Satu waktu, saya pernah menulis sebuah doa untuk memasuki dunia media sosial. Doa ini sangat penting dan sangat cocok untuk dipakai ketika menggunakan media sosial. Doanya sebaga berikut, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan dan segala kotoran"
Bagi yang tahu, sebetulnya doa ini adalah doa yang biasa digunakan saat memasuki WC, saat mau buang hajat, buang kotoran. WCmemang menjadi tempat untuk membersihkan diri dari kotoran yang ada dalam perut. Doa ini biasanya dibaca sebelum memasuki WC. Karena cocok dengan dunia media sosial saya pakai juga sebagai doa saat mau menggunakan media sosial. Mengapa?
Sekarang ini, media sosial bak hutan belantara yang pekat. Semua kotoran dan kejahatan ada di dalamnya (tanpa menampik banyaknya sumber kebaikan di dalamnya). Dengan demikian orang yang masuk ke dalamnya mestilah memiliki berbagai peralatan untuk bisa survive menjaga kebersihan. Dia harus bisa memilah dan memilih apa saja yang bermanfaat buat dirinya dan juga buat orang lain.
Di era banjir bandang informasi ini haruslah pandai-pandai berenang dan menyelam. Tidak semua berita dapat diterima begitu saja. Apalagi yang mengandung unsur unsur kebencian. Menurut Gail B Murrow dalam Jurnal Law and Biosciences berjudul A Valid Question: Could Hate Speech Condition Bias in The Brain "Kebencian bisa menghilangkan harkat manusia, memunculkan bias, dan mengurangi empati," Sementara itu, Imam Ali as. menyebutkan "Sehatnya badan karena sedikitnya dengki, dan kedengkian itu diwariskan sebagaimana diwariskannya harta."
Apa yang diungkapkan Imam Ali as. Dibuktikan dalam berbagai penelitian. Menurut salah satu ahli otak (neurosains) Taufik Pasiak, "kebencian merusak otak, menguras energi otak dan membuat otak tumpul" Oleh karenanya wajar saja kalau orang yang pendengki sulit berpikit dan tidak akan bisa bertindak adil.
Padahal, kata Taufik Pasiak, sejatinya, manusia membenci hal yang tak menyenangkan karena karakter utamanya jutstu memburu kesenangan. Karena kebencian tak menyenangkan, manusia sejatinya tak suka membenci. Untuk itu, tak ada jalan lain kecuali membatasi banjir informasi itu.
Beruntunglah di tengah gempuran dan banjir bandang informasi, kita bisa menggunakan Kurio. Mungkin sangat tepat kalau Kurio disebut sebagai ginjal informasi. Seperti ginjal, aplikasi ini menyaring informasi bagi kita. Kurio memang concern dalam memerangi berita hoax.
Pada tahap awal, Learning Machine akan bekerja untuk melakukan pengkategorian otomatis, personalisasi, prediksi berita, hingga pendeteksian hoax. Tak hanya itu, Kurio juga melibatkan tim kurator untuk mengkurasi kembali artikel-artikel yang sudah masuk ke dalam artikel stream. Hal itu dilakukan agar berita yang tersaji betul betul bebas dari hoax.
Saat saya mencobanya, beberapa pekan saringannya terasa berdampak. Sebetulnya sayang sekali saya bisa mencobanya sekarang. Coba kalau menjajalnya pada waktu pilkada DKI kemarin. Mungkin akan lebih terasa bedanya.
Nah, setelah beberapa pekan ini saya mencoba Kurio ada beragam manfaat yang bisa saya dapatkan. Manfaat pertama, sergapan informasi berkurang drastis. saya cukup melihat timeline di Kurio untuk mendapat informasi yang up to date dan sudah tersaring. Manfaat kedua, Kurio menjadi pembanding yang baik bagi informasi sesat karena didukung oleh berbagai kanal berita yang kredibel. Jadi kalau ada sumber berita dari grup WA sebelah saya coba cari perimbangannya di Kurio. Simpel.
Sumber berita juga bisa kita pilah, pilih dan diperkaya dengan pilihan kanal-kanal informasi yang kredibel. Ada Kompas, bola.com, kumparan. (Nah saya cari Kompasiana kok malahan ndak ada ya? Oh iya, bukan kanal berita)
Nah, daripada sakit jiwa karena mendapat berita berita hoax dan penuh kebencian, mulai aja saring dengan Kurio.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H