Mohon tunggu...
Fitria Vilaili
Fitria Vilaili Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatnya Kasus Kekerasan Seksual pada Anak di Bawah Umur

15 Desember 2023   11:01 Diperbarui: 15 Desember 2023   11:12 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jumlah laporan kasus korban kekerasan di Indonesia per tahun (1 Januari s/d 27 September 2023)

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), tercatat 19.593 tindak kekerasan terjadi di Indonesia pada 1 Januari hingga 27 September 2023. Angka-angka tersebut merupakan perhitungan real-time dari waktu update data mulai pukul 14.35 WIB.

Pengumpulan data dilakukan melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Dari keseluruhan aksi kekerasan tersebut, 17.347 korban meninggal dan 3.987 laki-laki.

Dari segi usia, mayoritas korban kekerasan di Indonesia berusia antara 13 dan 17 tahun, yaitu sebanyak 7.451 orang, atau sekitar 38% dari seluruh korban kekerasan pada periode tersebut. Kelompok umur dengan korban berikutnya terbanyak adalah 25-44 tahun, 6-12 tahun, 18-24 tahun, dan 0-5 tahun. Statistik terperinci ada di grafik.

Memahami Kekerasan 

Kekerasan dapat dilakukan di semua komunitas dan korban, tanpa memandang gender atau usia. Saat ini, kekerasan terhadap perempuan melibatkan suatu bentuk kontak yang tidak diinginkan. Hal ini mencakup kata-kata dan tindakan seksual eksplisit berdasarkan keinginan seseorang dan tanpa persetujuannya.

Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan 

Kekerasan manusia dihasilkan oleh konteks sosial. Beberapa faktor yang mempengaruhi bunuh diri antara lain: Norma sosial membenarkan kekerasan. Menjalankan kekuasaan atas orang lain. Struktur kuno manusia. Berikan wanita (kekuasaan atau otoritas). Harus ada keheningan mengenai kekerasan dan penindasan. Kekerasan dalam segala bentuknya merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kekerasan. Kita juga perlu memahami bahwa kekerasan manusia bukanlah sesuatu yang terjadi secara acak dan tidak terduga pada banyak orang. Ini adalah contoh perilaku yang ditentukan dan didukung oleh sistem yang menindas.

Kekerasan dalam rumah tangga bukan lagi soal seks, tapi soal kekuasaan dan kendali. Perilaku tersebut diakibatkan oleh ketidakseimbangan kekuasaan yang muncul dari sikap dan keyakinan tentang siapa yang lebih penting dan kurang dihormati dalam masyarakat. Depresi dikaitkan dengan perilaku terorganisir berdasarkan sikap dan keyakinan negatif.

Ketika sikap dan keyakinan ini diperkuat oleh teman dan keluarga, norma sosial, dan media yang mereka konsumsi, maka sikap dan keyakinan tersebut berperan dalam memengaruhi perilaku masyarakat. Jenis kegiatan kekerasan Berdasarkan jenisnya, kekerasan dapat digolongkan sebagai kekerasan seksual, yang dapat berupa: mulut Bukan fisik. menunggu Melalui internet, teknologi informasi dan komunikasi.

Mengutip Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, beberapa contoh kekerasan seksual selain pemerkosaan antara lain: Mengatakan atau melakukan sesuatu yang meremehkan atau merendahkan ciri fisik, seksual, atau seksual seseorang. (misalnya melontarkan lelucon, bersiul, memandang bagian tubuh orang lain dengan cara atau subjek yang menyinggung). Menyentuh, meraba-raba, meraba-raba, memetik atau menggosok bagian pribadi orang lain tanpa persetujuannya. Mengirimkan lelucon, foto, video, audio, atau materi lain yang bersifat seksual tanpa persetujuan penerima, meskipun penerima pesan menegur pelakunya.

Tindakan melacak, menerima, atau membagikan informasi pribadi, termasuk video orang lain, tanpa persetujuan orang tersebut. Menjatuhkan hukuman atau perintah seksual kepada orang lain. Lihatlah orang-orang yang memakainya. Melepaskan pakaian tanpa izin orang lain. Mendorong, menjanjikan, menyarankan atau mengancam orang lain untuk melakukan aktivitas seksual yang tidak disetujui oleh orang lain. Mendorong orang lain untuk melakukan aktivitas seksual atau mencoba melakukan aktivitas seksual. Mengambil tindakan yang merendahkan, menghina, melecehkan, atau merusak aktivitas fisik atau reproduksi orang lain.

Mereka mengalami rasa sakit emosional dan fisik terutama karena perbedaan dalam hubungan, status dan gender. Hal ini termasuk membahayakan kesehatan reproduksi seseorang dan hilangnya kesempatan untuk melaksanakan pendidikan dengan aman dan efektif.

Faktor Risiko Perilaku Kekerasan

Perilaku agresif dapat disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Namun, tidak semua individu yang teridentifikasi berisiko mengalami kekerasan. Kombinasi faktor individu, hubungan, komunitas dan sosial meningkatkan kemungkinan menjadi pelaku.

Berikut beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang melakukan perilaku kekerasan seksual:

  • Masalah individu:
  • Konsumsi alkohol dan obat-obatan.
  • kejahatan Ketidakpedulian terhadap orang lain.
  • Penerimaan atas perilaku berjasa dan kekerasan. Awal kursus.
  • Hasrat seksual yang kuat. Preferensi untuk pergaulan bebas dan pengambilan risiko.
  • Paparan media.
  • Mematuhi norma gender.
  • Faktor hubungan:

Riwayat konflik dan kekerasan dalam keluarga. Riwayat masa kanak-kanak yang mengalami pelecehan fisik, emosional, atau psikologis. Lingkungan keluarga yang tidak pantas. Hubungan orang tua dan anak, terutama ayah, kurang baik. Ini mengacu pada pasangan yang agresif, maskulin dan kejam. Terlibat dalam hubungan intim yang berbahaya atau tidak sehat.

  • Faktor sosial: 

Tidak berguna, kesempatan kerja terbatas. Hanya ada sedikit dukungan dari polisi dan lemahnya hokum dan kebijakan terkait kekerasan dan pelecehan seksual.

  • Faktor sosial dan lingkungan Norma sosial

Norma sosial mendukung pentingnya maskulinitas dan otoritas seksual. Norma sosial mempertahankan inferioritas dan subjugasi perempuan. Undang-undang dan kebijakan terkait diskriminasi dan kesetaraan gender masih lemah. Kejahatan tinggi dan bentuk kekerasan lainnya.

Dampak Kekerasan Seksual

Menjadi korban kejahatan atau kekerasan seksual mempunyai banyak akibat. Pertama, dampak psikologis korban kekerasan dan perundungan tidak hanya mengalami rasa sakit yang mendalam, namun stres yang dialami dapat mengganggu fungsi dan perkembangan otak. Kedua, ini adalah kejutan fisik.

Pelecehan dan penelantaran anak merupakan pendorong utama penularan penyakit menular seksual (PMS). Selain itu, luka dapat menyebabkan luka dalam dan pendarahan. Dalam kasus yang parah, bisa terjadi kerusakan pada organ dalam.

Terkadang, hal ini bisa berakibat fatal. Ketiga, pengaruh sosial. Korban seringkali dikucilkan dari masyarakat, hal ini sebaiknya dihindari karena dorongan dan dukungan moral sangat penting untuk membantu korban pulih. Salah satu penyebab utama meningkatnya kejadian kekerasan seksual adalah semakin besarnya penetrasi emosi ke dunia maya melalui tempat-tempat yang tersebar luas dan dapat diakses oleh masyarakat dimana saja.

Oleh karena itu, harus ada cara dan pengawasan yang ketat terhadap kawasan tersebut. Selain itu, program pendidikan moral dan gender harus dilaksanakan di sekolah. Hukuman dan larangan yang berat harus diterapkan kepada mereka yang telah diadili. Situasi ini memaksa orang tua untuk lebih waspada terhadap perilaku yang bergantung pada anaknya.

Selain itu, perlu dibentuk mekanisme pelaporan, jika terjadi operasi pelaporan, informasi dapat dikirimkan kepada pihak yang berwenang. Selain itu, ketentuan hukum yang memberikan perlindungan terhadap anak sangat kuat, seperti Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Organisasi Pemerintahan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang. Meskipun tindakan-tindakan telah diambil pada tanggal 23/23/2002 untuk melindungi anak-anak, tindakan-tindakan ini tidak mempunyai efek pencegahan.

Undang-undang ini mencakup langkah-langkah untuk memperkuat hukuman pidana, seperti ancaman hukuman berat seperti hukuman kimia, pemasangan alat pemantau elektronik bagi penjahat berat, dan penerapan pengungkapan identitas pelaku, namun kejadian tersebut terulang kembali di kemudian hari. Hal ini sungguh menebarkan kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan di seluruh masyarakat. Artinya, kasus kekerasan di Indonesia masih menjadi permasalahan.

Oleh karena itu, semua pihak harus mengetahui cara membangun sistem pelaporan ketika mereka mengalami atau menyaksikan peristiwa kekerasan. Manusia membutuhkan keberanian. Dulu, kekerasan dan penolakan terhadap perempuan merupakan hal yang memalukan dalam keluarga dan mereka tidak pernah berani membicarakannya. Tapi jangan berhenti sekarang. Setidaknya, polisi bisa langsung mendeteksi adanya kasus kejahatan seks hanya dengan melaporkannya. "Seringkali kekerasan dan pelecehan terjadi di rumah dan orang-orang tidak melaporkannya. Dia menyimpulkan: "Ini masalah, tapi polisi hanya menerima pengaduan."

Bibliography

Fadli, R. (2023, September 04). Kekerasan Seksual. Retrieved Desember 15, 2023, from Halodoc: https://www.halodoc.com/kesehatan/kekerasan-seksual

Muhamad, N. (2023, 09 27). https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/27/ada-19-ribu-kasus-kekerasan-di-indonesia-korbannya-mayoritas-remaja. Retrieved 12 15, 2023, from Ada 19 Ribu Kasus Kekerasan di Indoonesia Korbannya Mayoritas Remaja: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/27/ada-19-ribu-kasus-kekerasan-di-indonesia-korbannya-mayoritas-remaja

Artikel Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Teknik Penulisan Karya Ilmiah Oleh Deosen Pengampu Ibu Nur Fitriyana, M.Psi., Psikolog

Anggota Kelompok:

  • Nur Hasanah (230802029)
  • Rani Sasrima Devi (230802030)
  • Fitria Vilaili (230802097)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun