Yogyakarta - Di tengah tantangan global yang dihadapi oleh umat Islam, terutama setelah munculnya kelompok ekstremis seperti ISIS, citra Islam di dunia internasional mengalami penurunan yang signifikan. Berita-berita tentang terorisme dan kekerasan sering kali mengaitkan Islam dengan tindakan radikal, menciptakan stigma yang sulit dihapus.Â
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki peran strategis dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Sejak bergabung pada tahun 1969, Indonesia terus berpartisipasi aktif dalam berbagai inisiatif OKI untuk mempromosikan Islam yang moderat dan toleran.
Indonesia telah berkomitmen untuk memperkuat solidaritas antar negara-negara Muslim dan berkontribusi dalam berbagai inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat Islam di seluruh dunia.Â
Namun, citra Islam sempat terpengaruh oleh berbagai isu global, termasuk munculnya kelompok ekstremis seperti ISIS ( Islamic State of Iraq and Syiria) yang menimbulkan reputasi buruk kepada agama Islam dan keseluruhan umat muslim. Akibatnya, diperlukan perubahan langkah dari pemerintah untuk mengoptimalkan kerja sama dengan mitra internasional sekaligus dalam rangka membangun kembali citra Islam yang positif.
ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) sendiri merupakan kelompok teroris yang mengklaim mendirikan sebuah "kekhalifahan" di wilayah Irak dan Suriah pada awal 2013. Kelompok ini dikenal karena penggunaan kekerasan ekstrem dan kejahatan perang, termasuk pembantaian massal, dan penindasan terhadap kelompok minoritas. Mencoreng nama baik Islam di mata dunia internasional.
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia menekankan pentingnya menjadi negara yang moderat dan damai. Dalam berbagai kesempatan, SBY menyatakan bahwa Indonesia harus menjadi contoh bagi negara-negara Muslim lainnya dalam mengedepankan nilai-nilai toleransi dan kerukunan.Â
Hal ini sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi poros perdamaian dunia, yang juga dicanangkan dalam forum-forum internasional khususnya di OKI sendiri. Indonesia kemudian dapat menjadikan OKI sebagai salah satu wadah yang dapat di ajak berkolaborasi dalam memperbaiki citra Islam di dunia Internasional sekaligus membangun kerjasama dalam bidang lainnya.
Langkah ini diambil bukan hanya sekedar sebagai tindakan represif atas masalah yang terjadi namun juga sebagai salah satu perpanjangan konsep Politik Bebas Aktif yang dicanangkan oleh Indonesia. Dalam keseriusan komitmen ini pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia secara konsisten mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstremis, termasuk ISIS.Â
Pada tahun 2014, ketika ISIS semakin mendapatkan perhatian internasional, Indonesia mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini. (kemenlu.go.id)
Selain itu dalam menangani masalah ISIS secara khusus, Indonesia juga melanjutkan program deradikalisasi yang telah ada, termasuk menyasar individu-individu yang mungkin terpapar ideologi ekstremis, dan berbagi pengalaman serta pendekatan ini dengan negara-negara OKI. Dikutip dari pidatonya, dalam menghadapi tantangan ini, Presiden SBY mengaku lebih percaya yang dibutuhkan adalah menerapkan pendekatan soft power atau smart power (setkab.go.id)