Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

BLBI, Mengapa Pengadilan Tidak Mempertimbangkan Pendapat Masyarakat

26 Oktober 2018   17:12 Diperbarui: 26 Oktober 2018   18:27 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya proses persidangan SAT (Syafrudin Arsyad Temenggung) luput dari perhatian masyarakat. Ada beberapa alasan. Utamanya adalah kita berada Tahun Politik. Kemudian, sejujurnya kasus ini sudah terlalu lama. Namun oleh pihak yang berwenang seolah-olah baru terjadi. Padahal masalah BLBI sudah terjadi puluhan tahun. Coba saja lakukan survei, jajak pendapat, dan yang sejenisnya kepada para responden yang terdiri dari generasi millenial pasti mereka tidak tahu.

Di sisi lain, pihak berwenang sangat bersemangat dalam menggulirkan terus kasus BLBI-BDNI. Mayoritas para ahli sudah bagaikan berbusa membahas, mendiskusikan, dan bahkan menseminarkan kasus BLBI-BDNI. Bahkan sudah terbit puluhan artikel, bahkan ratusan naskah. Juga sudah ada beberapa buku yang diterbitkan   buku khusus. Kembali mayoritas yakin, percaya, dan setuju bahwa kasus sudah selesai terus saja dimainkan, digoreng, dan dipaksakan entah untuk kepentingan siapa. Yang pasti ini bagaikan pepatah, jauh panggang dari api. Masyarakat umumnya tidak peduli dengan kasus ini.  Boleh jadi hanya segelintir orang yang berminat, Entah untuk apa dan siapa.

Oleh karena kasus ini sudah lama namun tetap digelar, tidak salah ada yang menyebutnya sebagai kasus  daur ulang.  Celakanya, walau tetap digelar tidak ada yang merupakan aspek baru, Para ahli sudah ,menyebutkan bahwa kasus BLBI-BDNI sudah selesai, tetapi dianggap tidak selesai. Aneh tapi nyata.

Mau aspek lagi yang dibahas, dikaji, dan ditelaah. Sementara   sudah menjadi rahasia umum bahwa ujungnya kasus kasus BLBI-BDNI dengan sasaran khusus Syamsul Nursalim dan isterinya Ithih yamsul Nursalim. Padahal kewajiban mereka sudah selesai. Jadi, apa lagi?

Sementara, kasus SAT yang baru selesai dengan vonis 13 tahun, langsung SAT minta naik banding. Wow, babak berikutnya akan mulai. Pasti SAT tidak merasa bersalah. . Waduh, babak berikutmya pasti tetap menarik bagi yang berkepentingan di pihak pemerintah. Kalau masyarakat awam pasti tidak peduli.

Yusril?

Yusril Ihza Mahendra, sebagai pengacara kembali suara keras di pengadilan sebagai halnya cirinya sebagai pengacara kondang. Kali ini, Yusril muncul di pengadilan kasus SAT. Yusril dengan tegas menolak kehadiran jaksa Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) Alasan utamanya adalah hadirnya ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (KPK) pada sidang dugaan korupsi bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Dalam hal ini, kehadiran I Nyoman Waram sebagai ahli karena yang bersangkutan pernah menjadi auditor BPK yang pernah mengaudit kasus BLBI-BDNI. Keberatan Yusril karena yang bersangkutan sendiri yang melakukan audit. Namun, menurut Yusril I Nyoman Wara terkait dengan alat bukti sebelumnya. Oleh karena itu, ini berpotensi dualisme.

Atas dasar itu, Yusril meminta majelis hakim mengklarifikasi kepada jaksa penuntut umum dari KPK terkait I Nyoman Wara statusnya hadir sebagai sebagai saksi atau ahli pada persidangan itu.  Dalam  masalah ini, Majelis Hakim Yanto menyampaikan keberatan tim kuasa SAT bisa dimasukkan ke dalam pembelaan. Hanya saja, Yusril tetap meminta persoalan tersebut sebelum ahli diambil sumpahnya.

Sangat menarik ketika Yusril menyebut persidangan SAT sebagai tragedi pengadilan. Ini karena audit hasil kerja I Nyoman Wara dituangkan sebagai bentuk laporan yang kemudian menjadi laporan resmi BPK sekaligus sebagai dokumen.Dampaknya dokumen tertulis tersebut memiliki fungsi ganda surat keterangan ahli dan alat bukti surat..

Pendapat ahli:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun