Mohon tunggu...
Gabby Indrawati
Gabby Indrawati Mohon Tunggu... -

Calon CEO

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Geblek, Si "Anak Singkong" dari Kulon Progo

17 Januari 2019   15:30 Diperbarui: 17 Januari 2019   15:35 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Produktifitas singkong cukup tinggi di tahun-tahun berikutnya. Dalam buku Pertanian di Kulon Progo dalam Cengkrama Kolonial (1900-1930), 2013, Rhoma Dwi Aria menjelaskan bahwa ketela atau singkong menjadi salah satu tanaman pangan yang diusahakan masyarakat Kulon Progo. 

Singkong dan tanaman palawija lain seperti padi, kacang dan jagung ditanam pada sawah ketika musim kemarau datang. Jagung dan ubi-ubian seperti singkong dan ketela disebut menjadi tanaman pangan yang diproduksi hampir di setiap lahan.

Pada abad-abad selanjutnya singkong seolah menjadi sumber makanan kelas dua setelah beras. Lekat anggapan bahwa mengkonsumsi singkong sama dengan kemelaratan atau kemiskinan. Anggap ini adalah hasil dari politik pangan Revolusi Hijau yang menyudutkan sumber karbohidrat selain beras. Swasembada beras menjadi tolak ukur kemakmuran, tanpa melihat sumber pangan apa yang paling jamak tersedia. 

Sayangnya obsesi soal beras melahirkan banyak permasalahan seperti penyakit juga keterbatasan produksi sehingga mesti impor. Padahal singkong, ketela dan ubi-ubian lainnya selain secara medis lebih sehat, juga berdampak pada pertanian rakyat, terutama yang di daerahnya bukan pengkonsumsi beras.

Tak melulu beras sejatinya penduduk Indonesia bisa bertahan hidup. Perlu ada sosok pemimpin yang bisa mendukung pertanian rakyat, utamanya yang bukan padi seperti Bambang Soepijanto. Calon senator ini akan mewakili DIY dalam ajang PEMILU DPD mendatang. Latar belakangnya sebagai profesional dalam bidang kehutanan dan pertanian menjadikannya sosok tepat untuk menyuarakan kepentingan petani.

 Apalagi Bambang Soepijanto mengawali karier moncernya sebagai petugas penyuluh penghijauan di Gunung Kidul dan Kulon Progo. Kehidupan wong cilik, terutama para petani menjadi pemandangannya sehari-hari. Ini juga yang menjadi bahan bakar semangatnya untuk mengayomi, menentramkan dan ngayani rakyat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun