Tingginya prevalensi merokok pada remaja disebabkan karena lemahnya pengawasan pemerintah terhadap peredaran rokok dan terlalu murahnya harga rokok di Indonesia.
Meskipun di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 telah disebutkan adanya larangan penjualan rokok ke anak di bawah usia 18 tahun ke bawah, namun di dalam data GYTS Indonesia tahun 2014 masih banyak dijumpai anak remaja di bawah umur dapat dengan mudah membeli rokok. Dalam survei GYTS ditemukan bahwa sebagian besar remaja yang merokok (3 dari 5 remaja) mendapatkan rokok dengan dengan cara membeli di toko.
Selain pengawasan peredaran rokok yang masih lemah, tingginya prevalensi merokok pada remaja juga disebabkan karena murahnya harga rokok. Dalam survei GYTS, juga ditemukan bahwa sebagian besar (lebih dari 60%) remaja yang merokok tersebut membeli rokoknya secara eceran per batang. Ketika dijual secara eceran per batang, maka dengan hanya bermodal uang jajan yang tidak lebih dari Rp. 5.000,- pun anak-anak dapat dengan mudah untuk membeli rokok.
Remaja pada umumnya hanya mempunyai uang jajan terbatas. Membuat harga rokok semakin mahal (dengan menaikan tarif cukai rokok dan mengatur penjualan rokok agar tidak boleh eceran) dapat semakin menjauhkan rokok dari jangkauan remaja. Prevalensi remaja merokok dan pertumbuhan perokok pemula pada remaja pun akan berkurang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H