Selanjutnya mulailah kami melanjutkan perjalanan yang sesungguhnya, yakni mendaki Gunung Marapi dengan Sepeda. Track tanjakkan awal langsung terhampar. Dengan menyandang carrier, sepeda pun juga di pikul di pundak.
Pelan namun pasti, melangkah dengan hati-hati. Keseimbangan dan kekuatan kaki merupakan hal yang di jaga. Tergelincir bisa berakibat fatal pada otot dan urat pergelangan kaki yang mengakibatkan keseleo otot atau urat.
Hari mulai merayap malam. Suara khas binatang hutan seperti burung dan jangkrik mulai terdengar mengiringi langkah-langkah kami. Bintang gemintang mulai terlihat bertaburan di langit. Keringat kami mulai deras membasahi tubuh.
Beban yang kami sandang lumayan berat. Ada sekitar 40-50 kg beban yang kami pikul. Bisa dibayangkan bukan membawa beban demikian ke atas gunung ??
Tengah malam sudah mulai berdatangan para pendaki. Tegur sapa sesama pendaki selalu menghiasi. Tapi, kami tetap menyembunyikan sepeda kami di balik semak-semak. Ya, kami tidak ingin diketahui saat ini. Biar nanti paginya mereka tahu.
Menjelang shubuh para pendaki mulai ramai terlihat. Saat itu kami sudah hampir mendekati cadas. Akhirnya kami terlihat juga oleh para pendaki bahwasanya kami membawa sepeda ke gunung. Untuk diketahui juga ketika itu belum ada satu pun yang pernah mencoba mendaki gunung dengan sepeda tanpa porter. Kamilah yang baru membuat "sensasi gila" ini.
Mengingat track tanjakkan yang lumayan berat kami istirahat lama di cadas di pagi harinya. Sangat melelahkan. Tapi tekad kuat dan semangat yang menyala, kelelahan itu bisa kami kendalikan. Dalam pikiran hanya membayangkan Merah Putih dan bendera organisasi berkibar di atas Gunung Marapi.
Termasuk juga bersepeda ria di "lapangan bola" yang terbentuk secara alami di atas gunung. Suatu hal yang kami dambakan sejak di awal perencanaan.
Akhirnya kami sampai juga ke atas Gunung Marapi pada waktu menjelang siang. Sungguh tak terkirakan perasaan hati kami. Haru dan menangis yang bisa saya lakukan. Seolah tidak percaya dengan perjuangan yang sungguh melelahkan.
Bagaikan seperti "pejuang" dulu yang tak kenal lelah untuk merebut kemerdekaan. Ya, itulah hal pertama yang saya resapi. Semangat cinta tanah air semakin bergelora terasa. Sebagai yang masih berstatus siswa pelajar, terpatri dengan sendirinya untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
Inilah secuil yang kami lakukan untuk berbuat sesuatu bagi Indonesia lewat penghormatan dan pengibaran Merah Putih di Gunung Marapi (2891 mdpl) Sumbar.