Ia berangkat seorang diri dan ditugaskan untuk meliput foto-foto dan video selama di Aceh. Berasal dari salah satu media yang bergerak dibidang fotografi. Dan kami pun diberi materi singkat tata cara pengambilan foto. Â
Untuk melihat suasana kapal secara keseluruhan memang tidak dibolehkan. Ada bagian tertentu yang tidak dizinkan masuk. Hanya bisa melihat sisi luar saja, termasuk beberapa meriam yang ada di kapal.
Kami hanya bisa menikmati pemandangan alam dari atas kapal. Selebihnya bincang-bincang bercerita hal-hal umum yang tentu dapat lebih mengakrabkan diri.
Bagi penulis, menaiki kapal perang dan berlayar bersamanya baru pertama kali ini. Begitu juga dengan relawan lainnya. Itu cerita-cerita kami di atas kapal.
Saat sore menjelang senja atau empat jam sesudah berlayar, laut terlihat masih tenang. Angin bertiup sepoi-sepoi. Para relawan RKP mulai datang ke geladak kapal. Â
Tujuan tak lain melihat pemandangan laut menjelang senja untuk menikmati sunset. Sayangnya karena berawan dan sedikit mendung di ufuk barat, lembayung senja itu hasilnya kurang maksimal.Â
Udara mulai terasa dingin. Hal ini bisa pertanda nanti malam kemungkinan akan hujan.
Selepas maghrib, kami masuk ke dalam untuk persiapan makan malam. Menunya seperti biasa bagi relawan yang juga sebagai penggiat alam bebas ini yakni mi instan dicampur dengan teri kacang balado plus telur. Dan tak lama hujan pun turun.
Beberapa waktu berselang, beberapa relawan mulai ada yang mabuk laut. Ini karena laju kapal yang seperti berayun diterpa gelombang. Selain itu memang belum terbiasa berlayar.Â
Sementara di sisi lain, para mariner yang usianya masih muda tengah asyik dengan aktivitasnya masing-masing. Terlihat mereka tidak terpengaruh dengan ayunan gelombang.
Malam mulai beranjak dan semakin larut. Deru mesin kapal terdengar disela-sela hujan dan angin yang terasa mulai kencang. Kapal terus melaju di tengah laut yang mulai bergelombang.