Mohon tunggu...
Fuad Hasan
Fuad Hasan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Komentator

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Tanpa Pelangi

3 Mei 2012   05:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena keinginan yang kuat untuk berbakti, maka dengan terpaksa Pelangi mau bekerja ditempat yang orang-orang sebut pub itu. Setiap malam selepas isya, dia gunakan gincu berkilauan serupa cahaya kunang-kunang kemudian membiarkan rambutnya tergerai sampai menutupi payudaranya yang setengah terbuka, lalu siap melayani pelanggan menghabiskan gelas demi gelas bir sampai pagi menjelang.

Rupanya Midah lupa atau sengaja lupa menjelaskan bahwa tangan para pemabuk itu kerap kali tidak bisa diam, awalnya jemari itu hanya menyentuh tangan dan wajah, lama-lama merayap ke segala arah. Beruntung peraturan pub yang melarang pelanggan menyetubuhi pelayan di tempat, membuat Pelangi masih bisa mempertahankan kehormatannya.

Batinnya menangis. Ingin rasanya dia pergi, berhenti membiarkan tubuhnya dijamah puluhan pria hidung belang hanya demi keping-keping rupiah, namun keinginan kuat untuk berbakti pada ayahnya yang membuat Pelangi tetap bertahan. Tetap membiarkan tubuhnya terjamah, mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk kemudian digunakan oleh ayahnya untuk mabuk dan berjudi.

Tidak bisa dipungkiri, dengan tubuh molek dan wajah rupawan ditambah dengan pakaian yang menantang, membuat semua pria ingin menyetubuhi dirinya, termasuk ayahnya.

Suatu hari ketika hujan turun begitu deras, sang ayah yang sedang mabuk berjalan ke arah ke kamarnya, dengan langkah sulit ia memaksa masuk, seakan tidak peduli dengan tangisan Pelangi yang semakin kuat, ayahnya terus menghampirinya, lalu dengan paksa menanggalkan satu persatu pakaian yang melekat di badan mereka.

"Jangan takut sayang, ayah cuma mau mengajarkan kamu bagaimana berbakti," begitu kata ayah.

"Jangan ayah, istigfar! Ini Pelangi anakmu"

"Justru karena kamu anakku, maka ibumu tidak akan keberatan bila aku mencintaimu"

"Jangan ayah, jangan."

Hujan yang turun semakin deras menenggelamkan teriakan Pelangi, semenjak hari itu, setiap hujan turun, ayahnya selalu menyetubuhinya berulang-ulang. Sampai hujan akhirnya reda.

Selau terpikir olehnya untuk melaporkan ayahnya kepada pihak yang berwajib, namun cinta dan juga keinginannya untuk berbaktilah yang membuat dia tetap bertahan, menutup rahasia perbuatan dosa sang ayah. Bukankah agama melarang manusia untuk membuka aib orang lain. Begitu pikirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun