Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menghapus Apotek Rakyat, Solusi Pemberantasan Obat Ilegal?

15 September 2016   20:52 Diperbarui: 16 September 2016   10:38 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghapus Apotik Rakyat?

Keinginan Kementerian Kesehatan untuk menghapuskan, menghilangkan, sekaligus mencabut izin beroperasi Apotek Rakyat tentu memiliki alasan-alasan yang kuat. 

Langkah selanjutnya adalah bahwa para pemilik Apotek Rakyat diminta meningkatkan statusnya menjadi apotek atau menurunkan jadi toko obat sesuai ketentuan. Jika pilihannya menjadi toko obat berarti tidak bisa menjual obat yang diambil melalui resep dokter. Sebagai toko obat hanya boleh menjual obat bebas dan obat bebas terbatas. Untuk itu diperkirakan masa transisinya antara 3 sampai 6 bulan.

Sementara, pembelaan diri datang dari pihak Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka yang intinya menyebutkan bahwa pengawasan obat di Apotek Rakyat tidak berjalan. Bahkan apoteker pun dianggap bersalah karena hanya mengambil honor bulanan tanpa melakukan pengawasan.

Padahal dari aturan main, semuanya sudah jelas pembagian kerjanya yang antara lain pengawasan perdagangan obat dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan, sedangkan pengawasan mutu dan izin edar adalah urusan Badan Pengawas Obat dan Makanan, sementara izin apoteker, administrasi, dan pengadaan berada di pihak Dinas Kesehatan.

Kembali kepada keinginan untuk mencabut eksistensi Apotek Rakyat, apakah ini solusi yang terbaik? Apakah dengan tidak adanya Apotek Rakyat akan menjamin perdagangan dan peredaran obat akan resmi, legal, dan bertanggungjawab? Hanya saja perlu dicatat bahwa hendaknya pencabutan izin Apotik Rakyat tidak dikaitkan dengan sudah adanya BPJS yang mengelola obat-obat dalam Jaminan Kesehatan Nasional. 

Bagaimanapun, di sana-sini obat-obat suka langka walau sudah ada BPJS. Karena fakta sementara itu, sudah bisa diperkirakan bahwa mayoritas Apotek Rakyat akan berubah menjadi toko obat.

Sedangkan yang menjadi apotek kalaupun ada jumlahnya tidak banyak sebab modal untuk mendirikan apotek tidak sedikit. Oleh karena itu, apakah dijamin tidak ada penjualan obat yang harus diambil dengan resep dokter yang dilakukan secara terselubung? Apakah pengawasan akan berjalan lancar dan tidak terjadi pelanggaran kembali? Masih banyak pertanyaan-pertanyaan hipotesis yang bisa diungkapkan.

Karena pada akhirnya perdagangan obat yang begitu kompleks mensyaratkan pengawasan yang sangat ketat, berkesinambungan, dan penuh disiplin. Sementara obat-obat yang dibutuhkan pasien dan masyarakat harus dijamin ketersediaannya, harganya terjangkau, dan kualitasnya memenuhi syarat. 

Kalau tidak maka perdagangan obat yang tidak resmi, ilegal, dan tidak bertanggungjawab akan muncul kembali dalam bentuk lain. Ini pilihan yang tidak mudah dan dilematis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun