Di suatu pagi dimana matahari masih terlalu dini untuk bersinar, seorang pria tua dengan urat lelah yang tampak jelas di wajah. tampak sibuk mengayuh sepeda kumbang dijalan yang berlubang, beradu cepat dengan ratusan kendaraan bermesin buatan jepang. Dengan pakaian guru dan beberapa buku pelajaran engkau kayuh sepedamu kuat-kuat.
Hendak kemana wahai engkau pak tua??,bukankah seharusnya engkau masih terlelap di balik selimut menunggu seseorang membawakan arabika dan goreng pisang.
Nyatanya sang bapak ingin tetap bekerja, mengajarkan tentang bagaimana huruf-huruf terangkai menjadi kata untuk kemudian terasa lebih bermakna. Mengajarkan bagaimana nilai-nilai pancasila itu begitu bermakna. Sang bapak hanya ingin anak muridnya pintar agar kelak bisa membangun negara yang entah kenapa ia rasa belum juga merdeka.
Oh tahukah bapak setelah pintar kelak anak-anak muridmu akan sibuk membangun negara yang bukan negaranya, menjadi budak dengan bayaran ribuan dolar di perusahaan asing yang semakin membuat negara ini tidak merdeka.
Pernah disuatu siang ketika matahari tanpa malu-malu lagi memancarkan sinarnya, disuatu perempatan jalan dimana oksigen tampak menjadi barang yang sangat langka. seorang pengamen cilik berjalan tertatih-tatih, dengan ukulele ditangan kiri dia menghampiri setiap kendaraan untuk kemudian menyanyikan lagu beraliran melayu. Begitu semangat ia bernyanyi, mengumpulkan setiap keping rupiah.
Suatu saat ia ingin menjadi penghibur sejati katanya. Bernyanyi tanpa dibayangi rasa lapar, menghibur hati setiap orang yang mendengar.
Ketika sore hari menyapa sebelum hujan tiba saya tiba di suatu tempat dimana mereka berkumpul! Mereka siapa? Mereka itu yang sedang berlarian mengejar bola untuk kemudian mereka tendang. Mereka itu yang berkulit gelap!! Ada yang mengenakan kaos bola, kaos dalam, bahkan berbaju pramuka. Mereka yang saling berteriak “oper kadieu-oper kadieu”. Mereka yang tersenyum dengan gigi kuning walau sudah pakai pepsodent, bergaya seperti David Beckham dan berlari seperti Lionel Messi mengejar mimpi menjadi Michel Platini.
Oh kawan tahukah kawan bahwa mimpi mu akan dijegal PSSI??,
Jangan biarkan senyum itu hilang kawan…
Di suatu malam sehabis hujan, ditempat yang banyak rel kereta dengan langit berhiaskan pelangi berwarna hitam, saya bertemu seorang pelacur bernama Bulan. Dengan gaun berwarna jingga yang dia beli dibelakang stasiun kota seharga sekali bercinta ia menghampiri pria yang tiba untuk kemudian menyapa, bertanya dan mengajak bercinta.
Lalu kenapa juga dia menjadi pelacur?
Tidakkah melacur itu berdosa? Lalu dia menjawab “Tidakkah para pemimpin yang membiarkan rakyatnya menjadi pelacur itu lebih berdosa dari pada pelacur itu sendiri”.
Dia hanya bermimpi menjadi seorang penghibur saja katanya…
Hari semakin larut, malam hari hendak berganti menjadi pagi,
saya masih disini menghisap rokok yang tinggal sebatang.
Melihat mereka yang terus berlari mengejar mimpi…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H