Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Menjadi Menag, Ini Langkah Mengcounter Hoaks dan Ujaran Kebencian

4 Agustus 2018   05:00 Diperbarui: 4 Agustus 2018   05:08 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber; dreamstime.com)

Kehadiran sosial media (sosmed) pada dunia maya telah menjadi suatu platform pada era digital sekarang ini. Di sisi lain medsos telah membawa suatu dimensi yang melahirkan peradaban dalam konteks interaksi sosial masyarakat. 

Ragam narasi maupun berita tersaji dengan mudah di lini massa medsos seperti facebook, twitter, instagram serta lainnya baik di smartphone, gadget, maupun komputer.

Pada dasarnya selama ini medsos sangat ampuh dan membantu dalam hal penyampaian yang informatif dan konstruktif. Seperti dalam membangun nilai-nilai motivasi, kejadian atau peristiwa, marketing dan sebagainya.

Namun menurut penulis (sedikit feedback ke belakang) sejak 2014 atau setelah usainya pilpres (pemilihan presiden) suara medsos mulai berubah arah menjadi ajang "perang" opini. Diketahui, tidak sedikit narasi berita yang dibangun dengan tendensius untuk mencapai tujuan tertentu.

Berita hoaks maupun ujaran kebencian dengan berlatarkan SARA (suku --agama --ras --antar golongan) terlihat jelas berseliweran di berbagai lini massa medsos. Meski narasi-narasi berita yang dibangun jauh dari fakta yang sebenarnya (hoaks).

Dampaknya telah melahirkan dikotomi yang menjalar di pelbagai sektor kehidupan. Dimulai dari perang opini di dunia maya. Puncaknya saat Pilkada DKI Jakarta 2017 yang lalu. Suka atau tidak suka, diakui atau tidak negeri kita telah pernah mempertontonkan suatu pola cara berdemokrasi yang kebablasan kalau bukan dikatakan politik demokrasi "barbar".

Tidak saja pengamat-pengamat dalam negeri yang mengakui fenomena liar dalam berdemokrasi itu, juga dunia internasional pun ikut menyoroti oleh ulah segelintir /sekelompok orang dengan mengatasnamakan "agama".

Bahkan bisa saja negeri ini terpecah akibat perang opini tersebut. Seperti yang pernah terjadi di beberapa negara di Timur Tengah yang hancur akibat berita hoaks dan fitnah yang berlatarkan SARA. Dan diakui juga pemerintah dalam menghadapi ujaran kebencian berlatar SARA ini boleh dikatakan hampir sedikit kewalahan.

Namun pelan dan pasti pemerintah tidak membiarkan fitnah dan hoaks bertebaran di lini massa medsos. Pemerintah telah dan tetap mengusut orang-orang yang sengaja menyebarkan berita hoaks itu. Tidak sedikit yang telah diciduk oleh aparat berwajib maupun yang sedang diproses pengadilan.

Meski begitu untuk mencegah dan meminimalisir fitnah, hoaks maupun ujaran kebencian yang berlatar SARA itu Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) perlu ada upaya yang lebih maksimal lagi.

Upaya yang representative dan tepat tidak sekedar mengcounter dan /atau mempidanakan orang, tapi perlu dengan intensif membangun upaya edukasi yang massive kepada lapisan masyarakat.

Jika seandainya saya yang menjadi MenteriAgama, ini yang akan saya terapkan dalam program kerja untuk menangkal propaganda agitasi berupa fitnah, hoaks yang dibalut dengan ujaran kebencian SARA.

Pertama, Menerbitkan SKB 3 Menteri.

Kemenag dalam membangun uapaya itu tentu tidak melakukan sendiri dalam kementeriannya. Perlu membangunnya kerja sama antar lintas kementerian.

Disini saya akan meminta persetujuan Presiden (bila perlu) untuk menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yakni ; Menteri Agama, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), dan Menteri Hukum dan HAM.

Dalam SKB 3 Menteri ini, secara garis besar memuat butir-butir antara lain :

a) Menghimbau kepada seluruh warga Negara Indonesia untuk tidak lagi mempropagandakan lewat agitasi-agitasi berupa narasi-narasi berita bohong (hoaks), fitnah, dan ujaran kebencian dengan latar belakang SARA di lini massa media sosial.

b) Untuk mencegah hal demikian yang terdapat pada point (a), Kemenkom-Info dengan jajarannya membentuk tim khusus yang berpatroli di dunia maya untuk memantau aktivitas-aktivitas terhadap akun-akun yang menebarkan konten-konten negative yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.

c) Kepada warga yang kedapatan dengan sengaja menyebarkan berita hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian dengan latar SARA dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan Undang Undang ITE (Internet dan Transaksi Elektronik) No. 11 Tahun 2008.

d) Dihimbau kepada masyarakat agar berperan aktif untuk menciptakan nuansa berita yang positif di media sosial dan sekaligus dapat mengcounter berita-berita negative tersebut dengan data-data yang valid yang bersumber dari media mainstream yang resmi dan terpercaya.

e) Kemenkum & HAM harus banyak memberikan materi edukasi kepada masyarakat lewat mitra-mitra kerjanya.

f) Kepada masyarakat diminta untuk berperan aktif untuk melaporkan akun-akun yang menebarkan berita bohong (hoaks), fitnah dengan latar SARA kepada pihak yang berwajib dan /atau kepada situs / aplikasi resmi pemerintah.

Disini Kementerian Agama bisa dikatakan berperan sebagai "leading sector".

Ke Dua, Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa.

Pada materi ini akan menitikberatkan sub-materi pelajaran tentang semangat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara di dalam pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri maupun swasta dan sederajat serta perguruan tinggi.

Begitu juga untuk kursus-kursus pendidikan agama dan /atau tempat mengaji bagi umat Islam. Dalam materi ini juga diterangkan tentang bahayanya suatu berita bohong /fitnah baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Ke Tiga, Membangun Budaya Literasi.

Meningkatkan minat baca dan menulis kepada siswa pelajar dan mahasiswa sebagai tambahan nilai raport sekolah dan Indeks Prestasi mahasiswa dalam bentuk penulisan artikel yang bertemakan tentang bahaya fitnah-hoaks dan semangat cinta tanah air. 

Khusus bagi mahasiswa dianjurkan dalam bentuk survey penelitian yang selanjutnya dijadikan dalam bentuk jurnal ilmiah di perguruan tinggi masing-masing. Yang kemudian diteruskan ke tingkat nasional sebagai ajang diskusi dan seminar antar perguruan tinggi setelah melalui seleksi yang diatur oleh panitia baik dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun dari Kopertis (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta).

Acara kegiatan ini akan diliput dari berbagai media cetak dan elektronik.

Ke Empat, Anjangsana /Silaturahmi.

Pada tahap ini akan dilakukan anjangsana /silaturahmi tokoh-tokoh dari masing-masing agama. Dalam kunjungan itu tidak sekedar dalam bentuk ceremony, tapi lebih dititikberatkan kepada nuansa edukasi menghargai perbedaan.

Dalam anjangsana silaturahmi ini akan dilakukan kunjungan ke masing-masing rumah ibadah agama (Islam-Kristen-Katholik-Budha-Hindu-Kong Hu Chu). Perlu diketahui dalam kegiatan ini tidak dilakukan di kantor ormas keagamaan melainkan di rumah ibadah.

Masing-masing tokoh agama akan berbicara tentang pandangan membangun semangat persatuan dan kesatuan di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang multi kultur. Pembicaraan tidak boleh menyingung masalah theology. Begitu juga sebaliknya dalam memberikan pertanyaan.

Acara kegiatan ini akan diliput dari berbagai media cetak dan elektronik.

Sebagai contoh, di Medan (6/7) yang lalu oleh pengurus Masjid Mubarak setelah selesai mengadakan Kursus Pendidikan Agama (KPA) bagi siswa pelajar, pengurus masjid mengundang rohaniawan dari Agama Budha seorang Bikhu --Bhante yang bernama Dhirrapunno. 

Bhante Dhirraphunno, rohaniawan Budha diundang pengurus Masjid Mubarak Medan 6/7/18) dalam materi Cinta Kasih dan Pengendalian Diri berdasarkan ajaran Budha (Dok. FD. Tanjung)
Bhante Dhirraphunno, rohaniawan Budha diundang pengurus Masjid Mubarak Medan 6/7/18) dalam materi Cinta Kasih dan Pengendalian Diri berdasarkan ajaran Budha (Dok. FD. Tanjung)
Beliau memaparkan materi tentang ajaran cinta kasih dan pengendalian diri dari pandangan ajaran Budha. Selesai memberikan ulasan dilanjutkan dengan tanya jawab.

Disinilah letak kecerdasan yang dibangun. Peserta kebanyakan dari pelajar sekolah dan mahasiswa yang antusias dalam tanya jawab. Oleh Bhante Dhirraphuno sangat mengapresiasi pertanyaan dari peserta KPA. 

Sessi tanya jawab peserta KPA dengan Bhante Dhirraphunno (dok. FD. Tanjung)
Sessi tanya jawab peserta KPA dengan Bhante Dhirraphunno (dok. FD. Tanjung)
Tidak terlihat atau terkesan canggung dalam menjawab pertanyaan. Bhante ini menjelaskan satu persatu pertanyaan dengan gamblang dan mudah dimengerti oleh kawula muda di Jemaah Masjid Mubarak. 

Para peserta KPD serius mendengarkan pemaparan materi dari Bhiku -Bhante Dhirraphuno (dok. FD Tanjung)
Para peserta KPD serius mendengarkan pemaparan materi dari Bhiku -Bhante Dhirraphuno (dok. FD Tanjung)
Inti dari anjangsana dan silaturahmi yang diadakan ini semata menghargai perbedaan dalam membangun semangat ukhuwah kebangsaan.

Ke Lima, Kegiatan Ekstrakurikuler.

Berdasarkan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ekstrakurikuler adalah berada di luar program tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa.

Hampir mirip dengan point ke empat di atas. Kegiatan ini akan dikelola oleh Kementerian Agama lewat Dirjen Kementerian Agama yang bekerjasama dalam lintas 3 Kementerian.

Kegiatan ini tidak sebatas pada siswa pelajar saja tapi juga kepada mahasiswa. Kegiatan ekstrakurikuler di luar sekolah atau kampus akan dititik beratkan kepada membangun semangat kebersamaan dalam perbedaan suku, agama, dan ras antar golongan (SARA).

Kegiatan ini lebih cenderung di alam terbuka /outbond. Bisa dalam bentuk seperti Jambore Nasional. Masing-masing kelompok akan dicampur, misalnya suku A dan agama B akan bersama dengan suku C dan agama D. Pendeknya kelompok ini akan di acak dan menjadi satu kesatuan antar lintas suku dan agama. dengan masing-masing kelompok berisi maksimal 7 orang. 

Kemping bersama (sumber; banjarmasin.tribunnews.com)
Kemping bersama (sumber; banjarmasin.tribunnews.com)
Kegiatan ini bisa dilakukan sekali dalam satu semester atau satu kali setahun. Dalam durasinya akan dilangsungkan selama 5 hari. Selain acara game atau ketangkasan juga dipadukan dengan acara kegiatan rohani. Pada session ini juga akan diundang tokoh-tokoh dari masing-masing agama untuk pematerinya.

Kemudian untuk kegiatan masing-masing agama, misalnya peserta yang beragama Islam akan menunaikan ibadah sholat Jumat. Kepada peserta non muslim akan membantu dalam baik itu keamanan, penyediaan air bersih, membersihkan tempat ibadah dan sebagainya. Sebaliknya begitu pula terhadap agama lain yang sedang melakukan ibadah.

Pada kegiatan ekstrakurikuler ini juga membahas tentang bahayanya berita hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian berdasarkan SARA. Untuk itu pematerinya juga berasal dari 3 Kementerian tersebut di atas.

Selama kegiatan berlangsung, juga diadakan lomba foto dengan tema membangun semangat kebersamaan dalam kemajemukan selama acara. Begitu juga dengan video singkat yang berdurasi sekitar dua menit.

Dimana foto dan video itu dipublikasikan ke media sosial masing-masing kelompok. Pemenangnya akan ditentukan oleh dewan juri, misalnya dari Kompasiana kerja sama dengan 3 Kementerian.

Maka dari sini akan melahirkan sikap patriotik yang menghargai perbedaan dalam bingkai NKRI. Yang seterusnya akan diimplementasikan di lingkungannya masing-masing setelah acara selesai.

Jadi tidak habis begitu saja dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut melainkan akan menjadi duta-duta baik itu di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal masing-masing.

========

Inilah lima langkah yang akan penulis lakukan jika seandainya jadi Menteri Agama. Kegiatan itu dilakukan dalam jangka pendek dan menengah.

Program-program di atas bertujuan untuk merekat dan merajut tenun kebangsaan. Hasil nyata akan dapat dirasakan setelah beberapa kali acara itu diselenggarakan.

Dengan demikian secara tidak langsung dapat menghambat dan mengcounter dari berita hoaks, fitnah maupun ujaran kebencian. Karena pelbagai kegiatan itu akan diviralkan terus di lini-lini massa media sosial.

Output yang dihasilkan akan terbangun platform bagi pengguna media sosial bahwa persatuan dan kesatuan dalam kemajemukan bangsa ini lebih penting diutamakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun