Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masih Adakah Peluang Bisnis Udang di Indonesia?

5 Juni 2017   15:27 Diperbarui: 5 Juni 2017   22:56 2251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem lain yang banyak dipakai dalam budidaya udang adalah  sistem resirkulasi tertutup. Dalam sistem ini air didaur ulang. Di sini air buangan tambak udang ditampung dan kemudian dibersihkan dengan proses khusus sehingga menjadi air yang layak  dan memenuhi syarat untuk budidaya udang.

Prospek:

Bisnis budidaya udang  sangat prospektif, bahkan tidak berlebihan jika bisnis ini sangat bagus dalam jangka panjang dan berkesinambungan. Boleh jadi ini pula yang jadi alasan ketika  Pudjiono, Gubernur Lampung pada waktu itu, meminta pengusaha Sjamsul Nursalim untuk investasi dalam budidaya udang di Lampung, ide yang disampaikan langsung disambut dengan tangan terbuka oleh putera Lampung ini. Ia pun membentuk perusahaan khusus untuk menangani budidaya udang, PT Dipasena Citra Darmaja.

Usaha budidaya udang oleh PT Dipasena Citra Darmaja dimulai pada tahun 1989. Pendekatan yang dipakai saat itu adalah dengan menjalankan pola kemitraan di kecamatan Rawajitu, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.  Usaha ini berjalan dengan sangat lancar. Ini terlihat dengan keberhasilan menyumbang devisa USD 3 juta di tahun 1990-1991. Keuntungannya juga sangat luar biasa, tercatat USD 10 juta di tahun USD 30 juta pada 1992. Puncaknya adalah pada 1995-1998 yang mana PT DCD mencatat keuntungan sebesar USD 167 juta.

Sukses besar ini hanya berjalan sekitar 8 tahun. Pola kemitraan antara perusahaan sebagai inti dan petambak sebagai plasma berantakan ketika terjadi perselisihan antara pihak PT DCD dengan para petambak. Padahal model kemitraan ini akan dijadikan model oleh pemerintah dalam budidaya udang di daerah lainnya.  Dengan adanya krisis moneter keadaan berubah drastis, terkait dengan kasus BLBI-BDNI, semua aset PT DCD termasuk hutang para petambak yang telah menjadi aset BDNI, belakangan direstrukturisasi, dialihkan ke BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).

Cerita ini masih berlanjut, pada September 2004 Dipasena masuk ke dalam program revitalisasi yang merupakan amanat DPR. Program revitalisasi ini juga merupakan program kerja 100 hari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu baru saja terpilih.  Melalui program revitalisasi ini, tambak Dipasena akan  dipulihkan ke kondisi awal  dengan memperbaiki pola kemitraan.  Aset PT Dipasena yang telah diambilalih oleh BPPN kemudian diserahkan ke PT PPA (Perusahaan Pengelola Aset Negara).  Namun pada 24 Mei 2007 PT PPA menjual aset dan saham PT Dipasena  ke PT Central Proteina Prima (Grup CPP)  melalui penjualan kontroversial. Tepatnya aset  Dipasena dijual hanya Rp 688 milyar, jauh di bawah nilai aset yang sebenarnya.  PT CPP yang merupakan anak perusahaan  Charoen Pokphand dari Thailand.  Sayangnya kerja sama kemitraan ini, akhirnya juga bubar.

Revitalisasi Jilid Dua yang dicanangkan  oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini, nampaknya cukup menggembirakan. Keseriusan dari proses ini dibuktikan oleh Menteri KKP Susi Pudjiastuti  yang turun langsung memantau program revitalisasi jilid dua. Apalagi produksinya meningkat terus, yang pada 2015 saja sudah mencapai 785.900 ton. Tambak udang Dipasena sedang disiapkan menghadapi persaingan global, dan akan menjadi yang terbesar di Asia bahkan di Dunia.

Tentu saja para pemangku kepentingan dari tambak udang ini sangat berharap bahwa target itu bisa dicapai. Ini membuktikan bahwa budidaya udang memang sangat prospektif dan memiliki masa depan yang bagus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun