Seperti biasa, Rizal Ramli, mantan Menko Ekuin, dengan lantang menegaskan bahwa Sri Mulyani telah melakukan kebijakan yang fatal dengan menjual murah aset BPPN eks BDNI. Â Bukan hanya melancarkan tuduhan yang didukung oleh bukti-nukti, Rizal Ramli juga dengan tegas mengusulkan kepada KPK (Komisi Pengawasan Korupsi) agar segera menangkap Sri Mulyani.
Dilanjutkan oleh Rizal Ramli, agar penanganan kasus ini  jangan hanya menyentuh kroco saja. Sementara itu ironinya, Sri Mulyani masih bebas saja, menurut Andrianto, Presidium Persatuan Pergerakan.
Masih menurut Rizal Ramli, yang mantan Ketua KKSK, yang dihadirkan oleh KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, bahwa aset BDNI yang diserahkan BPPN kepada Kementerian Keuangan pada akhir tahun 2005 senilai Rp 4,5 triliun. Â Celakanya, aset tersebut dijual oleh Sri Mulyani dengan harga hanya Rp 200 Â miliar.
Sangat menarik penyataan Rizal Ramli, bahwa Sri Mulyani bisa dianggap ikut andil merugikan keuangan negara. Tindakan Sri Mulyani  dengan melakukan obral aset negara, Rizal Ramli mendesak agar KPK proaktif dalam menyikapi  novum  baru yang disampaikan Rizal Ramli punya dasar yang kuat.
Singkatnya, Â menurut Rizal Ramli, bahwa Sri Mulyani yang berselimutkan skandal masih belum tersentuh hukum.
Pernyataan Rizal Ramli tersebut disampaikan saat dihadirkan sebagai saksi pada persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BDNI di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Akan halnya tindakan semena-mena yang dilakukan dengan obral, patut dipertanyakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain itu, gaya obral sangat aneh. Bagaimanapun ini bukan merupakan sesuatu yang dikategorikan  sale. Apa yang merupakan justifikasi oleh Sri Mulyani tersebut? Juga apa sebetulnya melatarbelakangi dalam penjualan murah tersebut ?
Bagaimana dengan SOP (Standard Operating Procedure) dalam menjual aset tersebut? Apalagi kasus SKL BLBI dari eks BDNI masih merupakan primadona dari banyaknya  kasus di BLBI. Khususnya yang merupakan topik terbarukan dan relevan, memiliki daya tarik yang sangat tinggi dari begitu banyaknya kasus BLBI.
Akan halnya kasus obral aset negara, seharusnya penataan aset-aset negara dilakukan dengan baik. Bagaimanapun aset-aset tersebut mempunyai nilai yang bermakna. Bagaimana tanggung jawab Sri Mulyani dalam pengelolaan aset-aset dari eks BDNI? Sangat wajar jika Rizal Ramli mempertanyakannya  masalah yang sangat penting ini. Tentu saja masyarakat menunggu jawaban yang jujur dari Sri Mulyani. Sepertinya Sri Mulyani melihat rendah dalam mengelola aset-aset eks BDNI.
KPK bermain opini:
Masih dalam persidangan SKL BLBI BDNI, terdapat fakta baru yang baru muncul bahwa pemberian SKL adalah semata-mata mengikuti kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pejabat-pejabat dari pemerintahan sebelumnya.Selain itu, menunjuk pada penyelesaian BLBI yang dilakukan melalui MSAA (Master Sttlement and Acquisiton Agreement) pada pemerintahan Presiden BJ Habibie (1998-1999) yang diteruskan pada pemerintahan Abdurrahman Wahid. Sedangkan dalam pelaksanaannya oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang waktu itu dipimpin oleh Glenn Yusuf yang memberikan  release  and discharge (R & D) kepada mereka yang telah memenuhi kewajibannya sesuai MSAA.
Sebagai tambahan, dalam R & D sendiri telah dinyatakan bahwa dengan telah diselesaikannya seluruh kewajiban oleh Pemegang Saham Bank Dagang Nasional Indonesia (PS BDNI) sesuai MSAA, pemerintah membebaskan dan melepaskan PS BDNI. Bank BDNI, para komisaris, dan para direkturnya dari setiap kewajiban lebih lanjut untuk pembayaran BLBI. Pemerintah juga mengakui dan dan setuju tidak akan memulai atau melakukan apapun atau menjalankan hak hukum apapun yang dimiliki, bilamana ada, terhadap PS BDNI, Bank BDNI, para komisaris dan direkturnya, serta pejabat lainnya akan segala hal yang berkaitan dengan BLBI.
Pernyataan di atas telah diungkapkan oleh Ahmad Yani merupakan kuasa hukum mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Lanjut oleh pengacara Ahmad Yani, bahwa karena penyelesaian melalui MSAA dan penegasannya pada R & D, oleh karena itu penyelesaian BLBI ini harus diputuskan melalui pengadilan perdata . Bahkan tidak akan melakukan tuntutan hukum apapun juga.
Masih dalam MSAA, yang dalam perjanjiannya , jika ada perselisihan maka harus diselesaikan melalui jalur perdata. Tapi dalam kasus ini, perihal MSAA yang sejatinya permasalahan dengan perdata dengan sengaja dijadikan kasus pidana. Dengan tegas, pengacara Ahmad Yani bahwa ini sangat tidak adil bagi Syafruddin Tumenggung.
Obral:
Menurut catatan, tidak kurang dari  48 perusahaan menerima BLBI.  Bagaimana status mereka? Apa sudah dilakukan penyelesaiannya? Sebaiknya ada informasi yang komprehensif sehingga masalah ini jelas posisinya.Dengan demikian masyarakat tidak akan bertanya-tanya lagi. Sementara itu, kasus SKL BLBI BDNI dibahas terus, padahal kasus BLBI BDNI sudah diselesaikan dengan baik sesuai dengan MSAA yang mana  telah dilakukan R & D. Jangan-jangan setiap kasus BLBI muncul ujung-ujungnya selalu muncul nama Syamsul Nursalim, menurut pengacara Dr Otto Hasibuan pada acara teve yang paling ramai, Indonesia Lawyers Club. Kalau mengikuti gaya Naga Bonar, apa kata Dunia?
Sementara itu, bagaimana tindak lanjut aset-aset eks perusahaan-perusahaan BDNI? Bagaimana dengan nasib aset-aset tersebut? Yang menarik justru ketika masalah ini terungkap oleh Rizal Ramli.
Seharusnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan bisa menjelaskan duduk perkaranya. Masyarakat terheran-heran ketika mendengar adanya obral aset pemerintah. Memang ini orbral gaya di Pasar Rumput? Atau ala Pasar Baru masa lalu? Apa betul telah terjadi obral  tersebut? Mengapa harus di obral? Apakah tidak terjadi cara alternatif? Namun demikian, yang utama adalah bahwa sebetulnya prosedur bakunya bagaimana?
Permasalahan ini harus diselesaikan melalui jalur hukum. Â Oleh KPK. Sebagai lembaga yang kredibel dan kompeten serta berwenang, sudah seyogyanya KPK bergerak cepat menyelidiki permasalahan ini. Jangan pula sampai terjadi persepsi yang salah di masyarakat bahwa KPK bermain-main dengan waktu dalam masalah ini? Bagaimanapun,aset pemerintah yang merupakan aset eks BDNI tidak sedikit jumlahnya. Â Sebagai pejabat yang bertanggungjawab, masyarakat mengharapkan kerja sama yang baik dari Sri Mulyani.
Sebagai catatan, masyarakat kita sangat sadar bahwa dalam era sekarang, informasi semacam kasus-kasus BLBI sangat bernilai dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Sudah pasti masyarakat tidak mengharapkan bahwa masalah-masalah BLBI akan berlanjut sampai 10 Â tahun mendatang. Karena ini akan menghabiskan energi saja. Sangat bijak jika kasus-kasus BLBI bisa diselesaikan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Apa bisa? Kita tunggu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H