Penjelajahan Taufik juga merentang batas-batas sektarian. Sunni, Syi’ah dan juga Ahmadiyah yang digambarkan saling bermusuhan, dalam tulisan Taufik bisa tampil mesra, damai dan tentram. Maka menjejaklah kaki Taufik di mesjid tertua di Jerman yang merupakan mesjid Ahmadiyah. Di Tbilisi, Georgia Taufik melihat kerukunan Sunni dan Syiah. Di sini, mereka bisa shalat bareng tanpa saling mengkafirkan. Mesjid Syiah di Hamburg pun tak lepas dari kunjungannya. Kata Taufik, “Pengembaran ke Mesjid Imam Ali ini memang memperkaya jiwa, karena memberikan wawasan yang luas tentang keberadaan Islam di Eropa, terlepas dari aliran atau Madzhabnya”.
[caption caption="Zayed Grand Mosque, Uni Emirat Arab"]
Saya pikir itulah hakikat perjalanan dan pengembaraan, “Memperkaya wawasan!”, betullah perkataan yang menyebutkan bahwa perjalanan adalah sekolah kehidupan yang besar. Orang yang suka mengembara akan memiliki pandangan lebih luas dibanding yang jarang piknik. Maka pengembaraan taufik ke berbagai mesjid di belahan dunia itu membuat saya iri setengah mati. Karena belum bisa mengembara seperti dia, maka saya baca bukunya, dan jadilah saya ikut mengembara bersamanya.
Bahkan seribu masjid, sejuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah Islamiyah (Emha Ainun Nadjib)
[caption caption="Seribu Mesjid, Satu Jumlahnya"]
Buku : Mengembara ke Masjid-masjid di Pelosok Dunia
Penyusun : Taufik Uieks (Taufik Hidayat)
Penerbit : Peniti Media
Tahun : 2015
Hlm: 313
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H