Hemofilia disebabkan karena adanya kecacatan pada salah satu gen yang menentukan pembentukan faktor-faktor pembekuan darah dalam tubuh. Gen ini terletak pada kromosom X. Wanita memiliki 2 pasang kromosom X, sedangkan pria memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y. Di antara kedua kromosom ini, hanya kromosom X yang membawa gen yang berhubungan dengan faktor pembekuan darah.
Seorang pria yang kromosom X-nya mempunyai gen hemofilia akan mengidap hemofilia, karena ia hanya mempunyai 1 kromosom X. Sedangkan jika kromosom X pada wanita yang terkena gen hemofilia, ia tidak menderita hemofilia karena ia masih memiliki satu kromosom X lainnya. Meski begitu, ia akan menjadi pembawa gen hemofilia dan bisa mewariskannya kepada anaknya kelak. Istilah 'pembawa gen' ini biasa dikenal dengan sebutan carrier. Terkadang, wanita pembawa gen ini memiliki tingkat faktor pembekuan yang rendah dan juga memiliki sedikit gejala hemofilia, termasuk pendarahan. Namun pendarahan pada carrier tentu tidak separah pengidap hemofilia.
Namun jika seorang ayah mengidap hemofilia dan si ibu mempunyai sepasang kromosom X yang normal, maka anak perempuannya akan menjadi seorang pembawa gen hemofilia. Jika anaknya laki-laki, maka anak tersebut tidak mengidap hemofilia karena ia hanya akan mewarisi kromosom X milik ibunya dan mewarisi kromosom Y milik ayahnya yang tidak terkena hemofilia.
Ada tiga macam hemofilia, yakni hemofilia A, hemofilia B, dan hemofilia C. Hemofilia A biasa disebut hemofilia klasik. Hemofilia A disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan darah yaitu faktor VIII. Hemofilia B dikenal pula dengan sebutan Christmas disease. Dinamakan demikian karena berdasarkan nama penemunya yaitu Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Hemofilia B dapat terjadi karena kurangnya faktor IX pada pembekuan darah. Sementara itu, hemofilia C terjadi karena kurangnya faktor pembekuan XI. Jenis-jenis hemofilia ini, khususnya hemofilia A dan hemofilia B, sangat jarang ditemukan. Hemofilia A dapat terjadi sekurang-kurangnya pada 1 orang di antara 10.000 orang. Sedangkan hemofilia B lebih langka, perbandingannya yaitu 1 di antara 50.000 orang.
Penyakit hemofilia memang termasuk penyakit yang berbahaya. Namun, bukan berarti penyakit ini tidak memiliki solusi. Salah satu solusinya yaitu dengan metode terapi. Bagaimana proses terapi itu? Apakah berguna bagi para pengidap hemofilia? Untuk mengetahui jawabannya, langsung saja kita bahas satu per satu.
Terapi yang biasanya paling sering digunakan yaitu terapi penggantian atau biasa disebut replacement therapy. Terapi ini menggunakan infus faktor pembekuan. Infus ini bertujuan untuk mengganti faktor pembekuan yang hilang atau kurang. Faktor yang hendak disuntikkan ini diambil dari darah manusia yang disumbangkan. Sebelum disuntikkan, tentunya darah ini dibersihkan terlebih dahulu dengan cara screening (penyaringan) darah, menguji darah yang hendak disuntikkan, dan 'mengobati' darah tersebut dengan panas untuk mematikan virus-virus yang ada. Hal ini berguna untuk meminimalisir risiko terkena penyakit menular dari darah tersebut.Â
Untuk semakin mengurangi risiko, faktor pembekuan dapat diambil dari darah yang bukan berasal dari manusia. Faktor ini disebut faktor pembekuan rekombinan. Faktor pembekuan rekombinan direkayasa secara genetika di laboratorium dan tidak mengandung protein darah manusia, sehingga lebih aman karena tidak akan menularkan penyakit atau virus berbahaya.
Para pasien tidak perlu kesulitan dalam menggunakan faktor pembekuan. Sebab, faktor pembekuan mudah disimpan, dicampur, dan digunakan di rumah, hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit untuk menerima faktornya dalam tubuh. Para pasien juga dapat melakukan replacement therapy secara teratur. Terapi ini dinamakan terapi preventif atau profilaksis. Jika potensi pendarahan menginjak tingkatan yang serius, maka akan diberikan infus preventif, yaitu infus faktor pembekuan sebelum pendarahan dimulai. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pendarahan. Selain itu, pasien juga dapat melakukan replacement therapy hanya di saat terjadi pendarahan. Penggunaan terapi ini dinamakan demand therapy. Namun penggunaan terapi ini kurang dianjurkan karena kurang intensif dan lebih mahal dibanding terapi preventif.Â
Replacement therapy ini lama-kelamaan akan mengembangkan antibodi dalam tubuh. Sebab sebagian tubuh pasien memandang faktor pembekuan yang diterimanya sebagai antigen (benda asing), sehingga tubuhnya akan menghasilkan antibodi untuk menghancurkan faktor pembekuan sebelum faktor tersebut bekerja. Antibodi ini, yang bisa juga disebut inhibitor, berkembang pada sekitar 20% sampai 30% pasien pengidap hemofilia A. Sedangkan, inhibitor yang berkembang dalam tubuh pasien pengidap hemofilia B jauh lebih sedikit, sekitar 2% hingga 5%. Ketika antibodi bekerja, kemungkinan dokter akan menggunakan faktor pembekuan dengan dosis yang lebih besar atau mencoba menggunakan faktor pembekuan dengan sumber yang berbeda. Terkadang antibodi dapat hilang dengan cara ini.
Terapi selanjutnya yaitu gene therapy atau terapi gen. Para periset dari University College London dan Rumah Sakit Penelitian St. Jude Children melakukan penyelidikan terhadap terapi gen ini, namun hanya berfokus pada hemofilia B. Seperti yang telah kita ketahui, hemofilia B disebabkan akibat kurangnya faktor pembekuan IX. Para ilmuwan kemudian mengemas faktor pembekuan IX yang normal ke dalam virus, kemudian mengirimkannya ke sel hati. Di sini, virus berperan sebagai media penghantar atau vektor yang dirancang untuk mengangkut gen normal ke sel hati. Hati sendiri merupakan satu-satunya organ yang dapat memproduksi faktor IX tersebut.