Mohon tunggu...
Ge
Ge Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger/Penulis

Blogger dan penulis yang suka membaca dan menonton. Suka menulis cerita fiksi, puisi-prosa (sirosa), opini, resensi dan banyak lagi. Tertarik pada intrik-intrik politik dan berbagai macam gosip yang bisa memperkaya cerita. Anti hoaks dan anti intimidasi. Menyalurkan hobi gambar dan ilustrasi di Instagram.com/gambarable. Ngetuit di X.com/gesiahaya. Ngeblog di gratcianulis.blogspot.com dan berbagi tips menulis fiksi di kampungfiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Revolusi Tubuh: Lorong Dua Nama

28 November 2024   18:43 Diperbarui: 29 November 2024   17:25 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rizal tidak pernah bertanya apa-apa. Dia adalah malam. Dia datang, membawa api kecil yang hanya cukup untuk membakar sebagian dari diriku, lalu pergi sebelum apinya padam.  

"Aku masih di sini," katanya suatu malam di bar kecil tempat kami sering bertemu.  
"Kenapa?"  
Dia tersenyum, seperti orang yang tahu lebih banyak dari yang seharusnya. "Karena kau milikku, bahkan saat kau mencoba lari."  

---
 
Ketika bayi-bayi itu lahir, mereka membawa wajah yang berbeda. Anak laki-laki itu adalah Pras---datar, serius, dengan rahang yang selalu terlihat seperti sedang menilai sesuatu. Anak perempuan itu adalah Rizal---mata liar, penuh nyala, seperti badai kecil.  

Tapi mereka adalah milikku. Revolusi pribadiku. Aku yang menanggung mereka di tubuhku, aku yang membawa mereka keluar dari kegelapan lorong ini ke dunia yang penuh kebohongan. Mereka bukan milik Pras. Bukan milik Rizal.  

"Aku tahu mereka bukan hanya milikku," Pras berkata sambil menatap jendela suatu malam.  
Aku tidak membalasnya. Apa gunanya kata-kata ketika dunia sudah retak?  

---

Dosa adalah bagian dari napasku sekarang. Tubuhku, lorong ini, anak-anak itu---semuanya adalah revolusi kecil yang kugendong tanpa malu.  

Ketika Rizal lenyap seperti bayangan malam, aku tidak mencarinya. Ketika Pras bertanya dengan mata yang mulai kehilangan cahayanya, aku tidak menjawab. Aku tidak butuh izin.  

Anak-anak ini adalah buktiku bahwa aku bisa menciptakan sesuatu dari kehancuran. Mereka adalah aku, hidup dan utuh, meski dunia ingin memberi label pada siapa bapaknya.  

---
 
Anak-anak itu berlari di lorong apartemen, tertawa seperti malam tidak pernah membawa rahasia. Mereka tidak tahu sejarah tubuhku, atau dosa yang menetes dari setiap langkahku. Dan aku tidak akan memberitahu mereka.  

Lorong ini tidak akan mati. Ia hidup di mataku, di tawa anak-anakku, di setiap langkah kaki mereka yang membawa masa depan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun