Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Farmakoepidemiologi untuk Pengembangan Obat

28 Juli 2019   18:03 Diperbarui: 19 April 2021   19:37 3088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai ilmu pengetahuan yang baru, farmakoepidemiologi mendapat respons yang sangat bagus dari para ilmuwan, saintis, dan para pakar. Mereka yang memiliki latar belakang farmakologi, epidemiologi, dan khususnya yang ruang lingkupnya adalah pengembangan obat. 

Masuknya farmakoepidemiologi dalam kancah pengembangan obat ikut melengkapi perspektif yang selama ini sudah ada terlebih dahulu. Justru dengan adanya pendekatan baru, farmakoepidemiologi telah melengkapi aspek-aspek yang selama ini belum terlihat.

Dari asal katanya, farmakoepidemiologi, berasal dari penggabungan farmakologi dan epidemiologi. Posisi farmakoepidemiologi jelas yang mana penggabungan tersebut akan menyebabkan kedua ilmu pengetahuan asalnya, farmakologi dan epidemiologi menjadi suatu kesatuan yang dalam hal ini fenomena dalam farmakologi dan epidemiologi menjadi satu kesatuan dengan luaran yang semakin rinci dan tepat sasaran.

Kedua faktor tersebut, farmakologi dan epidemiologi dengan bentuk farmakoepidemiologi telah menjadi perspektif baru dalam pengembangan. Ini tidak muncul ketika masih dalam dua ilmu pengetahuan yang terpisah, sehingga aplikasinya berbeda.

Namun, dengan farmakoepidemiolgi, sebagai perspektif baru maka peran dari ilmu baru ini sangat signifikan, bahkan menjadi solusi dalam pengembangan baru. Ilmu baru ini sngat aplikatif dengan azas manfaat yang semakin besar bagi ilmu pengetahuan khususnya dan bagi kepentingan pasien dengan akan mendorong ditemukannya obat-obat baru yang inovatif.

Industri farmasi:

Peran dari farmakoepidemiologi dan industri farmasi pada dasarnya telah meluas secara signifikan dalam beberapa tahun belakangan. Epidemiologi saat ini kontribusinya telah mencakup beberapa fungsi dalam industri farmasi dan bioteknologi. Walaupun begitu, yang paling nyata dan terasa dari kontribusi epidemiologi secara historis adalah dalam pasca persetujuan evaluasi keamanan obat.

Walaupun baru sekitar 20 tahun yang lalu pemakaian farmakoepidemiologi tradisional yang berorientasi penyakit. 

Fase pertama dari pengembangan obat hanya merupakan wajah tantangan pada fase pertama pengembangan obat, yang mana ini merupakan wajah dari tantangan untuk pengembangan obat dan komersialisasi dalam waktu yang telah tercatat meningkat dalam aplikasi ilmu-ilmu epidemiologi pada semua fase pengembangan obat. 

Akan halnya pengembangan obat, farmakoepidemiologi memegang peran penting dalam fokus utama untuk menguraikan sejarah alamiah dari suatu penyakit. Bukan merupakan investigasi dari resiko obat dan manfaatnya. Yang lebih umum setelah adanya persetujuan awal pengembangan obat.

Dalam awal pengembangan obat, informasi deskriptif tentang kebutuhan pengembangan obat serta resiko obat dan manfaatnya lebih umum setelah persetujuan kandidat baru memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan untuk mendorong program riset.

Arah pengembangan penyakit dan distribusi, secara khusus variabilitas dalam dan akses populasi, adalah kunci dalam fase menentukan apakah suatu komponen telah memiliki potensi untuk preventif, pengobatan, atau memperlambat tumbuhnya suatu penyakit. 

Dalam fase akhir, ketika uji klinis sudah direncanakan estimasinya secara rinci termasuk keamanan obat pada manusia, untuk pencegahan, pengobatan, atau memperlambat tumbuhnya penyakit.

Dalam tahap akhir, ketika uji klinis telah direncanakan untuk menilai efikasi dan keamanan obat pada manusia, lebih tepat estimasinya dan rinci informasinya diperlukan.

Farmakopidemiologi umum memakai riset yang sudah dipublikasi. Data-data sekunder selama memiliki satuan yang sama, tujuan yang sama, dan masih up to date (terbaharui), maka masih dapat dipakai untuk penilitian epidemiologi.

Hal yang juga perlu diperhatikan adalah desain dari riset yang dipakai untuk data sekunder sehingga bisa dipakai untuk keberhasilan pasca persetujuan keamanan obat. Sudah umum bahwa data sekunder dapat dipakai untuk riset-riset farmakoepidemiologi selama visi dan sasaran sejalan.

Masalah keamanan obat memang menjadi topik riset yang serius karena menyangkut aspek manusia. Sementara itu, tantangan untuk menemukan obat-obat baru semakin sulit, yang mana memerlukan lebih banyak data terperinci dan akurat, serta mengolah, menganalisis melalui ilmu-ilmu baru yang semakin berkembang. 

Ini pula yang menyebabkan terbatasnya industri farmasi global yang tertarik dan mampu berinvestasi dalam mengembangkan obat-obat baru dan inovatif. 

Lebih jauh, industri obat baru dan inovatif tidak hanya ditunjang oleh kemampuan finansial tetapi juga ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, komitmen tinggi, dan mempunyai jam terbang yang memenuhi syarat.

Monitor resep obat:

Monitor resep obat yang dikenal dengan Prescrition Event Monitoring (PEM), merupakan kegiatan yang sangat signifikan dalamm empelajari, menganalisis, dan menyimpulkan pola penulisan resep dokter.

Dengan kegiatan ini akan dipahami pemakaian obat-obat tertentu, latar belakang dokter yang meresepkannya, tujuan penulisan resep tersebut, dan kaitannya dengan prevalensi penyakit di daerah tempat berdomisili dokter-dokternya. Masih banyak informasi yang bernilai dari kegiatan semacam ini.

Pada dasarnya PEM yang bisa dipakai dalam proses awal untuk mendesain pengembangan obat,  adalah menjumlahkan atau melakukan rekapitulasi  obat-obat yang diambil apotik dengan resep dari dokter umum.  DI Inggris, semua pasien terdaftar di National Health Service, dan dokter umum yang memberikan pelayanan primer dan yang menjadi jalan masuk ke dokter spesialis dan rumah sakit.  

Salah satu dari keuntungan dari NHS (National Health Service) dalam kaitannya dengan farmakoepidemiologi adalah catatan klinik dari dokter umum yabg tidak hanya data dari pelayanan kesehatan primer juga rincian berupa kontak dengan pelayanan sekunder dan pelayanan tertier  dan juga surat dari rumah sakit spesialis serta pasien yang sudah memperoleh izin meninggalkan rumah sakit, bahkan semua investigasi termasuk hasil laboratorium. 

Jadi, ini merupakan catatan medis seumur hidup. Jika pasien pindah domisili, maka semua catatan medisnya akan dikirim ke dokter umum yang baru.

Akan halnya PEM, memiliki aspek-aspek yang dinilai merupakan kekuatan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Sebagai metode, PEM tidak intervensi dengan pengobata
  • n dokter mempertimbangkan yang paling tepat untuk pasien.
  • PEM eksplrasi data yang berasal dari dari resep , mempertimbangkan pasien dalam jumlah besar tidak menebus resepnya, ini menguntungkan dibandingkan dengan farmakoepidemiologi karena sangat tergantung kepada resep.
  • Karena PEM basis datanya yang memiliki informaso sangat banyak dan luas, akan memliki informasi kesehatan yang penting.
  • PEM menizinkan hubungan langsung di antara staf riset dan dokter yan memberikan laporan.
  • PEM mengidentifikasi pasien dengan reaksi berkebalikan
  • Metode farmakoepidemiologi melengkapi PEM.

Sementara  itu, kelemahan dari PEM antara lain:

  • Tidak semua formulir dikembalikan yang mana bisa terjadi penyeleksian yang bias.
  • PEM dibatasi hanya untuk dokter umum. Sementara itu obat-obat yang dipakai di ruang rumah sakit tidak bisa dipelajari.
  • Studi ekspos oleh obat yang diberikan oleh farmasis dan bukan obat yang ditulis dalam resep merupakan keunggulan. Dalam hal ini tidak ada pengukuran terhadap tingkat kepatuhan pasien dalam mengikuti petunjuk dokter menggunakan resep yang obatnya diambil. Karena itu ekspos bisa berlebihan  pada bebera pasien.

Akan halnya pengembangan obat, farmakoepidemiologi sebagai pendekatan yang mutakhis merupakan pilihan yang tepat. Dengan memeriksa akurasi kebutuhan obat-obat tertentu yang kuat. Tentu saja farmakoepidemiologi bisa dilengkapi dengan pendekatan lain untuk mengtehaui pola pemakaian obat secara kualitas dan kuantitas. 

Salah satunya  adalah melalui  PEM (Prescription  Event Monitoring). Selain itu,  Utiliization Reviw) oleh WHO didefinisikan sebagai pemasaran, distribusi, resep dan pemakaian obat dalam masyarakat, dengan titik berat pada hasil konsekuensi, medis, sosial, dam ekonomi.data untuk mengembangkan obat. Dalam hal ini, telah didefinisikan sebagai penggunaan obat rasional sebagai titik awalnya.

Tergambar kompleksnya proses pengembangan obat baru dengan farmakoepidemiologi sebagai utamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun