Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Bola

Copa America Chile 2015; Argentina Ekspor Pelatih

8 Juli 2015   14:14 Diperbarui: 8 Juli 2015   14:14 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Copa America Chile 2015 baru saja usai dengan Chile seagai juaranya setelah mengalahkan Argentina 4-1 melalui adu penalti. Final yang melelahkan telah berlangsung di stadion Nacional Julio Martinez Pradanos, karena dalam tempo normal 2 x 45 menit hasilnya imbang 0-0. Bahkan perpanjanganwaktu 2 x 15 menit tetap 0-0.

Adu penalti yang secara teoritis setiap pemain yang ditunjuk pelatih sebagai algojo pasti bisa mencetak gol memang selalu harus melalui drama yang menegangkan. Chile akhirnya menang dengan angka meyakinkan 4-1. Ketika wasit Wilmar Holdan Perez meniup peluit akhir mensahkan kemenangan pasukan yang dilatih Jorge Sampaoli maka Alexis Sanchez sebagai pencetak gol terakhir bagi Chile merayakannya dengan suka cita bersama dengan semua rekan-rekannya. Penonton yang sebagian besar orang Chile menyambutnya dengan gegap gempita.

Sebaliknya Leonel Messi dan teman-temannya menyaksikan kemenangan Chile dengan lirih, lesu, dan gontai ketika meninggalkan lapangan hijau. Skuad yang dilatih oleh Gerardo Martino telah mengeluarkan semua yang mereka miliki untuk mengalahkan Chile. Namun apa daya pasukan Chile khususnya lini belakang memiliki pertahanan yang sangat sulit untuk dibongkar. Apa lagi orang terakhir dalam lini pertahanan, kiper Chile yang juga kapten, Claudio Bravo bermain sangat gemilang. Dalam adu penalti, Claudio Bravo adalah pahlawannya.

Pertandingan yang samgat bermutu ini telah disaksikaksikan oleh jutaan penonton melalui jaringan televisi global. Semua melihat bagaimana dua orang arsitek, Jorge Sampaoli dan Gerardo Martino, yang keduanya berkebangsaan Argentina meracik kesebelasan masing-masing dengan semua keahliandan pengalaman yang dimiliki. Sangat menarik bagaimana dua orang yang sama-sama orang Argentina harus bersaing untuk memenangkan dua tim yang berbeda dalam suatu pertandingan sepakbola bermutu.

Dua pelatih:

Jorge Sampaoli adalah pelatih yang sedang meningkat prestasinya. Tahun lalu ketika Piala Dunia Brazil 2014, tim asuhannya Chile berhasil mengagetkan banyak pelatih ternama. Juga mengejutkan beberapa pemilik klub terkenal, Semuanya karena polesannnya, tim Nasional Chile memperlihatkan sebagai tim yang bagus.

Pria plontos dilahirkan 55 tahun lalu di kota kecil Casilda, provinsi Santa Fe, Argentina. Sampaoli yang memiliki tinggi badan 172 cm memulai karirnya sebagai pemain bola di klub Newell’s Old Boys sebagai gelandang bertahan. Sebagai pemain, ia tidak biasa-biasa saja. Sampaoli memutuskan untuk berhenti sebagai pemain sepakbola setelah cedera berat yang dialaminya. Karir sebagai pemain sepakbola hanya 2 tahun dari 1977-1979.

Pada 1996 ketika berusia 36 tahun, tepatnya tahun 1996 ia mulai menapaki karir sebagai pelatih di klub Argentina de Rosario. Setelah berpindah klub beberapa kali, akhirnya pada 2011 ia dipercaya menangani klub Universidad deChile, Dari 2011-2012, selama menangani klub Universidad de Chile ia berhasil memenangkan 3 juara liga dan Copa Sudamericana. Keberhasilan ini menyebabkan Asosiasi Sepakbola Chile mengangkatnya sebagai pelatih tim Nasional sepakbola Chile mulai tahun 2013.

Salah satu aspek penting yang dilakukan dalam menangani tim sepakbola Chile adalah strateginya dalam mendesain serangan. Ia mirip Marcelo Bielsa yang pernah menangani tim Nasional Chile dengan menjadikan tim Chile energetik dan selalu menekan lawan.

Gerardo Martino pelatih tim Nasional Argentina juga dilahirkan di provinsi Santa Fe seperti Jorge Sampaoli, tapi di kota berbeda, Rosario. Usianya sekitar 3 tahun lebih muda dari Jorge Sampaoli. Tepatnya saat ini Gerardo Martino berusia 52 tahun. Ia memulai karir seperti Sampaoli di klub yang sama, Newells Old Boys. Bedanya ia adalah gelandang menyerang.

Ketika saat menjadi pemain senior, Martino meneruskan karirnya di klub Newells Old Boys mulai 1980-1990. Ia menutup karir sebagai pemain dengan bermain pada klub Barcelona b. Bahkan Martino pernah membela tim Nasional Argentina. Jadi sebagai pemain Martino lebih sukses dibandingkan Sampaoli.

Pada tahun 1998 Martino masuk karirnya sebagai pelatih di klub kecil, Brown de Arrecifes. Karirinya terus meningkat sampai dipercaya menangani tim Nasional Paraguay selama 5 tahun, dari 2006-2011. Bahkan dipercaya menangani tim Barcelona dari 2913-2014. Kemudian sejak tahun lalu menjadi pelatin Argentina. Nampak sekali bahwa klub dan tim Nasional yang ditangani oleh Gerardo Martino lebih mempunyai nama dibandingkan apa yang dilatih oleh Jorge Sampaoli. Hal yang menarik adalah bahwa kedua pelatih yang dilahirkan di provinsi yang sama, Santa Fe, harus bersaiing, bertarung, dan adu strategi yang akhirnya dimenangkan oleh Jorge Sampaoli. Sebagai pelatih yang senang dengan permainan menyerang dan menekan tim lawan, Sampaoli punya kebiasaan seperti Marcelo Bielsa yang tidak pernah diam ketika pasukannya bertanding. Sampaoli selalu bergerak dari kiri ke kanan dan sebaliknya selama pertandingan berlangsung. Sangat energetik, persis seperti tim Chile yang ditempanya.

4 pelatih lain:

Dalam Copa America Chile 2015 ternyata bukan hanya JORGE Sampaoli dan Gerardo Martino yang berkebangsaan Argentina. Masih ada 4 orang lagi. Siapa saja mereka? Salah satu di antaranya adalah Jose Pekerman yang merupakan pelatih tim Nasional Kolombia. Pria berumur 65 tahun ini dikenal luas ketika menjadi pelatih tim Junior Argentina. Keberhasilan di tim Junior membawanya menjadi pelatih tim Senior Argentina. Di bawah kepemimpinannya ia berhasil membawa tim Nasional Argentina mengikuti Piala Dunia Jerman 2006.

Usai Piala Duniam Jose Pekerman melatih klub Toluca, kemudian Tigres UANL. Sejak 2012, Pekerman diangkat menjadi pelatih tim Nasional Kolombia. Racikannya bisa dilihat ketika tim Kolombia beraksi di Piala Dunia Brazil 2014. Prestasi yang bagus bagi James Rodriguez dan kawan-kawan.

Pelatih lain yang berkebangsaan Argentina adalah Ramon Diaz yang merupakan pelatim tim Nasional Paraguay. Lelaki berumur 55 tahun ini sangat dikenal sebagai penyerang semasa menjadi pemain. Karirnya sebagai pemain diawaki di klub River Plate. Ia pernah di klub-klub terkenal seperti Napoli, Inter Milan, Fiorentina, dan Monaco. Bahkan menjadi pemain Nasional Argentina di skuad U-20 dan akhirnya berlabuh di tim senior Argentina. Sebagai penyerang di tim senior sejak 1979-1982 Diaz bermain sebanyak 22 kali dan mencetak 10 gol

Sebagai pelatih, Ramon Diaz memulai karirnya di klub masa mudanya, River Plate. Berbagai klub ditanganinya termasuk Oxford United di Inggris, Independiente, dan San Lorenzo, Sejak tahun lalu, 2014, ia menjadi pelatih tim Paraguay. Sayang sekali Rmon Diaz tidak berhasil mempertahankan Paraguay mempertahankan gelar juara yang diraih di Copa America 2011. Namun sebagai juara IV Lucas Barrior dan teman-temannya tetap disegani.

Peru juga memiliki pelatih yang berkebangsaan Argentina, Ricardo Gareca. Lelaki berumur 57 tahun ini memulai karir sebagai pemain muda di klub Boca Juniors. Sebagai pemain senior ia menutup karis di klub independiente. Ricardo, pernah membela tim senior Argentina sebanyak 20 kali dengan 5 gol. Gerardo yang tinggi badannya 186 cm ini memulai karir pelatihnya di klub tidak dikenal Talleres, dan banyak klub lainnya. Sebelum dipercaya menjadi pelatih tim Nasional Peru sejak 2015, ia adalah pelatih klub Palmeiras, Brazil. Di Copa America Chile 2015 Ricardo berhasil menjadikan Peru menjadi juara III setelah mengalahkan Parahuay. Guerrero dan rekan-rekannya telah ditempa Ricardo menjadi tim yang patut diperhitungkan.

Sebetulnya ada satu pelatih lagi yang lahir dan berasal dari Argentina, Gustavo Quinterros, pelatih tim Nasional Ekuador. Tapi ia telah dinaturalisasi menjadi warga Negara Bolivia dan bermain membela tim Bolivia pada Piala Dunia Amerika Serikat 1994. Bahkan menjadi pelatih Bolivia pada Copa America 2011. Sejak 2012 menjadi pelatih Ekuador

Ekspor pelatih:

Sungguh menarik dengan mengamati para pelatih dari semua tim yang bertanding di Copa America Chile 2015. Ternyata ada 5 pelatih yang berkebangsaan Argentina. Bahkan kalau ditambah dengan pelatih Ekuador, Gustavo Quinterros yang sudah pindah kewarganegaraan menjadi warga Negara Bolivia, ada 6 pelatih yang kelahiran Argentina. Padahal dari 12 peserta Copa America 2015, terdapat dua Negara undangan, Meksiko dan Jamaika. Dengan begitu, dari 10 negara Amerika Selatan yang masuk Konfederasi CONMEBOL, 50 % pelatih adalah kelahiran Argentina.

Negara Argentina sudah 2 kali menjadi juara Dunia. Sebetulnya Uruguay juga sudah 2 kali menjadi juara Dunia. Akan tetapi, format kejuaraan Dunia ketika Uruguay menjadi juara masih format lama dengan pesertanya sedikit. Sedangkan Argentina menjadi juara Dunia ketika format baru dan pesertanya banyak.

Tanpa mengurangi kekuatan sepakbola Uruguay, sesungguhnya raksasa sepakbola di Amerika Selatan adalah Argentina dan Brazil. Kedua Negara ini memiliki sangat banyak pemain berbakat dan seperti tidak ada habis-habisnya. Khusus untuk Argentina, sejak sebelum eranya Maradona, kemudian era Maradona, dan dilanjutkan dengan eranya Messi, jelas terlihat pemain berbakat berlimpah ruah. Secara teoritis siapapun pelatihnya tidak akan kesulitan untuk memenangkan kejuaraan apapun.

Berhubung banyaknya pemain berbakat di Argentina, para pemandu bakat dari klub-klub besar Eropa selalu memasang mata dengan jeli, Kalau perlu diijon ketika pemain tersebut masih anak-anak. Contohnya adalah Messi. Kecenderungan saat ini adalah bahwa mayoritas pemain Nasional Argentina adalah mereka yang bermain di Eropa. Ini berlainan dengan era Maradona, dipakai skuad yang menjadi juara Dunia ketika Maradona sedang dalam kondisi puncak, mayoritas tim Nasional bermain di Argentina. Ekspor pemain memang sudah menjadi ciri Amerika Selatan khususnya Argentina.

Fenomena baru saat ini adalah Argentina bukan hanya ekspor pemain, tapi juga ekspor pelatih. Buktinya ada di Copa America Chile 2015. Namun ironi, karena Argentina tidak sanggup menjadi juara kali ini. Nampaknya AFA (Associacion Futbal de Argentina) sebagai organisasi sepakbola Argentina harus menyikapi fenomena ini. Jangan sampai Negara lain menjadi lebih kuat sepakbolanya dibandingkan Argentina. Hanya saja dalam alam demokrasi, menjadi pelatih di Negara lain adalah kebebasan dan merupakan pribadi. Walau begitu Argentina harus mengkaji ulang masalah ekspor pelatih.

 

Ahmad Fuad Afdhal

 

----0000----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun