Mohon tunggu...
Fx Prayoga
Fx Prayoga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPNV Yogyakarta

Seorang mahasiswa semester ketiga yang tertarik pada ke ilmuan sosial dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi SBY Memerangi ISIS, Sebuah Pendekatan Konstruktivis

7 Desember 2024   11:24 Diperbarui: 7 Desember 2024   11:31 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Sidang Umum PBB di New York ( CNN Indonesia/ Rinaldi Sofwan)

Yogyakarta - Di tengah tantangan global yang dihadapi oleh umat Islam, terutama setelah munculnya kelompok ekstremis seperti ISIS, citra Islam di dunia internasional mengalami penurunan yang signifikan. Berita-berita tentang terorisme dan kekerasan sering kali mengaitkan Islam dengan tindakan radikal, menciptakan stigma yang sulit dihapus. 

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki peran strategis dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Sejak bergabung pada tahun 1969, Indonesia terus berpartisipasi aktif dalam berbagai inisiatif OKI untuk mempromosikan Islam yang moderat dan toleran.

Indonesia telah berkomitmen untuk memperkuat solidaritas antar negara-negara Muslim dan berkontribusi dalam berbagai inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat Islam di seluruh dunia. 

Namun, citra Islam sempat terpengaruh oleh berbagai isu global, termasuk munculnya kelompok ekstremis seperti ISIS ( Islamic State of Iraq and Syiria) yang menimbulkan reputasi buruk kepada agama Islam dan keseluruhan umat muslim. Akibatnya, diperlukan perubahan langkah dari pemerintah untuk mengoptimalkan kerja sama dengan mitra internasional sekaligus dalam rangka membangun kembali citra Islam yang positif.

ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) sendiri merupakan kelompok teroris yang mengklaim mendirikan sebuah "kekhalifahan" di wilayah Irak dan Suriah pada awal 2013. Kelompok ini dikenal karena penggunaan kekerasan ekstrem dan kejahatan perang, termasuk pembantaian massal, dan penindasan terhadap kelompok minoritas. Mencoreng nama baik Islam di mata dunia internasional.

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia menekankan pentingnya menjadi negara yang moderat dan damai. Dalam berbagai kesempatan, SBY menyatakan bahwa Indonesia harus menjadi contoh bagi negara-negara Muslim lainnya dalam mengedepankan nilai-nilai toleransi dan kerukunan. 

Hal ini sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi poros perdamaian dunia, yang juga dicanangkan dalam forum-forum internasional khususnya di OKI sendiri. Indonesia kemudian dapat menjadikan OKI sebagai salah satu wadah yang dapat di ajak berkolaborasi dalam memperbaiki citra Islam di dunia Internasional sekaligus membangun kerjasama dalam bidang lainnya.

Langkah ini diambil bukan hanya sekedar sebagai tindakan represif atas masalah yang terjadi namun juga sebagai salah satu perpanjangan konsep Politik Bebas Aktif yang dicanangkan oleh Indonesia. Dalam keseriusan komitmen ini pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia secara konsisten mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstremis, termasuk ISIS. 

Pada tahun 2014, ketika ISIS semakin mendapatkan perhatian internasional, Indonesia mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini. (kemenlu.go.id)

Selain itu dalam menangani masalah ISIS secara khusus, Indonesia juga melanjutkan program deradikalisasi yang telah ada, termasuk menyasar individu-individu yang mungkin terpapar ideologi ekstremis, dan berbagi pengalaman serta pendekatan ini dengan negara-negara OKI. Dikutip dari pidatonya, dalam menghadapi tantangan ini, Presiden SBY mengaku lebih percaya yang dibutuhkan adalah menerapkan pendekatan soft power atau smart power (setkab.go.id)

Dalam pidato  tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam menghadapi permasalahan militer sekalipun, pemerintahan membutuhkan pendekatan yang tepat dan tidak hanya berasal dari kekuatan militer saja. Hal ini termasuk bagaimana negara dapat mempertahankan posisi mereka dalam pendekatan non militer dengan landasan dari pedoman politik luar negeri masing masing. Pendekatan melalui perspektif konstruktivis tentu dapat menjadi salah satu cara dalam melihat masalah ini secara keseluruhan.

Dalam perspektif konstruktivis, yang menitikberatkan pada peran norma, identitas, dan interaksi antar aktor internasional, langkah-langkah Indonesia di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menghadapi ancaman ISIS dapat dilihat sebagai upaya membentuk norma dan identitas global Islam yang moderat dan damai. Pendekatan ini dilakukan melalui berbagai cara, termasuk diplomasi internasional, keterlibatan aktif di Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan pelaksanaan program deradikalisasi berbasis soft power.

Konstruktivisme berpendapat bahwa keadaan internasional tidak sepenuhnya ditentukan oleh struktur material, melainkan oleh konstruksi sosial berupa norma dan identitas. Dalam konteks ini, pemerintah SBY memanfaatkan identitas Indonesia sebagai negara Muslim terbesar yang moderat untuk memengaruhi persepsi dunia terhadap Islam. Melalui forum-forum internasional seperti OKI, Indonesia aktif menyuarakan pentingnya kerukunan, toleransi, dan perdamaian sebagai nilai-nilai inti Islam. Pernyataan yang tegas terhadap kekerasan yang dilakukan ISIS pada 2014 mencerminkan komitmen Indonesia dalam membentuk norma global bahwa terorisme tidak memiliki tempat dalam ajaran Islam.

Di tingkat domestik, program deradikalisasi yang dilanjutkan pada masa pemerintahan SBY juga mencerminkan pendekatan konstruktivis. Program ini tidak hanya berupaya mengubah perilaku individu yang terpapar ideologi ekstremis, tetapi juga membangun narasi alternatif yang lebih positif tentang Islam. Melalui pendidikan, pelibatan komunitas, dan kerja sama lintas sektor, Indonesia mencoba membentuk identitas kolektif yang lebih inklusif dan damai di antara umat Muslim.

Selain itu, upaya ini menjadi bagian dari implementasi konsep politik bebas aktif Indonesia. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya bereaksi terhadap masalah global, tetapi juga berkontribusi secara aktif dalam membentuk norma-norma internasional yang mendorong kerja sama dan perdamaian. 

Penerapan soft power dan smart power oleh pemerintahan SBY, seperti yang ditekankan dalam berbagai pidatonya, bertujuan untuk mengatasi radikalisasi melalui dialog, berbagai macam diplomasi, dan pemberdayaan masyarakat. Langkah ini sejalan dengan perspektif konstruktivis yang melihat perubahan sosial dan interaksi sebagai alat penting dalam membentuk realitas internasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun