[caption id="attachment_362765" align="aligncenter" width="545" caption="sumber data oleh marketwatch diolah oleh Penulis"][/caption]
Data ekonomi RI yang dirilis siang ini menunjukkan penurunan unjuk kerja. Penunrunan performan tidak saja terjadi dengan melonjaknya inflasi, anjloknya eksport dan penurunan import, naiknya defisit neraca, tetapi juga sektor pariwisata turun -5.32%.
Berikut rincian dan pembahasannya:
Inflasi:
Inflasi Bulan Oktober 2014 mulai mendekati angka 5% di angka 4.83%. Kemudian angka tersebut tak tertahankan melonjak di bulan Nopember dan Desember 2014 berturut - turut mencapai 6.23% dan 8.36%. Jika kita pehatikan ration (Core Inflation/Inflation) akan terlihat penurunan prosentase, yang artinya inflasi di dorong oleh harga energi dan harga bahan pangan.
Inflasi besar yang terjadi pada harga energi dan bahan makanan jelas menunjukkan bahwa inflasi kali ini banyak memukul kalangan miskin dan prasejahtera, dimana pola konsumsi mereka lebih di dominasi BBM dan konsumsi makanan. Sedangkan bagi golongan kaya, dimana belanja bahan pangan relatif kecil dibanding kebutuhan lain, hampir tidak terasa inflasi yang terjadi.
Export
Penurunan eksport yang drastis, menunjukkan bahwa klaim beberapa pihak bahwa penurunan Rupiah terhadap US Dollar akan menaikkan eksport RI. Mereka tidak paham struktur barang eksport komoditas semacam CPO dan batubara yang akan turun harganya saat ekonomi dunia melemah. Sedangkan eksport manufaktur hasil industri boleh dikata sangat tidak signifikan. Karena Manufactur yang dibangun di Indonesia sesungguhnya hanya untuk memenuhi permintaan domestic, kalaupun ada yang eksport, teknologi masih sangat rendah.
Import
Import juga turun, tetapi jangan burur- buru mengklaim ini upaya pemerintah mengerem import, karena memang tidak ada regulasi signifikan yang dilakukuan. Tetapi turunnya import lebih mencerminkan melemahnya daya beli rumah tangga di Indonesia. Bahkan ini mengindikasikan penurunan kinerja industri dengan bahan baku import.
Defisit Neraca
Defisit neraca juga membengkak. Ini jelas merupakan TANDA BAHAYA, bukan lagi waktunya Pak Jokowi berwacana soal penembakan nelayan gurem dari tetangga untuk pencitraan. Ada Pekerjaan Rumah signifikan yang harus segera dipahami dan dikerjakan. Tidak perlu juga berjanji 2015 akan lebih baik, jika faktanya 3 bulan pertama semua data ekonomi begitu amburadul.
Dengan semua data buruk diatas, Apakah Pak Jokowi masih sibuk menyalahkan masa lalu? Faktanya apa yang anda kritik yang kata anda buruk ternyata jauh lebih bagus dari apa yang bisa anda kerjakan. Bahkan sekedar memanfaatkan momentum positif paska pilpres saja anda tidak mampu.
Dengan alasan mempermudah penyusunan RAPBN anda melepas tanggung jawab stabilitas ekonomi nasional dengan melepas harga BBM yang menyangkut harkat hidup orang banyak ke dalam mekanisme pasar bebas. Artinya rakyat Indonesia dengan pendapatan 1/10 penduduk AS harus membiayai hidupnya sama mahalnya dengan rakyt AS.
Jika anda lepas tangan dengan BBM dan stabilitas ekonomi karena malas mikirin APBN, trus anda ini presiden buat siapa? bagaimana jika kelak harga BBM kembali di kisaran 100 USDollar? apakah anda pikir harga energi akan selamanya turun? Pak Jokowi, mungkin anda lebih cocok mewakili kepentingan SPBU Shell, Petronas, Total dsb dibanding sebagai presiden pilihan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H