Mohon tunggu...
Fujianto
Fujianto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru yang punya hobbi menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengetuk Pintu Hati Murid dengan Restitusi Menuju Budaya Positif

28 Agustus 2022   19:41 Diperbarui: 31 Agustus 2022   02:15 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Para siswa berbaris sebelum memasuki kelas. (Foto: KOMPAS/REGINA RUKMORINI)

Pemikiran Ki Hajar Dewantra (KHD) menghentakkan pemikiran saya tentang dunia pendidikan. Pemikiran yang mencerahkan untuk menciptakan budaya positif dan melahirkan generasi emas untuk membawa Indoensia maju dan disegani dalam kancah internasional.

KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak diseuaikan dengan kodrat zaman dan kodrat alam.

Hal pertama yang dituntun adalah memahami diri sang murid dengan memenuhi 5 kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kebutuhan untuk diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan/penguasaan (power). 

Berikutnya beranjak memahami software sang murid berupa budipekerti dan perilaku anak untuk mempunyai nilai-nilai kebajikan yang sifatnya universal yang dapat dijadikan "landasan bersama" (common-ground), bagi beragam kepentingan, suku-bangsa, ras, agama, dan antar-golongan.

Tuntunan pada anak diarahkan dengan segenap upaya untuk melahirkan Profil Pelajar Pancasila yang mengandung enam dimensi yang mana kesemuanya berakar pada falsafah Pancasila yaitu (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; (2) Mandiri; (3) Bergotong-royong; (4) Berkebinekaan global; (5) Bernalar kritis; (6) Kreatif

Sang penuntun yang diperankan oleh sosok guru seyogyanya memiliki nilai-nilai guru penggerak yaitu berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif. 

Sosok ini mempunyai peran menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid (student agency) dan menggerakkan komunitas praktisi.

Ketika nilai dan peran guru penggerak sudah terinternalisasi dalam diri seorang guru maka akan mudah untuk memimpin sebuah perubahan positif di komunitasnya. Memimpin suatu perubahan diperlukan strategi agar berhasil tepat guna. 

Salah satu strategi yang digunakan adalah dengan penerapan inquiri apresiatif (IA), dimana pendekatan ini lebih banyak fokus melihat kekuatan dan nilai positif yang ada dibandingkan kelemahan dan nilai negatif. 

Penerapan IA menggunakan manajemen perubahan yang sistematis yang dikenal dengan BAGJA yaitu akronim dari buat pertanyaan, ambil pelajaran, gali mimpi, jabarkan rencana dan atur eksekusi.

Proses tuntunan guru terhadap murid di atas yang dilakukan dengan seksama akan melahirkan budaya positif dalam segala sendi kehidupan. 

Murid akan mempunyai motivasi internal berupa keyakinan diri yang mengharuskannya selaras dengan nilai-nilai kebajikan universal dimana hukuman dan penghargaan tidak terlalu berpengaruh besar dalam dirinya. 

Begitu juga guru akan memperlakukan murid dengan strategi memanusiakan manusia dengan memposisikan dirinya berada pada posisi kontrol manager dibandingkan pada posisi kontrol yang lain yaitu sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman dan pemantau. 

Usaha mendidik dan mengarahkan murid dilakukan dengan restitusi yang terkenal dengan pola segititiga restitusi yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan

Saya menyadari dengan sepenuhnya, sebelum tulisan ini saya tulis, posisi saya sebagai guru lebih banyak berperan sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah pada murid. Hal ini menghentakkan saya untuk segera beranjak belajar diri memposisikan sebagai pengambil peran kontrol manager.

Ada 2 hal baru yang saya rasakan sebagai pengalaman berharga dalam hidup saya yaitu (1)penghargaan bisa menghukum murid dalam jangka panjang (2) memanusiakan anak dengan penerapan segitiga restitusi dengan memposisikan diri dengan peran kontrol manager.

Saya merasakan kebahagiaan tersendiri ketika menerapkan restitusi plus peran kontrol manager dengan melihat wajah anak dengan wajah ketakutan saat bertemu dan ketika berpisah melihat anak dengan wajah ceria diiringi kesanggupan untuk introspeksi diri menuju kebaikan.

Semoga saya dan para guru di Indonesia senantiasa diberikan kekuatan untuk menuntun anak menumbuh kembangkan kodrat yang ada pada murid dan melahirkan generasi emas untuk Indonesia.

Fujianto
Guru SMAN 2 Sumenep

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun