Mohon tunggu...
Fitriani
Fitriani Mohon Tunggu... Administrasi - -

-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Toleransi dan Terapi Sebagai Solusi dalam Menyikapi Homoseksual

8 Maret 2018   07:45 Diperbarui: 8 Maret 2018   07:47 1568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunitas homoseksual bergerak semakin pesat dan tanpa disadari keberadaannya semakin kuat serta anggotanya semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dari laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dikutip dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional mengungkap jumlah lelaki berhubungan seks dengan lelaki (LSL) alias gay sudah mencapai angka jutaan. Berdasarkan estimasi Kemenkes pada 2012, terdapat 1.095.970 LSL baik yang tampak maupun tidak. Itu hanya untuk gay saja belum lagi yang lesbi, biseksual maupun transgender.

Peningkatan jumlah pelaku homoseksual juga tidak terlepas dari komunitas homoseksual yang berusaha untuk membangkitkan kesadaran para pelaku homoseksual untuk berani menyuarakan kehendaknya. Tidak sedikit kampanye tentang pelegalan homoseksual yang marak disebarkan melalui media social seperti Facebook, Twitter, Line, maupun media sosial lainnya. Tak hanya di media sosial, namun sudah banyak tulisan-tulisan yang disebarkan melalui blog atau media cetak berisi kampanye pelegalan homoseksual.

Maraknya kampanye yang mendukung homoseksual baik langsung maupun tidak langsung, tentunya akan memiliki efek negatif bagi masyarakat dan terutama anak yang merupakan pengguna media sosial terbanyak. Padahal telah disadari kampanye homoseksual lebih banyak dilakukan di media sosial. Hal yang dikhawatirkan adalah adanya peningkatan pelaku HOMOSEKSUAL dikarenakan adanya kampanye HOMOSEKSUAL.

Berdasarkan teori yang disampaikan dr. Fidiansjah (Wakil Seksi Religi Spiritualitas dan Psikiatri dari Perhimpunan Dokter Spasilalis Kejiwaan Indosenia (PDSKJI)) menyatakan bahwa penularan LGBT bukan melalui virus dan bakteri, tetapi dari konsep perubahan perilaku dan pembiasaan, yang disebut dengan teori perilaku, yaitu teori penularan dari konsep pembiasaan. Penularan dalam konteks perubahan perilaku dan pembiasaan yaitu dengan cara mengikuti satu pola, kemudian akan menjadi satu karakter, kemudian menjadi kepribadian, menjadi pembentuk kebiasaan, dan sebagainya, akhirnya menjadi penyakit. Dan pola penyebaran ini terjadi melalui kampanye homoseksual dan keberadaan komunitas homoseksual.

Dan jika mengacu pada teori dan kondisi saat ini maka kekhawatiran tersebut telah terjadi. Dari data yang dihimpun dari Survei AUSAID, sebanyak 700 atau 22% anak usia 16-20 tahun di Tanjungpinang dan Bintan yang memiliki perilaku seksual menyimpang yakni dengan menyukai sesama jenis. Peningkatan Penderita HIV homoseksual dari 6% (2008) menjadi 8% (2010) dan terus menjadi 12% (2014). Selanjutnya, terdapat komunitas Gay SD, Gay SMP, Gay SMA di twitter dengan jumlah pengikut ribuan. Pada saat yang sama, terdapat 119 Organisasi yang concern terhadap isu HOMOSEKSUAL di Indonesia dan jumlahnya terus meningkat (Sumber: UNDP, 2015).

Jika hal ini dibiarkan maka tidak akan menutup kemungkinan akan adanya peningkatan pelaku homoseksual. Sebab komunitas homoseksual bergerak secara terorganisir demi menyebarkan kampanye pelegalan homoseksual, dan jika hal ini terus berlangsung tentunya akan ada pelegalan homoseksual di Indonesia. Padahal, homoseksual telah melanggar nilai-nilai moral yang tertanam dalam masyarakat.

Selain dari sisi nilai masyarakat yang dilanggar, pelegalan homoseksual juga tidak diakui dalam hukum positif Indonesia. Beberapa aturan yang tidak mengakomodasi posisi homoseksual salah satunya yakni, Undang- undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengenal terminologi "kawin sejenis". Kemudian, UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan tidak mengenal homoseksual. Bahkan pada UU No. 4 Tahun 2008 tentang Pornografi memasukkan istilah "persenggamaan menyimpang" sebagai salah satu unsur pornografi. Dalam penjelasan pengertian yang termasuk "persenggamaan menyimpang" adalah "oral seks, anal seks, lesbian dan homoseksual".

Di samping itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang adopsi, secara tegas menetapkan bahwa orang tua yang mengadopsi tidak boleh berupa pasangan homoseksual. Bukan hanya itu, dalam Peraturan Menteri Sosial tahun 2012 diatur bahwa orang yang disebut sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial, di antaranya mereka yang karena perilaku seksualnya menjadi terhalang dalam kehidupan sosial, seperti; waria, pria gay dan wanita lesbian.

Bahkan berbagai penelitian pun menunjukkan bahwa peningkatan penyakit seksual menular di Indonesia diakibatkan oleh adanya hubungan seksual sesama jenis, terkhusus bagi para pelaku homoseksual yang melakukan seks melalui dubur. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dipublikasikan di International Journal of Epidemiology menyebutkan bahwa seks anal 18 kali lebih berisiko menularkan HIV/AIDS dibandingkan seks vagina.

Dan berdasarkan data dari Kemenkes menunjukkan bahwa peningkatan penyakit seksual menular seperti HIV/AIDS maupun Sifilis, ditularkan paling banyak melalui hubungan seks dengan alat kelamin dan dubur. Sehingga yang ditakutkan tidak hanya persoalan meningkatnya perilaku homoseksual yang melanggar nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat akan tetapi peningkatan penyakit seksual yang menular ditakutkan semakin meningkat.

Menimbang dari berbagai efek yang dapat terjadi jika pelegalan homoseksual, maka perlu ada penegasan bahwa segala perilaku homoseksual tidak boleh diakui sebagai hak. Oleh karena itu, perlu ada perubahan akan pandangan masyarakat tentang homoseksual. Sesuai dengan pandangan Komisaris tinggi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), telah menegaskan bahwa untuk hak asasi manusia, individu homoseksual berhak atas perlindungan yang sama seperti orang lain, termasuk tempat berlindung dari "penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang," menurut laporan WHO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun