pendidikan. Meski buku ditulis hampir tiga dekade yang lalu tapi gagasan-gagasan Postman dalam buku ini masih tetap relevan untuk melihat mengapa sistem pendidikan seringkali gagal memenuhi harapan dan langkah-langkah seperti apa yang perlu diambil untuk memperbaiki situasi ini. Postman mengkritik sistem pendidikan modern yang dianggapnya terlalu terobsesi dengan teknologi, standar penilaian, dan metode pengajaran yang canggih, sementara mengabaikan pertanyaan mendasar tentang apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan. Pendidikan seharusnya tidak hanya tentang mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga tentang membentuk karakter, memberikan makna, dan membantu siswa memahami dunia di sekitar mereka.
Neil Postman adalah seorang kritikus budaya dan pendidik terkemuka. membaca buku ketiganya yang berjudul "The End of Education" mengajak kita untuk merenungkan kembali tujuanNeil Postman memulai bukunya dengan pertanyaan mendasar: Apa tujuan dari pendidikan? Dia menekankan bahwa banyak diskusi tentang pendidikan terlalu fokus pada cara (means) dan melupakan tujuan (ends). Dalam konteks ini, tujuan pendidikan tidak hanya terbatas pada pencapaian akademik, tetapi juga mencakup pengembangan karakter dan membentuk cara berfikir peserta didik. Postman berargumen bahwa pendidikan modern telah kehilangan arah karena terlalu terobsesi dengan teknologi, standar penilaian, dan metode pengajaran yang kompleks. Dia menekankan bahwa pendidikan seharusnya lebih dari sekadar mempersiapkan siswa untuk dunia kerja, tetapi juga membentuk karakter dan memberikan makna hidup. Fokus yang berlebihan pada aspek teknis telah menyebabkan sistem pendidikan menjadi kering dan tidak inspiratif, yang pada akhirnya membuat siswa merasa terasing dan tidak termotivasi.
Kritik Terhadap Sistem Pendidikan Modern
Salah satu poin utama yang dikemukakan oleh Postman adalah bahwa pendidikan saat ini sering kali hanya dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang pragmatis. Sekolah-sekolah dianggap sebagai tempat untuk mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja yang kompeten, dengan keterampilan teknis yang dibutuhkan oleh pasar. Namun, Postman menganggap pendekatan ini sebagai pengabaian terhadap esensi pendidikan yang sesungguhnya.
Ia mengkritik bahwa tujuan pendidikan dewasa ini diarahkan pada utilitas ekonomi, konsumerisme teknologi dan  yang sering dijadikan jawaban atas krisis pembelajaran di sekolah-sekolah saat ini. Menurut Postman, harus ada tujuan yang lebih besar dan narasi yang bermakna sehingga sekolah bukan hanya menjadi "tempat penahanan", tetapi tempat dimana siswa mendapatkan perhatian dan pembelajaran yang sejati terjadi.
Pentingnya Narasi dalam Pendidikan
Narasi atau gagasan besar adalah salah satu konsep kunci yang diajukan oleh Postman. Ia berpendapat bahwa narasi yang kuat dan bermakna dapat memberikan siswa rasa tujuan dan arah hidup. Tanpa narasi yang jelas, pendidikan kehilangan maknanya dan hanya menjadi serangkaian aktivitas tanpa tujuan yang jelas. Postman memberikan contoh narasi besar seperti pencarian kebenaran, pemahaman sejarah, penanaman moralitas, dan pengembangan identitas pribadi yang dapat memberikan siswa rasa makna dan tujuan dalam kehidupan mereka.
Dampak Teknologi pada Pendidikan
Postman juga menyentuh dampak teknologi pada pendidikan. Ia menyatakan bahwa teknologi sering kali mengalihkan fokus dari proses pembelajaran yang mendalam dan reflektif ke konsumsi informasi yang cepat dan dangkal. Meskipun teknologi memiliki potensi besar untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, Postman memperingatkan bahwa penggunaan teknologi yang tidak bijaksana dapat merusak tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Relevansi dengan Sistem Pendidikan di Indonesia
Kritik dan pandangan Postman terhadap sistem pendidikan modern memiliki relevansi yang kuat dengan situasi pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia sering kali terlalu fokus pada nilai ujian dan prestasi akademis sebagai tolok ukur utama keberhasilan. Hal ini mirip dengan kritik Postman terhadap obsesi pada utilitas ekonomi yang pragmatis. Siswa masih saja diajarkan untuk menghafal dan lulus ujian daripada memahami dan mengeksplorasi ide-ide besar dibalik pengetahuan yang mereka dapatkan di kelas yang justru bisa memberi mereka pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan tempat mereka berada.
Kurikulum Merdeka yang diberlakukan saat ini mengusung gagasan yang bagus. Kurikulum ini berusaha memberikan kebebasan lebih besar kepada guru dan siswa untuk menentukan cara belajar yang paling sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka. Namun sayangnya meski gagasan kurikulum ini baik secara konseptual, sering kali pada tataran praksis, kurikulum sulit diterapkan secara ideal di lapangan. Kurikulum yang ideal seharusnya bisa diterapkan dengan baik oleh semua guru, namun kenyataannya banyak guru yang merasa bingung dan kewalahan dengan tuntutan kurikulum yang kompleks.
Kesulitan guru memahami dan menerapkan kurikulum bisa terjait dengan banyak faktor, salah satu diantaranya adalah "waktu luang" bagi guru. Guru di Indonesia tidak hanya bertugas sebagai pengajar saja, tetapi juga memiliki berbagai tugas tambahan lainya seperti wakil kepala sekolah atau staf, bendahara BOS, wali kelas, pembina kegiatan ekstrakurikuler, panitia berbagai kegiatan, serta tugas-tugas administratif lainnya yang menyita waktu yang tidak sedikit. Hal ini menyebabkan kurangnya waktu luang bagi guru untuk memperbarui pengetahuan mereka, mengembangkan keterampilan mengajar, juga mengurangi fokus perhatian terhadap karakter siswa dan bahkan mengurangi waktu guru untuk beristirahat. Akibatnya, kualitas pengajaran sering kali terpengaruh.
Disamping itu, salah satu permasalahan terkini dalam pendidikan di Indonesia adalah beban yang dirasakan oleh guru terkait berbagai platform teknologi. Meskipun tujuan dari platform-platform ini adalah untuk memudahkan pekerjaan guru dan meningkatkan efektivitas pembelajaran, kenyataannya sering kali justru menjadi beban tambahan. Guru harus menghabiskan waktu dan energi untuk memahami dan mengelola berbagai aplikasi dan sistem, yang kadang-kadang tidak terintegrasi dengan baik. Ini mengalihkan perhatian mereka dari tugas utama mengajar dan mendidik siswa
Tantangan Modern dalam Pendidikan
Seperti telah disinggung diatas, Postman mengkritik bagaimana pendidikan saat ini sering kali terjebak dalam diskusi teknis dan kehilangan fokus pada tujuan yang lebih besar. Debat tentang metode pengajaran, penggunaan teknologi, dan standar penilaian sering kali mengabaikan pertanyaan fundamental tentang apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan. Guru perlu kembali ke pertanyaan-pertanyaan dasar ini dan memastikan bahwa setiap aktivitas di kelas selaras dengan tujuan yang lebih besar tersebut.
Postman juga menggaris bawahi jika pendidikan itu tidak hanya ada di sekolah. Dia menekankan bahwa pendidikan adalah proses seumur hidup yang berlangsung di luar dinding kelas. Guru harus membantu siswa melihat bahwa belajar adalah bagian integral dari kehidupan mereka dan bukan hanya sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nilai atau lulus ujian.
Mengembalikan Narasi Bermakna dalam Pendidikan
Sebagai solusi atas krisis pendidikan ini, Postman mengusulkan untuk mengembalikan narasi yang bermakna ke dalam kurikulum pendidikan. Di Indonesia, ini bisa berarti lebih banyak penekanan pada pendidikan karakter, sejarah nasional yang diceritakan dengan cara yang menginspirasi, dan pengembangan rasa tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan yang baik. Alih-alih hanya mengejar angka, siswa bisa diajari untuk menjadi warga negara yang kritis, kreatif, dan bertanggung jawab.
Sebagai contoh, pengajaran sejarah nasional di Indonesia sering kali terbatas pada fakta-fakta dan tanggal-tanggal penting tanpa mengaitkan cerita tersebut dengan nilai-nilai dan pelajaran yang relevan bagi kehidupan siswa saat ini. Pelajaran sejarah perlu ditekankan sebagai sebuah narasi yang menginspirasi, yang mengajarkan tentang perjuangan, keberanian, dan pengorbanan para pahlawan, dengan demikian peserta didik akan lebih mungkin memahami dan menghargai pentingnya sejarah dan bagaimana mereka bisa berkontribusi pada masyarakat.
Pendidikan karakter dan kewarganegaraan adalah aspek lain yang perlu diperkuat dalam sistem pendidikan Indonesia. Dengan mengajarkan nilai-nilai seperti integritas, tanggung jawab, empati, dan kerjasama, siswa tidak hanya dipersiapkan untuk sukses secara akademis tetapi juga untuk menjadi warga negara yang baik dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan yang baik dapat membantu siswa memahami hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, serta mendorong partisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kesimpulan
Postman dalam buku ini menghendaki perubahan harus dilakukan Sekolah. Sekolah jangan sampai menjadi "ruang tahanan" bagi peserta didik dimana mereka dipaksa untuk mengikuti aturan, menghafal materi, dan lulus ujian tanpa memahami makna dan tujuan dari semua itu. Guru dan sistem kurikulum harus memberi ruang untuk eksplorasi kreatif, pemikiran kritis dan pengembangan karakter siswa secara holistik. Sekolah yang ideal bukanlah tempat dimana siswa "ditahan" untuk memenuhi segala persyaratan akademis, tapi tempat di mana mereka dapat menemukan makna dan tujuan dalam pembelajaran mereka
"The End of Education" karya Neil Postman mengajak kita untuk merenungkan kembali tujuan sejati dari pendidikan. Postman menekankan bahwa pendidikan harus dilihat sebagai proses holistik yang mencakup pengembangan intelektual, emosional, dan sosial siswa. Banyak sistem pendidikan modern sampai saat ini masih terjebak pada hasil akademik tanpa mempertimbangkan perkembangan keseluruhan siswa. Padahal, pendidikan harus membantu siswa berkembang secara menyeluruh, bukan hanya secara akademis.
Untuk mengatasi krisis pendidikan ini, penting bagi kita untuk mengembalikan narasi yang bermakna dalam kurikulum, memperkuat pendidikan karakter dan kewarganegaraan, serta menerapkan pendekatan holistik dalam pengembangan siswa. Dengan demikian, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya menghasilkan siswa yang cerdas secara akademis, tetapi juga individu yang berkarakter, berkontribusi positif bagi masyarakat, dan siap menghadapi tantangan masa depan. itulah sejatinya tujuan pendidikan dimana setiap interaksi guru-murid di kelas tidak hanya tentang mengisi kepala dengan informasi tapi tentang membentuk dan memberikan makna makna dalam kehidupan peserta didik kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H