Mohon tunggu...
Gabriella Nathania
Gabriella Nathania Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa FISIPOL UKI

Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Reunifikasi Semenanjung Korea

7 November 2020   16:50 Diperbarui: 7 November 2020   16:55 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang merupakan permasalahan yang sering terjadi dan bukan hal baru, perang sudah ada sejak zaman dulu dimana untuk merebutkan wilayah atau menyelesaikan suatu konflik maka perang itu ada. Perang tidak memandang saudara atau lawan, begitupun dengan Semenanjung Korea perang yang terjadi merupakan perang saudara. 

Reunifikasi adalah unifikasi (penyatuan) kembali 2 negara atau lebih menjadi satu negara induk yang sebelumnya terpecah karena peristiwa sejarah. Negara-negara yang mempunyai isu reunifikasi biasanya adalah dua negara atau lebih yang terpecah setelah Perang Dunia II.

Korea adalah sebuah negara yang terletak dalam kawasan semenanjung di Asia Timur dan dikenal dengan nama Republik Demokratik Rakyat. Korea Utara dan Korea Selatan terbentuk setelah Perang Dunia II, di awal Perang Dingin antara Blok Barat Pimpinan AS dan Blok Timur di bawah Uni Soviet. 

Ditengah ketidaksepakatan antar Amerika Serikat dan Uni Soviet, Semenanjung Korea terpecah, terbagi menjadi wilayah Utara di bawah pengelolaan Uni Soviet, dan wilayah Selatan yang diperintah AS. 

Pada 9 September 1948, Republik Demokratik Rakyat Korea lahir di wilayah Utara, dipimpin oleh anggota partai pekerja Korea dan mantan pejuang gerilya Kim Il Sung. 

Wilayah semenanjung Korea yang mempunyai peradabannya sendiri dibawah kekuasaan Dinasti Korea, tepatnya dinasti Joseon (1392-1910) yang tunduk dibawah kekuasaan dinasti Qing dari Cina. 

Pada awalnya wilayah semenanjung Korea inipun telah diduduki oleh Jepang pada awal tahun 1900-an, jepang berhasil menduduki wilayah semenanjung Korea setelah Rusia dalam Russo-Japanese War (Febuari 1904-September 1905). Perang ini diawali ketika tentara Korea Utara secara mengejutkan melakukan serangan pada hari minggu, tanggal 25 Juni 1950 waktu Korea. 

Permasalahan utama perang dua negara saudara tersebut adalah tidak adanya titik temu antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat mengenai masa depan semenanjung korea. Dalam serangan tersebut sangat terlihat keunggulan Korea Utara dalam bidang militer atau persenjataan bila dibandingkan dengan Korea Selatan. 

Korea Utara memang didukung penuh oleh Uni Soviet dalam bidang persenjataan melakukan penyerangan dari darat dan udara, Korea Selatan sendiri tidak dapat menandingi kekuatan Korea Utara tersebut, hal ini dikarenakan pada masa itu, Korea Selatan masih belum mempunyai persenjataan dan kekuatan pertahanan yang cukup untuk menandingi kekuatan Korea Utara. 

Karena Korea Selatan pada masa itu belum sepenuhnya didukung oleh Amerika Serikat dalam berbagai hal termasuk dalam militer dan persenjataan. 

Tanpa dukungan kekuatan  yang memadai dari pihak Amerika yang lambat dalam mengambil keputusan, serangan balasan yang diperintahkan MacArthur dari Tokyo tetap tak sanggup menandingi kekuatan Korea Utara yang didukung oleh Uni Soviet. 

Pandangan Korea Selatan dalam memperjuangkan reunifikasi khususnya dalam memasuki abad ke-21 tercemin pada kebijakan pemerintah Korea Selatan yang gencar mengadakan promosi dan kerjasama dengan Korea Utara. 

Dalam kerangka hubungan Korea Utara dan Korea Selatan, Korea Utara konsisten menempatkan upaya tercapainya reunifikasi Korea sebagai sasaran utama dalam politik luar negerinya. 

Pemerintah Korea Utara berpendirian bahwa reunifikasi hendaknya diwudjudkan dalam bentuk "Republik Konfederasi Demokrasi Kroyo" dengan formula "Satu Bangsa, Satu Negara, Dua Sistem dan Dua Pemerintahan" yang berawal dari gagasan Kim Il Sung yang dicetuskan pada bulan Oktober 1980. 

Dalam konteks inilah terselenggaranya KTT Inter-Korea (Korea Utara-Korea Selatan) tanggal 13-15 Juni 2000 yang menghasilkan "Deklarasi Bersama" Utara-Selatan dapat ditempatkan sebagai momentum bagi upaya reunifikasi Korea serta terpilihnya perdamaian dan keamanan di semenanjung Korea. 

Presiden Korea Selatan Roh Tae-Woo menginginkan suatu upaya-upaya yang diharapkan dapat dilakukan pada bulan Juni 1988 untuk memperbaiki hubungan antara Korea Utara dan Selatan yang mengalami ketegangan secara berkepanjangan. 

Upaya-upaya yang dilakukan pada bulan Juni tersebut adalah program family reunification (penyatuan kembali keluarga Korea yang terpisah), dibukanya ruang perdagangan antara Korea Utara dan Korea Selatan, serta forum-forum pembicaraan tingkat internasional yang dianggap sangat penting dalam mempertemukan keduanya. 

Presiden Roh Tae-Woo, pidatonya untuk menjalin unifikasi. di sidang Majelis Umum PBB. Indonesia sebagai negara yang punya relasi baik dengan Korut dan Korsel sesungguhnya punya potensi untuk menjadi jembatan konflik kedua negara. Akan tetapi, Indonesia tidak terlihat menjadi aktor yang penting sepanjang konflik berlangsung. 

Duta besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang beom mengapresiasi peran Indonesia dalam Proses penciptaan perdamaian di Semenanjung Korea. 

Dalam diskusi mengenai situasi terkini semenanjung Korea yang diselenggarakan Kedubes Korea selatan dan the Habibie Center di Jakarta, Dubes Kim menyebut inisiatif Presiden Joko Widodo untuk mengundang pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dalam peringatan 30 tahun kemitraan ASEAN-Korea Selatan pada 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun