Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dilema BPJS Kesehatan, Antara Bisnis dan Pelayanan Kesehatan

25 April 2017   16:41 Diperbarui: 26 April 2017   03:00 3985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya terkuak juga bahwa BPJS Kesehatan didera defisit yang berkepanjangan.  Diperkirakan saat ini defisit tersebut sudah mencapai Rp. 18 trilyun. Bukan uang yang sedikit. Yang menakutkan, bahwa angka defisit ini akan terus bertambah dalam tahun-tahun mendatang. Apa yang terjadi dengan BPJS Kesehatan? Apa inti permasalahan dari BPJS Kesehatan sehingga mengalami masalah yang sedemikian serius? Sudah sejauh mana dilakukan upaya untuk menanggulangi masalah yang sangat mendasar semacam ini?

Sesungguhnya persoalan defisit BPJS Kesehatan sudah sering dibahas dalam ruang-ruang perkuliahan, seminar, dan diskusi, namun sepertinya pandangan-pandangan yang muncul dari kegiatan-kegiatan tersebut seperti tidak berdaya dan hanya sekadar masukan untuk dibahas lebih lanjut. Yang tidak kalah menariknya adalah adanya pendapat bahwa pemerintah wajib mengucurkan dana dan DPR harus menyetujuinya karena pada dasarnya uang tersebut adalah milik BPJS Kesehatan. Apa betul opini seperti ini?

Melihat dari potret besar BPJS Kesehatan yang defisitnya sudah begitu besar nampaknya masalah finansial menjadi masalah utama di sini.  Secara kasat mata pasti uang keluar jauh lebih besar dari uang masuk. Boleh jadi ada kesalahan dalam membuat prediksi bisnis khususnya dalam aspek finansial? Masalah arus kas sepertinya menjadi persoalan laten yang harus ditanggulangi secepatnya. Kalau tidak banyak yang menerima dampaknya mulai dari rumah sakit sampai ke distributor obat dan alat kesehatan. Dengan sendirinya agar tidak menjadi  lingkaran yang membingungkan harus ada terobosan untuk jangka pendek. Hanya saja dalam jangka panjang yang sangat urgen adalah perlunya perubahan yang mendasar dalam pengelolaan BPJS Kesehatan.

Prinsip dasar:

Sebagai prinsip dasar dari BPJS Kesehatan sebetulnya sangat bagus dan sangat mulia. Dalam hal ini, yang sehat memberikan subsidi kepada yang sakit, dan yang kaya memberikan subsidi ke yang miskin. Prinsip dasar ini pasti semua setuju. Karena bagaimanapun yang kondisinya lebih beruntung harus membantu mereka yang kurang beruntung.

Secara garis besar, analisis, perkiraan, dan prediksi yang dibuat oleh tim yang ditunjuk pemerintah sudah memadai. Ini tercermin dalam rencana kerja BPJS Kesehatan dalam menampung masyarakat yang sebelumnya sudah memiliki berbagai asuransi pemerintah, Angkatan Bersenjata dan Polri. Tahapan-tahapan yang dibuat terlihat meyakinkan.

Pada saat BPJS Kesehatan mulai bergulir optimisme terlihat di wajah para petinggi pemerintahan saat itu. Keinginan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi seluruh bangsa Indonesia sudah dimulai walau ada beberapa pentahapan. Namun, dalam cetak biru jelas sekali perlindungan kesehatan akan diberikan bagi mereka yang mendaftar menjadi anggauta BPJS Kesehatan dan membayar iuran sesuai dengan kesepakatan yang harus disetujui oleh kedua belah pihak. Prospek masa depan yang baik bagi BPJS Kesehatan sangat jelas terpateri pada wajah para pengelolanya.

Sementara itu, pihak pasien yang sudah lama mendambakan Sistem Jaminan Sosial Nasional menyambut gembira kebijakan pemerintah yang sangat strategis ini. Suka cita adalah suasana di masyarakat. Pihak Rumah Sakit, apotik, dan industri farmasi yang menandatangani kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan sudah mulai menghitung arus dana yang akan masuk. Tentu saja mereka harus memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan kesepakatan bersama.

Mimpi buruk:

Awal dari pembahasan konsep Jaminan Kesehatan Nasional, boleh jadi dimulai dengan semangat tinggi dan penuh dengan idealisme. Bagaimanapun, kalau konsep ini terlaksana maka ini akan menjadi salah satu Sistem Jaminan Sosial terbesar di dunia. Ini dikaitkan dengan populasi Indonesia yang begitu besar, maka biaya pelayanan kesehatan akan jumlahnya sangat besar. Hal yang sama berlaku untuk biaya obat. Belum lagi kalau dihitung jumlah rumah sakit, klinik, dan apotik yang terkait dalam jaringan Jaminan Kesehatan Nasional jumlahnya akan sangat banyak.

Potensi yang sangat besar dari Jaminan Kesehatan Nasional pasti akan berdampak luas pada dunia bisnis. Perputaran uang yang besar dalam sektor kesehatan ini pasti akan menjadi incaran industri farmasi kita. Lebih jauh lagi, industri farmasi global juga pasti tertarik untuk memperoleh kue bisnis Jaminan Kesehatan Nasional ini. Semua pihak tertarik. Wajar jika mereka akan pasang ancang-ancang menunggu saat dimulainya Jaminan Kesehatan Nasional.

Fase berikutnya adalah pembentukan badan usaha khusus untuk menangani pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk itu dibentuk  BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja. Dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja diadakan khusus untuk para karyawan. Sedangkan untuk masyarakat luas adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Dalam hal jumlah keanggautaan maka BPJS Kesehatan adalah yang terbesar. Ini pula mengapa pembentukan badan usaha ini memakan waktu, apalagi dalam pemilihan para direksi dan komisarisnya.

Semangat yang tinggi disertai altruism karena menyangkut kesehatan bangsa Indonesia masa kini dan mesa mendatang ternyata mulai menghadapi realita di lapangan yang sangat diluar perkiraan. Pasien yang membludak namun obatnya kurang ditemui dalam waktu yang tidak terlalu lama dan diresmikannya BPJS Kesehatan. Rumah sakit mengeluh karena pembayarannya terlambat. Dokter dan perawat merasakan penghasilan mereka berkurang dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya BPJS Kesehatan. Industri Farmasi mengalami masalah dalam arus kas mereka. Apotik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan merasakan gangguan yang lebih kecil dibanding industri farmasi secara nilai absolut, namun relatif besar nilainya bagi apotik. Alhasil terjadi mimpi buruk bagi semua pihak. Defisit yang pertama mulai dialami oleh BPJS Kesehatan.

Manajemen:

Dari kasat mata  sesungguhnya pada tubuh BPJS Kesehatan telah berlaku pepatah lama, lebih besar pasak dari pada tiang. Pengeluaran uang yang begitu deras, besar, dan dahsyat ternyata tidak mampu diimbangi oleh pemasukannya. Situasi seperti ini pasti tidak bisa didiamkan. Walaupun institusi ini bekerja untuk melayani masyarakat luas dalam jaminan kesehatan, pada dasarnya BPJS Kesehatan juga suatu institusi bisnis. Sebagai institusi bisnis, maka BPJS Kesehatan harus tetap eksis sesuai dengan visi dan misinya. Selain itu, BPJS Kesehatan harus berkembang untuk mememberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat yang merupakan anggautanya. Untuk itu BPJS Kesehatan harus juga sehat.

Melihat persoalan intinya adalah aspek keuangan, maka pengaturan keuangan yang harus ditata ulang sesuai dengan kaidah tata kelola perusahaan yang baik.Lebih dalam lagi, tentu yang dimaksud adalah bahwa manajemen keuangannya harus diatur dengan bagus. Bahkan, nampaknya strategi finansialnya yang harus ditelaah lebih jauh, boleh jadi ada kesalahan strategi finansial dalam mendisain, menjalankan, dan mengembangkan BPJS Kesehatan dari aspek finansial.

Karena yang bermasalah adalah manajemen pengelolaan dilihat dari aspek finansial, maka pada akhirnya akan tiba pada sumber daya manusianya khususnya pada manajemen pengelolanya atau mereka yang menduduki manajemen puncak. Pertanyaan utama di sini adalah sejauh mana kompetensi dan pengalaman mereka dalam bidang keuangan? Karena kita bisa lihat kebijakan Kantor Menteri BUMN akhir-akhir ini telah mengambil keputusan drastis dengan menggantikan beberapa pimpinan puncak BUMN dengan mereka yang mempunyai latar belakang, kompetensi, dan jam terbang dalam dalam bidang keuangan dengan alasan utama bahwa beberapa BUMN tersebut memang memerlukan pimpinan puncak seperti itu untuk kebutuhan beberapa BMUN Tersebut. Trend semacam ini boleh jadi akan berlaku bagi banyak BUMN termasuk BPJS Kesehatan yang didera masalah keuangan. Bagaimanapun, kita bisa melihat bahwa mayoritas perusahaan-perusahaan global yang bisa bertahan kokoh adalah perusahaan-perusahaan yang secara finansial kuat. Bahkan ini terlihat pada badan-badan usaha yang bisa bertahan sampai beberapa generasi. Survai yang telah dilakukan oleh majalah bisnis termasyur, FORTUNE, telah dan selalu membuktikan demikian. Tentu saja ada aspek lain yang juga ikut menentukan adalah sejauh mana suatu badan usaha mampu terus berinovasi. Karena ini juga merupakan kata kuncinya.

Akan halnya BPJS Kesehatan, kondisinya sudah sangat mendesak. Akhirnya diperlukan nakhoda yang mampu membawa kapal besar bernama BPJS Kesehatan melewati ombak yang besar sehingga mencapai tujuannya. Setiap detik waktu sangat berharga.  Karena ini masalah pelayanan kesehatan , setiap saat ada yang sakit, yang pasti memerlukan pelayanan kesehatan yang prima. Semuanya memerlukan dana yang tidak sedikit yang hanya bisa diberikan oleh suatu BPJS Kesehatan yang juga sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun