  1. Risiko mengalami gangguan makan atau eating disorder

Perilaku-perilaku pada diet yang tidak baik, seperti olahraga berlebihan, pembatasan makanan secara berlebihan, kebiasaan memuntahkan makanan secara sengaja, hingga mengonsumsi obat pencahar atau diuretik merupakan potensi seseorang mengalami eating disorder. Gangguan makan ini justru dapat menimbulkan masalah kesehatan lainnya, seperti penyakit jantung, diabetes, hingga depresi.

  1. Rentan terhadap anemia

Pembatasan pola makan yang tidak sesuai mengakibatkan peningkatan kebutuhan zat gizi mikro, termasuk zat besi dan asam folat, sehingga remaja rentan untuk mengalami anemia. Terlebih lagi, remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya yang menyebabkan kehilangan zat gizi. Dampak anemia begitu beragam, mulai dari pertumbuhan yang tidak optimal hingga menghambat remaja dalam berprestasi dan menjadi produktif.

  1. Terjadinya Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada remaja putri.

Salah satu dampak terburuk dari pembatasan pola makan yang buruk adalah terjadinya Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada remaja putri. Remaja yang mengalami KEK berisiko untuk terkena penyakit infeksi dan gangguan hormonal yang buruk untuk tubuh.

Seharusnya, remaja memiliki pola makan yang baik.

Berat badan pada usia remaja memang perlu diperhatikan dan dipantau agar tidak mengalami underweight (berat badan kurang) atau obesitas (berat badan berlebih) yang menimbulkan penyakit. Namun, menjaga berat badan harus dengan memperhatikan kaidah yang benar agar kebutuhan nutrisi tetap tercukupi. Hal ini dapat dilakukan dengan memiliki pola makan yang mengacu pada "Isi Piringku" yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia. "Isi Piringku" berisi:

Sumber gambar: Kemenkes RI
Sumber gambar: Kemenkes RI

1. satu per enam piring makan berisi berbagai buah-buahan

2. satu per enam piring makan berupa lauk pauk protein, baik protein hewani seperti daging ayam dan daging sapi, maupun protein nabati seperti tahu dan tempe

3. satu per tiga piring makan berupa makanan pokok, berupa karbohidrat seperti nasi dan umbi-umbian

4. satu per tiga piring makan berupa berbagai jenis sayur-sayuran

Pemantauan berat badan dengan cara yang benar inilah yang justru dapat memberikan tubuh yang sehat dan berujung pada individu yang berkualitas untuk melakukan kegiatan produktif.

Daftar Rujukan:

Denich and Ifdil (2015) ‘Konsep Body Image Remaja Putri’, Jurnal Konseling dan Pendidikan, 3(2). 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang.

Lancia, F., Liliyana and Aziz, A. (2023) ‘K-Beauty dan Standar Kecantikan di Indonesia (Analisis Wacana Sara Mills pada Kanal YouTube Priscilla Lee)’, Jurnal Multidisiplin West Science, 2(1), pp. 56–68. 

Purtiantini (2023) Gizi Seimbang Pada Remaja, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan . Available at: https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2487/gizi-seimbang-pada-remaja (Accessed: 27 November 2023).

Yunita et al. (2020) ‘Hubungan Pola Diet Remaja Dengan Status Gizi’, Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya, 8(2). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun