Mohon tunggu...
DR.H. FURQON ARIFIN
DR.H. FURQON ARIFIN Mohon Tunggu... Dosen - Kepala Madrasah dan Dosen

Beraktivitas di dunia pendidikan dan keagamaan serta Organisasi Masyarakat Islam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Teori Pembelajaran Behaviorisme dalam Konteks Pembelajaran Modern Berbasis Agama dan Berbasis Digital

3 Juni 2024   14:50 Diperbarui: 5 Juni 2024   10:53 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                     Oleh : FURQON ARIFIN

Teori behaviorisme telah lama menjadi salah satu pendekatan utama dalam pendidikan, dengan fokus pada perilaku yang dapat diamati dan diukur. Meskipun telah ada kritik terhadap pendekatan ini, terutama karena kekurangannya dalam mempertimbangkan aspek kognitif dan emosional, penerapannya dalam konteks pembelajaran modern tetap relevan dan berharga.

Pendekatan behaviorisme modern terhadap pembelajaran muncul dari karya ilmiah Skinner dan para pengikutnya, yang menekankan pentingnya antiseden dan konsekuensi dalam mengubah perilaku. Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan pada perilaku yang disebabkan oleh pengalaman,tanpa perhatian sama sekali pada proses-proses mental atau internal pikiran.

Pendekatan behaviorisme dalam pembelajaran menekankan pentingnya lingkungan eksternal dalam membentuk perilaku dan respons individu. Menurut teori ini, siswa dapat dipandu untuk belajar melalui stimulus eksternal dan respons yang dihasilkan. Konsep-konsep seperti penguatan positif dan negatif serta pembentukan kondisi (conditioning) merupakan bagian integral dari penerapan teori ini dalam ruang kelas.

Teori behaviorisme menurut Burrhus Frederic Skinner adalah mengembangkan konsep operant conditioning yang menekankan pentingnya konsekuensi dari suatu perilaku dalam membentuk kemungkinan perilaku tersebut muncul kembali di masa depan. Melalui eksperimen laboratorium dengan hewan, Skinner memperlihatkan bagaimana penguatan positif dan negatif dapat digunakan untuk mengubah perilaku hewan dan manusia.

Selain itu, Ivan Pavlov adalah tokoh yang dikenal dalam pembentukan kondisi klasik. Dalam eksperimennya dengan anjing, Pavlov menunjukkan bagaimana anjing dapat mengaitkan suara bel dengan makanan sehingga mulai mengeluarkan air liur ketika mendengar suara bel tersebut, meskipun makanan tidak ada. Prinsip ini kemudian diaplikasikan dalam pembelajaran manusia, di mana stimulus netral dapat diasosiasikan dengan stimulus yang menghasilkan respons tertentu.

Penerapan teori behaviorisme dalam pembelajaran modern juga memperhitungkan kontribusi teori-teori kognitif dari tokoh seperti Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Meskipun keduanya tidak sepenuhnya mengadopsi pendekatan behaviorisme, konsep-konsep seperti penguatan dan pembentukan kondisi masih menjadi bagian dari kerangka kerja pembelajaran kognitif yang mereka ajukan.

Dalam era pembelajaran digital dan teknologi informasi, pendekatan behaviorisme juga dapat diterapkan melalui penggunaan platform pembelajaran online dan perangkat lunak edukatif. Sistem penguatan yang disematkan dalam bentuk permainan atau penghargaan digital dapat menjadi cara yang efektif untuk memotivasi siswa dan memperkuat perilaku belajar yang positif.

Dengan demikian, meskipun kritik terhadap teori behaviorisme telah muncul seiring dengan perkembangan teori-teori pembelajaran alternatif, pendekatan ini tetap memiliki nilai dan relevansi dalam konteks pembelajaran modern. Namun, untuk memaksimalkan efektivitasnya, penerapan teori behaviorisme haruslah diimbangi dengan pemahaman yang holistik tentang proses belajar dan perkembangan individu, termasuk kontribusi dari teori-teori pembelajaran lainnya.

Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dalam teori pembelajaran behaviorisme :

1. Berikan pujian yang jelas dan sistematis, namun jika hanya layak dan perlu.

2. Akui prestasi yang murni

3. tetapkan standar pujian yang didasarkan pada kelebihan dan kekurangan individual.

4. Alamatkan kesuksesan siswa kepada upaya dan kecakapannya dalam membangun kepercayaan diri.

5. Akui perilaku posistif dengan cara-cara yang dihargai siswa

6. berikan penguatan sebanyak-banyaknya ketika siswa memecahkan mata pelajaran atau kecakapan baru 

(Woolfok dalam Wayne K Hoy 2014)

berdasarkan prinsip-prinsip dasar pembelajaran behaviorisme tersebut, berikut contoh lengkap penerapan prinsip-prinsip behaviorisme dalam pembelajaran modern berbasis Pendidikan Agama Islam dan digital :

1. Penguatan Positif: Seorang guru memberikan pujian kepada siswa yang dapat menghafal surah Al-Fatihah dengan lancar. Dengan pujian ini, siswa tersebut merasa diakui dan termotivasi untuk terus belajar dan menghafal ayat-ayat Al-Qur'an. Platform pembelajaran dapat memiliki fitur penghargaan, seperti poin atau bintang, yang diberikan kepada siswa setiap kali mereka menyelesaikan tugas atau modul pembelajaran dengan baik. Dengan penghargaan ini, siswa akan merasa diakui dan termotivasi untuk terus belajar.

2. Penguatan Negatif: Seorang siswa yang tidak menyelesaikan tugas pembelajaran dijadwalkan untuk menghadiri kelas tambahan, namun karena berhasil menyelesaikan tugas tepat waktu, siswa tersebut dibebaskan dari kelas tambahan. Dengan mengurangi beban tanggung jawab tambahan tersebut, siswa tersebut diharapkan akan termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya tepat waktu di masa depan.

3. Pembentukan Kondisi Klasik: Seorang guru memulai setiap pelajaran dengan membaca doa bersama-sama. Setiap kali doa dibacakan, siswa akan mengikuti dengan diam dan khusyuk, dan ini menjadi tanda bahwa pelajaran akan dimulai. Platform pembelajaran dapat memulai setiap sesi dengan menampilkan pesan pembuka atau doa singkat sebelum materi pembelajaran dimulai. Ini dapat membantu mengaitkan awal setiap sesi pembelajaran dengan suasana yang khusyuk dan berorientasi pada agama.

4. Pembentukan Kondisi Operant: Seorang guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada siswa yang rajin mengikuti kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Setiap kali siswa aktif dalam kegiatan tersebut, mereka mendapatkan poin atau stiker yang kemudian dapat ditukar dengan hadiah atau penghargaan lainnya. Guru atau pengajar dapat memberikan hadiah virtual kepada siswa yang aktif dalam berpartisipasi dalam forum diskusi, menjawab pertanyaan dengan benar, atau menyelesaikan kuis dengan nilai yang baik. Hadiah-hadiah ini dapat berupa poin atau tingkat keanggotaan yang lebih tinggi dalam komunitas pembelajaran online.

5. Penggunaan Sistem Penghargaan dalam Pembelajaran Online: Dalam platform pembelajaran online untuk Pendidikan Agama Islam, guru dapat memberikan poin atau penghargaan kepada siswa yang menyelesaikan modul pembelajaran atau menjawab pertanyaan dengan benar. Siswa dapat menggunakan poin ini untuk mendapatkan akses ke materi tambahan atau kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Platform pembelajaran juga dapat memiliki sistem penghargaan berbasis permainan, di mana siswa dapat mengumpulkan poin atau bintang saat mereka menyelesaikan tugas atau modul dengan baik. Poin-poin ini dapat ditukar dengan hadiah virtual atau keuntungan lainnya dalam platform tersebut.

Dengan memanfaatkan fitur-fitur ini dalam platform pembelajaran digital, pengajar dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang interaktif dan mendukung, serta memotivasi siswa untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Referensi :

Wayne k Hoy dan Cecil G Miskel ( Administrasi Pendidikan teori riset dan praktik :2014)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun