Mohon tunggu...
Gabby Indrawati
Gabby Indrawati Mohon Tunggu... -

Calon CEO

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Geblek, Si "Anak Singkong" dari Kulon Progo

17 Januari 2019   15:30 Diperbarui: 17 Januari 2019   15:35 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangan bapak itu sibuk mengurai lingkaran-lingkaran putih yang lengket di daun pisang. Lantas ia ceburkan dalam minyak bergolak. Sang bapak kemudian bercerita soal panganan yang sedang diolah sambil matanya terus mengawasi. Geblek namanya, dilafalkan seperti Anda mengucap kata melek alias membuka mata. Katanya geblek terbuat dari singkong yang diparut, lalu dicampur air. Setelah beberapa lama larutan air dan singkong akan terpisah, menyisakan endapan atau sari pati. Sari pati singkong dicampur ampas parutan yang sudah dikukus dengan bumbu ulekan bawang putih dan garam. Adonan ini selanjutnya dibentuk, dipelintir hingga membentuk serupa tali dan disimpulkan membentuk angka delapan atau sekedar lingkaran saja.

Kisah tentang sang bapak ditayangkan dalam kanal Youtube Bambang Soepijanto berjudul kuliner geblek. Jajanan ini amat popular di Kabupaten Kulon Progo ke barat sampai Purworejo. Tapi karena tumbuh di tanah yang sama, boleh lah geblek dimasukkan jadi salah satu jajanan khas Kulon Progo. 

Jika anda pergi ke sana, penjual geblek dengan mudah bisa ditemui di pasar-pasar, warung makan hingga pinggir jalan. Saya punya hubungan emosional yang cukup kuat dengan panganan ini. Berburu geblek jadi agenda sepulang saya dan keluarga berziarah ke Sendangsono di Kalibawang. Geblek mentah atau matang yang sudah digoreng tinggal pilih. 

Soal rasa, geblek sebelas dua belas dengan jajanan Cireng dari tlatah Sunda. Rasanya sederhana: gurih dari bawang putih dan sedikit asin. Seberkas manis tercecap, hadir lewat kandungan glukosa alami karbohidrat. 

Kesamaan dengan Cireng juga sampai pada tekstur, kenyal sedikit alot. Namun jangan remehkan geblek hanya karena rasa dan bahan bakunya yang sederhana. Siapa tahan mencomot geblek hangat yang baru mentas dari penggorengan? Hangat, gurih asin manis dan kenyal. 

Cocok dinikmati selagi perut telah memberontak namun masih terlalu dini menerima karbohidrat kompleks.


Dari sepiring geblek tercermin kesederhanaan kehidupan desa. Kala pangan dengan mudah diambil dari kebun atau pekarangan. Murah, mudah diolah dan mengenyangkan bagi seisi rumah yang jumlahnya berjibun. Geblek juga menyiratkan makna filosofis. 

Bulatan yang tak terputus membentuk angka delapan diyakini melambangkan persaudaraan tak terputus, ada juga yang menganggap sebagai simbol atas 88 desa di kabupaten ini. Saking lekatnya geblek dengan Kulon Progo, sebuah motif batik pun tercipta bernama geblek renteng.

1e5cdca5172b87c43f6d34c8f96231a3-5c403a21c112fe713402af92.jpg
1e5cdca5172b87c43f6d34c8f96231a3-5c403a21c112fe713402af92.jpg
Bagi orang Jawa terutama, kelekatan dengan tanaman ini tercermin dari banyaknya kuliner berbahan baku singkong; gaplek, tiwul, gethuk dan lain sebagainya. Kelaziman orang Jawa atas singkong nyatanya adalah hal yang cukup baru. 

Singkong yang dekat dengan citra makanan "ndeso dan amat Indonesia" justru datang dari belahan bumi yang lain, Amerika Selatan. Iklim Amerika Selatan sama-sama tropis, masuk akal jika tanaman ini pertama kali ditemukan disana. Penjajah Portugis yang datang ke Amerika Selatan yang kemudian membawa singkong bertualang keliling dunia sampai mendarat di Nusantara abad ke 16. Maluku menjadi tempat pertama berlabuh. 

Baru seabad kemudian singkong berkembang di Jawa. Perkembangan tanaman ini tergolong lambat, karena baru mulai abad 20 singkong dibudidayakan rakyat. 

Produktifitas singkong cukup tinggi di tahun-tahun berikutnya. Dalam buku Pertanian di Kulon Progo dalam Cengkrama Kolonial (1900-1930), 2013, Rhoma Dwi Aria menjelaskan bahwa ketela atau singkong menjadi salah satu tanaman pangan yang diusahakan masyarakat Kulon Progo. 

Singkong dan tanaman palawija lain seperti padi, kacang dan jagung ditanam pada sawah ketika musim kemarau datang. Jagung dan ubi-ubian seperti singkong dan ketela disebut menjadi tanaman pangan yang diproduksi hampir di setiap lahan.

Pada abad-abad selanjutnya singkong seolah menjadi sumber makanan kelas dua setelah beras. Lekat anggapan bahwa mengkonsumsi singkong sama dengan kemelaratan atau kemiskinan. Anggap ini adalah hasil dari politik pangan Revolusi Hijau yang menyudutkan sumber karbohidrat selain beras. Swasembada beras menjadi tolak ukur kemakmuran, tanpa melihat sumber pangan apa yang paling jamak tersedia. 

Sayangnya obsesi soal beras melahirkan banyak permasalahan seperti penyakit juga keterbatasan produksi sehingga mesti impor. Padahal singkong, ketela dan ubi-ubian lainnya selain secara medis lebih sehat, juga berdampak pada pertanian rakyat, terutama yang di daerahnya bukan pengkonsumsi beras.

Tak melulu beras sejatinya penduduk Indonesia bisa bertahan hidup. Perlu ada sosok pemimpin yang bisa mendukung pertanian rakyat, utamanya yang bukan padi seperti Bambang Soepijanto. Calon senator ini akan mewakili DIY dalam ajang PEMILU DPD mendatang. Latar belakangnya sebagai profesional dalam bidang kehutanan dan pertanian menjadikannya sosok tepat untuk menyuarakan kepentingan petani.

 Apalagi Bambang Soepijanto mengawali karier moncernya sebagai petugas penyuluh penghijauan di Gunung Kidul dan Kulon Progo. Kehidupan wong cilik, terutama para petani menjadi pemandangannya sehari-hari. Ini juga yang menjadi bahan bakar semangatnya untuk mengayomi, menentramkan dan ngayani rakyat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun