Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Farmakoepidemiologi untuk Pengembangan Obat

28 Juli 2019   18:03 Diperbarui: 19 April 2021   19:37 3088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya PEM yang bisa dipakai dalam proses awal untuk mendesain pengembangan obat,  adalah menjumlahkan atau melakukan rekapitulasi  obat-obat yang diambil apotik dengan resep dari dokter umum.  DI Inggris, semua pasien terdaftar di National Health Service, dan dokter umum yang memberikan pelayanan primer dan yang menjadi jalan masuk ke dokter spesialis dan rumah sakit.  

Salah satu dari keuntungan dari NHS (National Health Service) dalam kaitannya dengan farmakoepidemiologi adalah catatan klinik dari dokter umum yabg tidak hanya data dari pelayanan kesehatan primer juga rincian berupa kontak dengan pelayanan sekunder dan pelayanan tertier  dan juga surat dari rumah sakit spesialis serta pasien yang sudah memperoleh izin meninggalkan rumah sakit, bahkan semua investigasi termasuk hasil laboratorium. 

Jadi, ini merupakan catatan medis seumur hidup. Jika pasien pindah domisili, maka semua catatan medisnya akan dikirim ke dokter umum yang baru.

Akan halnya PEM, memiliki aspek-aspek yang dinilai merupakan kekuatan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Sebagai metode, PEM tidak intervensi dengan pengobata
  • n dokter mempertimbangkan yang paling tepat untuk pasien.
  • PEM eksplrasi data yang berasal dari dari resep , mempertimbangkan pasien dalam jumlah besar tidak menebus resepnya, ini menguntungkan dibandingkan dengan farmakoepidemiologi karena sangat tergantung kepada resep.
  • Karena PEM basis datanya yang memiliki informaso sangat banyak dan luas, akan memliki informasi kesehatan yang penting.
  • PEM menizinkan hubungan langsung di antara staf riset dan dokter yan memberikan laporan.
  • PEM mengidentifikasi pasien dengan reaksi berkebalikan
  • Metode farmakoepidemiologi melengkapi PEM.

Sementara  itu, kelemahan dari PEM antara lain:

  • Tidak semua formulir dikembalikan yang mana bisa terjadi penyeleksian yang bias.
  • PEM dibatasi hanya untuk dokter umum. Sementara itu obat-obat yang dipakai di ruang rumah sakit tidak bisa dipelajari.
  • Studi ekspos oleh obat yang diberikan oleh farmasis dan bukan obat yang ditulis dalam resep merupakan keunggulan. Dalam hal ini tidak ada pengukuran terhadap tingkat kepatuhan pasien dalam mengikuti petunjuk dokter menggunakan resep yang obatnya diambil. Karena itu ekspos bisa berlebihan  pada bebera pasien.

Akan halnya pengembangan obat, farmakoepidemiologi sebagai pendekatan yang mutakhis merupakan pilihan yang tepat. Dengan memeriksa akurasi kebutuhan obat-obat tertentu yang kuat. Tentu saja farmakoepidemiologi bisa dilengkapi dengan pendekatan lain untuk mengtehaui pola pemakaian obat secara kualitas dan kuantitas. 

Salah satunya  adalah melalui  PEM (Prescription  Event Monitoring). Selain itu,  Utiliization Reviw) oleh WHO didefinisikan sebagai pemasaran, distribusi, resep dan pemakaian obat dalam masyarakat, dengan titik berat pada hasil konsekuensi, medis, sosial, dam ekonomi.data untuk mengembangkan obat. Dalam hal ini, telah didefinisikan sebagai penggunaan obat rasional sebagai titik awalnya.

Tergambar kompleksnya proses pengembangan obat baru dengan farmakoepidemiologi sebagai utamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun