Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Selamat Tinggal KPK?

23 Oktober 2015   17:12 Diperbarui: 23 Oktober 2015   17:12 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nampaknya serangan terhadap KPK belum berakhir. Bahkan tidak ada habisnya. Kali ini serangan terhadap KPK tidak main-main, serius. Ini terlihat dengan upaya membatasi usia KPK untuk 12 tahun. Dengan kata lain maka KPK akan berakhir.

Kalau sebelum ini serangan ditujukan terhadip pribadi-pribadi para pimpinan KPK, yang sampai saat ini belum selesai prosesnya. Maka kali ini serangan terhadap KPK bersifat legal. Kalau dalam permainan catur, namanya schaak mat?

Mengapa demikian? Jelas sekali upaya tersebut  tujuannya mengakhiri eksistensi KPK dengan alasan bahwa KPK adalah lembaga ad hoc yang artinya bersifat sementara. Argumentasi lain adalah bahwa sejak awal pembentukkannya masa kerja KPK  adalah 12 tahun.

Tentu saja bahwa argumentasi tersebut menimbulkan perdebatan khususnya dengan penghitungan waktu 12 tahun. Namun dengan PDIP sebagai motor dari upaya untuk mengakhiri KPK nampaknya ini permasalahan serius. Apalagi partai-partai lain juga menyatakan dukungannya.

Sementara itu, masyarakat suaranya berseberangan dengan keinginan para politisi kita. Masyarakat  sangat mendukunung eksistensi KPK karena melihat prestasi dan kinerja serta pencapaian KPK selama ini. Tidak ada alasan untuk menyetop hak hidup KPK. Apalagi korupsi masih merajalela, sehingga niat untuk menghabisi hidup KPK merupakan tindakan yang salah, sembrono, dan tidak pada tempatnya. Apalagi kalau memakai azas manfaat, jelas bahwa negara merasakan manfaatnya yang besar dengan keberadaan KPK.

Dukungan masyarakat terhadap KPK sepertinya akan membesar dan meluas.  Bagaimanapun selama ini memang KPK dekat di hati rakyat. Suatu survey menunjukkan bahwa KPK adalah institusi yang paling dipercaya di republik ini. Namun mengapa muncul keinginan untuk mencabut nyawa KPK ? Ini pertanyaan penting, mendasar, dan menarik untuk dibahas walau jawabannya belum tentu mudah diperoleh.

Latar belakang:

Entah dari mana asal muasal keinginan DPR merevisi  UU no 30/2002.  Seperti diketahui UU ini memiliki 2 landasan. Pertama  adalah Undang-Undang nomor 28 tahun 1999. Undang-Undang ini adalah tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedua adalah Undang-Undang nomor 31 tahun 1999.  Undang-Undang ini adalah tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Menilik dua Undang-Undang yang menjadi landasan kalau ditelaah lebih jauh sangatlah lengkap. Tidak perlu diperdebatkan lagi. Para pembuat Undang-Undang ini secara komprehensif sudah memahami tujuan dari diadakannya KPK.  Tersirat untuk memberantas KKN sampai ke akar-akarnya.

Dengan landasan yang kuat maka KPK mulai melaksanakan tugas-tugasnya dalam pemberantasan korupsi. Dalam perjalanannya kita tahu prestasi, pencapaian, dan sepak terjang KPK dalam memberantas korupsi. Sudah tidak terhitung jumlah pejabat dan yang bukan pejabat dijerat, ditangkap, dan dihukum karena tindak pidana korupsi. Namun, setelah 13 tahun, tepatnya setelah 12 tahun, suara-suara miring, skeptis, dan bahkan curiga muncul terhadap KPK.

Secara tersurat alasan DPR untuk merevisi UU no 30/2002 antara lain pada titik berat tugas KPK pada pencegahan korupsi dan bukan pada penindakan dan pemberantasan korupsi. Kemudian revisi tersebut adalah pada pembatasan masa 12 tahun sejak RUU disahkan. Selain itu, bahwa KPK hanya berwenang menangani kasus dugaan korupsi yang nilainya minimal Rp 50 milyar. Lainnya lagi adalah bahwa KPK tidak berhak lagi untuk penuntutan yang dialihkan ke Kejaksaan, dan kewenangan penyadapan harus seizin ketua pengadilan setempat dengan terlebih dahulu ada bukti permulaan yang cukup.

Tersirat:

Barangkali yang paling seru untuk diperdebatkan adalah apa yang tersirat.  Bagi para pendukung KPK, jelas sekali ada skenario besar di balik layar. Skenario utama yang tersembunyi dari upaya ini. Nampaknya yang menjadi sasaran pertama adalah pelemahan KPK dan berakhir di pembubaran KPK.

Para fans KPK  melihat bahwa kerja KPK belum selesai. Ini dengan terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang sedang diproses KPK. Oleh karena itu wajar bahkan mutlak KPK harus eksis terus dan diperkuat dari berbagai aspek.  Dengan sendirinya upaya sekecil apapun untuk melemahkan KPK  apalagi yang hendak mematikan merupkan tindakan tidak bermoral. Genderang perang memang sudah ditabuh oleh para fans KPK.

Supaya imbang, tentu saja kita harus bertanya kepada mereka yang kritis terhadap KPK. Mereka mengakui bahwa sudah banyak jasa, upaya, dan hasil kerja KPK dalam memberantas korupsi.  Sayangnya korupsi tidak berkurang, bahan merajalela.  Kesimpulannya adalah KPK sulit untuk diandalkan dalam penumpasan korupsi.  Harus ada penguatan dalam tubuh KPK.  Artinya, jika ada celah-celah maka harus segera ditutup. Bahkan yang lebih mendasar lagi adalah bahwa fundamen dari KPK harus diperkuat. Tetapi, apa bisa? Bagaaimana caranya?

Permasalahan utama dari keinginan untuk memperkuat KPK adalah banyaknya para pemangku kepentingan dari KPK. Masing-masing pemangku kepentingan jelas ingin mendahulukan kepentingan sendiri. Celakanya, bukan tidak mungkin terjadi tumpang tindih, gesekan, dan bahkan tabrakan di antara kepentingan-kepentingan tersebut. Masalah ini tidak mudah dicarikan jalan keluarnya.

Fatamorgana:

Upaya memberantas korupsi memang sulit. Bagi yang optimis, pasti ingin ditambahnya efek jera bagi para koruptor. Tapi faktanya korupsi tetap merajalela. Barangkali KPK harus diperkuat di semua lini sehingga mampu melaksanakan fungsinya memberantas korupsi. Sedangkan bagi yang pesimis, sejak awal melihat bahwa upaya memberantas korupsi tidak akan pernah berhasil secara menyeluruh. Upaya pemerintah sejak era Bung Karno sudah ada. Bahkan gerakan masyarakat untuk mendukung pemberantasan korupsi tetap ada, walaupun boleh dikatakan hilang tumbuh. Tapi, faktanya korupsi tetap ada. Mengapa demikian ? Ini karena korupsi sudah berakar di masyarakat kita.

Nampaknya upaya memberantas korupsi seperti fatamorgana, bagaikan kita mengejar air kehidupan di padang pasir yang tidak ada.     Benarkah demikian? Harus diakui bahwa para koruptor adalah jenis manusia yang berani menyerempet bahaya. Mereka bukannya tidak tahu bahwa hukuman berat menanti mereka. Sayangnya mereka sepertinya sudah menghitung, walaupun dipenjara, kelak kalau sudah bebas, kenikmatan hasil korupsi akan tetap ada.

Kembali kepada keinginan untuk merevisi Undang-Undang KPK, jelas hanya soal waktu. Benturan kepentingan antara dua pihak yang boleh jadi sama-sama ingin memperkuat KPK namun dengan isi yang berbeda akan terjadi dalam bulan-bulan mendatang. Ini bagaikan api dalam sekam. Cepat atau lambat berbagai isu akan muncul, termasuk membatasi usia KPK dengan alasan bahwa lembaga ini sifatnya ad hoc alias sementara. Mengapa tidak memperkuat Polri dan Kejaksaan ? Atau ada jalan lain seperti ketika era Soeharto, karena sulitnya mengatur Bea Cukai, akhirnya diserahkan kepada pihak asing. Kita tunggu bagaimana proses ini terjadi di kawasan Parlemen di Senayan dan di masyarakat. Sementara itu hendaknya upaya memperkuat KPK diteruskan termasuk menjaga kemurnian lembaga KPK dari upaya menjadikan sebagai ambisi politik dari kelompok tertentu.

 

 

Sumber gambar: http://cdnimage.terbitsport.com/imagebank/gallery/large/20150704_093404_harianterbit_KPK.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun