Mohon tunggu...
Irfani Zukhrufillah
Irfani Zukhrufillah Mohon Tunggu... Dosen - dosen

seorang ibu dua anak yang sedang belajar mendidik siswa tak berseragam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasangan Manapun Memiliki Kemungkinan Bercerai

22 November 2018   22:37 Diperbarui: 22 November 2018   23:05 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(lifestyle.kompas.com)

Satu lagi, berita tentang selebriti yang membuat ramai masyarakat; perceraian antara Gading Marten dan Gisella. 

Betapa tidak, selama ini yang kita lihat (setidaknya saya yang jarang banget melihat berita artis) mereka salah satu pasangan harmonis dan adem ayem saja. Namun ternyata negara api pun menyerang,hehe. 

Yah begitulah, pasangan siapapun, artis kah pejabat kah pengusaha kah karyawan kah bahkan ustadz pun memiliki kesempatan untuk bercerai. Tinggal apakah ia mau mengambilnya atau tidak. Seperti hal nya saat mereka berdua memutuskan (atau diputuskan) untuk menikah. 

Suami dan istri merupakan 2 orang yang berbeda yang belum pernah bersama sebelumnya. Kalaulah masih ada hubungan famili, setidaknya mereka tidak bersama semenjak masih sangat kecil. Tidak seperti saudara kandung yang bersama dan berbagi sejak mereka pertama kali hadir di dunia ini. 

Suami-istri lalu bertemu saat mereka mulai memahami rasa saling memiliki dan berbagi. Entah itu disatukan karena pertemuan tak disengaja, dikenalkan teman atau bahkan dijodohkan orang tua. 

Suami-istri lalu bersepakat untuk (mencoba) membina jalinan ikatan yang lebih erat. Bahkan menjadi ikatan yang paling erat yang ada antar sesama manusia. 

Dalam islam bahkan disebutkan bahwa selain orang tua/anak hanya pasangan lah yang boleh melihat seluruh anggota tubuh pasangannya. 

Tentu ini menjadi sebuah pertanda betapa kuatnya hubungan suami-istri yang (masih) terjalin dalam ikatan pernikahan. 

Namun sayangnya, seperti halnya adanya kemungkinan untuk bersama, suami-istri pun memiliki kemungkinan untuk berpisah. Menjadi orang lain (lagi) dan bahkan sudah kehilangan seluruh hak dan kewajiban yang pernah ada ketika masih dalam status pernikahan. 

Itulah mengapa tidak sedikit kajian tentang bagaimana membina rumah tangga yang sakinah mawaddah warrohmah. Bagaimana mempertahankan pernikahan. Bagaimana menjaga hubungan baik selama pernikahan dan masih banyak lainnya. 

Yang pasti, pernikahan tetap patut untuk dijaga keberlangsungannya. Bukan lantas karena sudah menikah maka tak perlu lagi ada usaha menjaga dan memupuk cinta. Justru masa pernikahan adalah masa yang harusnya diprioritaskan untuk tetap saling memiliki. Bukan hanya saat berkenalan saja. 

Seorang istri, yang merupakan perempuan, bahkan setelah menikah pun tetap lah seorang perempuan, dengan beberapa sifat dasar;

1. Suka diperhatikan

2. Suka dimanja

3. Suka jalinan emosional

4. Suka romantisme

Dan masih banyak lainnya. Istri tidak hanya sekedar membutuhkan 'uang' untuk kebutuhan sehari-hari. Istri yang notabene nya perempuan, tetap membutuhkan perhatian yang bersifat rohani, emosi, perasaan. 

Begitu juga laki-laki. Sifat dasar lelaki;

1. Suka diandalkan

2. Suka dipuji

3. Suka kemandirian

4. Fokus pada hal-hal tertentu

Dan masih banyak lainnya. 

Setelah menikah, istri tetap akan moody. Kadang sayang kadang tidak. Kadang perhatian kadang cuek. Namun, suami cenderung tidak demikian. tidak jarang, suami yang notabene nya laki-laki cenderung berada di zona nyaman saat mereka menikah. Artinya tidak jarang kaum suami jika merasa 'sudah milik' maka membuatnya malas untuk lebih perhatian. 

Jika dilihat dari sifat dasar yang berbeda ini, tidak jarang suami-istri beradu argumen tentang mana penting dan tidak. Kapan butuh dan tidak. Bagaimana harusnya ini dan itu. Dan inilah yang sering kali membuat perselisihan yang dapat berujung pada perceraian. 

Yang pasti, suami-istri manapun haruslah memiliki pengetahuan bahwa menikah bukan berarti selamanya. Ada yang harus dijaga, dipertahankan, disesuaikan, baik dari sisi suami maupun istri. 

Keduanya haruslah punya sifat saling mengalah. Sifat ini harus datang beriringan dengan saling memahami. Tidak selamanya istri benar, pun tidak selamanya suami salah. 

Suami mencoba menempatkan diri pada posisi istri. Begitu juga istri ada waktunya perlu memahami posisi suami. 

Seorang istri tetap butuh perhatian. Meski seorang suami sudah merasa di zona nyaman. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun