Di sinilah jawabannya, kenapa pengunjung pantai pagi itu pada berdiri semuanya? Itu dikarenakan mereka merasakan gempa yang cukup kuat dirasakan di darat. Sementara kami yang tengah asyik di laut tidak merasakan apa-apa.
Kami pun jadi bersyukur, karena terhindar dari terjangan tsunami. Sebab, ada tetangga yang bercerita, ia baru saja pulang dari tempat saudaranya di kawasan Batang Arau.Â
Di situ ia dan warga lainnya melihat air sungai Btg. Arau menyusut agak cepat menuju arah muara. Sehingga aliran sungai seperti selokan kecil saja.Â
Tak lama kemudian, air berbalik dengan cepat. Itulah terjangan tsunami. Kawasan pantai Padang dan pesisir lainnya disapu gelombang air laut dengan cepat.Â
Jalan raya di dekat pantai tergenang air dan material pasir plus sampah-sampah plastik. Saat menerjang, air laut berwarna kehitaman.
Menurut info yang didapat ketika itu, air naik ke daratan Pantai Padang sekitar pukul 09.50 WIB. Ada juga yang bilang pukul 09.30 WIB.
Pembaca bisa membayangkan bukan, saat penulis dan teman berada di laut sebelum tsunami menerjang?
Ternyata sebelum tsunami datang, air di Sungai Btg. Arau sudah mulai surut. Tetapi di kawasan muaranya air masih tetap terlihat biasa saja.Â
Sementara jarak kami sebelum landing tidak begitu jauh dari muara. Paling sekitar 500 meter lagi.
Ini penulis analisa, bahwa air itu ditarik lewat jalur bawah /dasar. Di kawasan muara, air masih tetap terlihat biasa saja, tetapi di dasarnya tengah ada gerakan ditarik ke arah laut tanpa memperlihatkan gerakan air yang frontal di atasnya. (Penulis kurang tahu kalau dalam istilah fisikanya apa?)Â
Tetapi, di saat penulis merasakan gerakan seperti "menggoyang" itu, bisa jadi air lagi surut tetapi dari bagian air di dasarnya. Dengan kata lain, air di permukaan tidak ikut ditarik. Jadi kami tetap masih bisa berenang seperti biasa tanpa ikut ditarik ke tengah.