Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gunung Marapi, Puncak Merpati & Tugu Abel Tasman

12 Juli 2017   15:17 Diperbarui: 13 Juli 2017   11:20 7393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erupsi Gn. Marapi SUmbar pada Minggu, 4 Juni 2017 (sumber ; hariansinggalang.co.id)

"Sebenarnya ini pengalaman pahit yang kualami selama perjalanan petualanganku, karena alam memang tidak bisa diduga sebentar ramah sebentar ganas".(Wing Hing Ing)

Bagi yang hobi mendaki gunung dan pernah ke Gunung Marapi (2891 mdpl) di Ranah Minang, tentu sudah tak asing lagi dengan suasana di atasnya, seperti hamparan cadas yang datar dan luas, kawah aktif, Tugu Abel, Puncak Merpati dan taman edelweis.

Gunung Marapi salah satu gunung favorit yang sering dikunjungi di Sumatera Barat selain Gunung Singgalang, Gunung Tandikek, Gunung Talang, Gunung Talamau serta Gunung Kerinci.

Gunung yang masih tergolong aktif ini terletak di perbatasan Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Berada di antara lintasan jalan raya Padang -- Bukitinggi. Sehingga mencapai akses lokasi ini mudah dari berbagai arah.

Sejak saya masih remaja (era 90-an), Gunung Marapi memang tidak pernah sepi dikunjungi. Hampir tiap minggu selalu ramai. Terlebih lagi di hari libur nasional dan libur anak sekolah. Tidak saja bagi pendaki domestik, juga dari mancanegara tertarik mendaki ke sana.

View alam yang disajikan Gunung Marapi memang sangat indah. Di atas gunung ini akan disambut dengan hamparan datar bercadas yang luas dan sedikit bergelombang. Ada juga "lapangan bola" di sana. 

Lapangan Bola di Cadas Gn. Marapi, Sumbar. (sumber : gardjoew.wordpress.com)
Lapangan Bola di Cadas Gn. Marapi, Sumbar. (sumber : gardjoew.wordpress.com)
Gunung ini memiliki beberapa kawah, diantaranya kawah Utama yang aktif (kawah Verbeck), kawah Tuo, kawah bentuk sumur yang berdekatan. Bisa di bilang kawah kembar. Di areal yang luas ini dikelilingi hutan mati (hutan cantigi) berikut dengan tumbuhan edelweiss yang terbentuk semacam taman yang alami.

Kawah kembar berbentuk sumur. Di kejauhan di balik cadas berada kawah Tuo. (sumber; imgrum.org)
Kawah kembar berbentuk sumur. Di kejauhan di balik cadas berada kawah Tuo. (sumber; imgrum.org)
Bila cuaca cerah di pagi hari, sajian sunrise akan terhidang rancak bana. Bisa dinikmati dari Puncak Merpati (Puncak Parapati) dan Puncak Garuda. Begitu juga disaat temaram senja, sajian sunset sungguh menawan dari cadas menghadap ke Gunung Singgalang.

Puncak Merpati di Gn. Marapi, Sumbar (sumber ; kompasiana.com/metriadi)
Puncak Merpati di Gn. Marapi, Sumbar (sumber ; kompasiana.com/metriadi)
Puncak Merpati dari kejauhan. (sumber ; gardjoew.wordpress.com)
Puncak Merpati dari kejauhan. (sumber ; gardjoew.wordpress.com)
Saya sendiri sewaktu masih lajang dulu, tidak bosan-bosannya ke Gunung Marapi. Bukan berarti ke gunung di sebelahnya (G. Singgalang ) tidak dikunjungi. Gunung Marapi ini memiliki pesona "daya magis" tersendiri bagi saya.

Di samping pemandangan yang indah juga lintasannya yang menarik serta fenomena kawah aktif (kawah Verbeck) yang fenomenal. Dalam diamnya kawah ini bisa menimbulkan suara gemuruh pelan yang disertai dengan keluarnya asap tipis yang berwarna putih dan terkadang hitam.

Penulis dengan latar Kawah Utama Aktif (kawah Verbeck). Moment di ambil tgl 17 Agustus 2008. Terakhirnya saya mendaki gunung. (dok. pribadi)
Penulis dengan latar Kawah Utama Aktif (kawah Verbeck). Moment di ambil tgl 17 Agustus 2008. Terakhirnya saya mendaki gunung. (dok. pribadi)
Pada saat tertentu bisa mengeluarkan asap hitam yang banyak dan membumbung tinggi ke angkasa. Dan memang hal ini selalu patut diwaspadai oleh pendaki gunung. Sewaktu-waktu kawah tersebut bisa "batuk" dan memuntahkan awan debu dan bebatuan. Dengan kata lain tiba-tiba meletus.

Dan itulah yang pernah terjadi pada Minggu, 5 Juli 1992, dan berikut paparannya di bawah ini.

Kawah Aktif Gn. Marapi dengan latar belakang Puncak Merpati. (sumber; marapalam.com)
Kawah Aktif Gn. Marapi dengan latar belakang Puncak Merpati. (sumber; marapalam.com)
Tugu Abel Tasman.

Awalnya tulisan ini akan saya tayang pada tangal 5 Juli 2017, sekaligus memperingati 25 tahun meninggalnya Abel Tasman di Gunung Marapi. Karena sesuatu hal dan juga kesibukkan, jadinya publish artikel ini terundur.  

Di Gunung Marapi ini terdapat sebuah Tugu, yakni Tugu mengenang (alm) Abel Tasman yang tewas di tempat pada hari Minggu, 5 Juli 1992. Tepatnya meninggal di kaki Puncak  Merpati (Parapati). Tetapi pemasangan Tugu tidak di sini, mengingat kontur yang terlalu miring dan menghadap ke jurang. Yang bisa membahayakan berupa tanah rengkah yang bisa longsor sewaktu penggalian pondasi.

Tugu Abel Tasman kondisi sekarang. (sumber ; imgrum.org)
Tugu Abel Tasman kondisi sekarang. (sumber ; imgrum.org)
Ada pun pemasangan Tugu Abel Tasman dilakukan selang dua tahun kemudian, yakni pada Selasa, 5 Juli 1994. Saya pun ikut bergabung dalam tim ekspedisi pemasangan Tugu tersebut. Berjumlah lebih kurang 30-an orang.

Pemasangan posisi Tugu ini merupakan hasil kesepakatan ketika itu oleh para komunitas pendaki gunung dari Kota Padang. Sekaligus bertujuan sebagai tanda jalur naik - turun ke cadas dan/atau ke atas.

Tugu Abel Tasman sesudah 2 bulan pemasangan. Awal September 1994 kami mendaki Gn. Marapi membawa mahasiswa USU. Turunnya ke Nagari Simabua- Kab. Tanah Datar. Penulis paling kanan jacket merah (dok. pribadi)
Tugu Abel Tasman sesudah 2 bulan pemasangan. Awal September 1994 kami mendaki Gn. Marapi membawa mahasiswa USU. Turunnya ke Nagari Simabua- Kab. Tanah Datar. Penulis paling kanan jacket merah (dok. pribadi)
Tugu diposisikan agak serong menghadap ke arah Puncak Merpati yang menandakan di sanalah beliau meninggal di tempat di kaki Puncak Merpati.

Pada awalnya setelah beberapa bulan dari kejadian yang menimpa Abel, sudah ada rencana pemasangan tugu dari organisasi Kelompok Pecinta Alam (KPA) JIPALA (Jiwa Pencinta Alam). Ya, Abel adalah anggota dari KPA Jipala.

Karena terbentur masalah dana yang tidak sedikit, ditambah dengan vakumnya aktivitas KPA Jipala beberapa lama pasca tragedi tersebut, maka realisasinya baru bisa berselang dua tahun kemudian. Dimana KPA Jipala berhasil memenangi Lomba Linta Alam (LLA) di Padang yang diadakan oleh komunitas KPA Rawa Rimba.

Dengan hasil menang lomba itulah semua uang hadiahnya disumbangkan untuk membuat tugu serta biaya logistik lainnya.

Selanjutnya, mari kita lihat lebih dekat kisah detik-detik sebelum kejadian tragedi tersebut. Tujuan utama saya lainnya juga untuk meluruskan cerita simpang siur yang beredar sejak era 2000-an tentang Tugu Abel Tasman ini dan latar belakang peristiwanya.

Uraian kisah dari para saksi hidup.

Kisah ini saya tulis bersumber dari beberapa orang sebagai saksi hidup yang selamat dari letusan Gn. Marapi. Di antaranya ; Ery Incek, dan Wing Hing Ing.

Eri Incek adalah sobat dekat saya sewaktu remaja yang sama-sama hobby berpetualang. Sering dia main ke rumah saya. Dan dari dialah sedikit banyaknya saya mendapat cerita tentang tragedi tersebut. Hingga sampai saat ini masih bisa saya ingat.

Ada lagi dua orang tetangga rumah saya yang ikut yakni; Rum, dan Us. Dari bertiga ini hanya Eri Incek yang pernah mendaki beberapa kali ke Gunung Marapi. Sementara Rum dan Us baru dikatakan pendaki pemula (perdana). Saya pun sebenarnya juga diajak ketika itu oleh Eri Incek. Tetapi kemudian saya tolak dengan alasan terlalu ramai.

Sebelumnya saya dengan Eri sudah buat kesepakatan bahwa kita mendaki Gunung tanggal 12 Juli-nya ke Gunung Marapi. Diprediksi tanggal 4-5 Juli itu bakal sangat ramai yang mendaki gunung karena sehubungan dengan libur anak sekolah telah di mulai pada awal bulan Juli.

Prediksi saya itu terbukti benar. Para pendaki gunung ini sudah ramai berkumpul di suatu titik kawasan sekaligus tempat berangkat menggunakan bus, di salah satu jalan di Kota Padang.

Saya pun sempat juga mengantarkan / mengiringi mereka dengan menggunakan motor ke Koto Baru sekaligus refreshing malam minggu bersama teman yang juga tetangga rumah (Boy). Ternyata sekali lagi prediksi saya jadi bertambah yakni para pendaki gunung telah ramai memadati lokasi titik berangkat di Koto Baru pada malam itu.

Ibarat pasar malam sehingga memacetkan jalan raya Padang -- Bukittinggi. Sebagian para pendaki itu ada yang ke Gunung Singgalang dan sebagian besarnya ke Gunung Marapi.

===

Sebelum Marapi meletus, cuaca pagi itu sangat cerah. Pemandangan lepas ke segala penjuru. Teman-teman pendaki gunung sudah banyak yang sampai ke Puncak Merpati dan berfoto-foto di sana.

Pagi hari di cadas Marapi sebelum kejadian Marapi meletus. (sumber ; olah editan pribadi via Wing Hing Ing)
Pagi hari di cadas Marapi sebelum kejadian Marapi meletus. (sumber ; olah editan pribadi via Wing Hing Ing)
Pagi itu benar-benar diluar perkiraan. Menurut kisah yang disampaikan oleh  Eri Incek, tak lama berselang sesudah foto-foto bersama di Puncak Merpati, terdengar bunyi gemuruh yang keras dari kawah. Lalu keluar asap kehitaman dan tiba-tiba langsung meletus dengan kerasnya.

Semua pendaki yang saat itu berada di atas terkejut. Begitu juga yang berada di Puncak Merpati langsung berlari tunggang langgang menuruni puncak. Eri Incek sempat terkena batu panas seukuran buah rambutan di lengannya. Membuat jacket levisnya jadi bolong.

Hujan abu langsung membumbung tinggi ke angkasa. Seiring itu pula hujan batu pun ikut menyertai. Hingga sampai ke Puncak Merpati yang berjarak kira-kira berkisar 300 meter dari Kawah Verbeck.

Kawah utama Gn. Marapi Meletus pada Minggu, 5 Juli 1992, lebih kurang pukul 09.15 WIB. (sumber ; Wing Hing)
Kawah utama Gn. Marapi Meletus pada Minggu, 5 Juli 1992, lebih kurang pukul 09.15 WIB. (sumber ; Wing Hing)
Keadaan benar-benar kalut dan panik seketika. Namun demikian, Da Jhon sebagai ketua rombongan, sempat mengabadikan foto sewaktu kawah ini meletus. Ada dua foto yang sempat diambil ketika itu. Kamera yang digunakan jenis kamera Ricoh milik Us.

Letusan Marapi yang begitu keras sehingga abu vulkaniknya samapi jauh ke Bukittinggi dan membuat suasana menjadi sedikit gelap di sekitar Gn. Marapi. (sumber; Wing Hing)
Letusan Marapi yang begitu keras sehingga abu vulkaniknya samapi jauh ke Bukittinggi dan membuat suasana menjadi sedikit gelap di sekitar Gn. Marapi. (sumber; Wing Hing)
Nah, mengenai posisi Abel ketika itu sedang berada di kaki Puncak Merpati. Beliau juga konon bermaksud melindungi seorang cewek bernama Sulastri. Tetapi beliau terkena batu panas seukuran bola kaki di kepalanya. Dan langsung meninggal di tempat.

Mengenai tewasnya Abel Tasman, mari kita dengar dari kisah lainnya.

Berikut adalah penuturan saksi hidup Wing Hing Ing (Herwin Sukhavira) yang saat itu menyaksikan detik-detik Gunung Marapi meletus.

Saya pun berhasil melacak fb beliau dan mengundang ke dalam group Ikatan Pendaki Gunung Sumatera Barat (IPG-SB) untuk menceritakan kembali pengalamannya ketika itu.

Beruntung Wing Hing masih menyimpan dokumentasi tragedi Marapi meletus. Sebenarnya saya juga masih menyimpan dokumentasi ini, tapi sewaktu pindah ke Medan, sebagian besar album foto saya tidak ikut terbawa.

Uraian kisah beliau ini sedikit ada "pengeditan" dan penegasan kata di dalam tanda kurung. Pada intinya tidak mengubah substansi kisah nyata dari pengalaman Wing Hing Ing.

True Story Letusan Gunung Marapi Minggu, 5 Juli 1992.
(Begitu judul yang dituliskan oleh : Wing Hing Ing).

Sebenarnya ini pengalaman pahit yang kualami selama perjalanan petualanganku, karena alam memang tidak bisa diduga sebentar ramah sebentar ganas.

Membuat kita sebagai manusia harus bisa belajar, apa yang patut kamu sombongkan dengan mengatakan bisa menaklukkan banyak puncak gunung, karena kita hanyalah segelintir debu di alam semesta ini.

Ini pengalaman yang ingin kusimpan rapat-rapat sebagai masa lalu, tapi karena banyak yang penasaran cerita sebenarnya, akan saya ceritakan kejadian yang sebenarnya.....

Semula berawal dengan pendakian Marapi turun Simabua (suatu kawasan Nagari di balik Gunung Marapi).

Kami berkumpul di (jalan) Belakang Olo, Padang tempat bus berangkat.

Kami berjumlah 10 orang yang merupakan gabungan anak pencinta alam yang mangkal tiap malam minggu berkumpul disini.

Terakhir bus sampai Koto Baru jam 11 malam dan kami makan dulu di rumah makan Citra disana.

Setelah makan dan istirahat sejenak baru kami memulai mendaki dan bertemu dengan kelompok Rizal anak (kawasan) Pattimura Padang, berjumlah 5 orang yang di dalamnya termasuk Abel Tasman dan Sulastri

Mereka bergabung dengan kelompok kami untuk ikut turun ke Simabua, jadi kami semua berjumlah 15 orang jadinya.

Saya sempat mengobrol dengan Abel Tasman yang mengatakan bahwa dia terakhir naik Marapi dan mau ikut tes masuk polisi karena dia baru tamat sma waktu itu.  Di cadas kami sampai sekitar pagi hari dan bertemu dengan rombongan bule 4 orang yang salah satunya Dosen Bahasa Universitas Bung Hatta.

Kami masih sempat mengambil foto bersama mereka. Lalu kami mulai mendaki cadas dan semuanya (kondisi) cuaca sangat cerah.

Sampai di atas kami agak terpecah rombongan karena saya, Da John, Martha, Yanti dan Jon Piter duluan turun dari Puncak Merpati mau menuju Simabua. Abel Tasman dan Sulastri posisinya sudah mendekati Puncak Merpati dan yang lainnya masih di belakang mereka menuju Puncak Merpati.

Tanpa di sangka begitu kami berlima mendekati kawah aktif sekitar 5 meter (dari bibir kawah) dan mau turun ke arah Simabua sekitar jam 9 pagi lewat sedikit, terdengar suara gemuruh dalam kawah yang keras dan Marapilangsungmeletus mengeluarkan asap hitam yang membumbung tinggi disertai batu-batu panas terlontar dari dalam kawahnya.

Kami semua terkejut tidak tahu harus berkata apa, yang saya rasakan seperti kiamat saja rasanya saat itu,  sampai terdengar bunyi batu jatuh ke cadas baru kami tersadar dan lari kembali menuju puncak merpati.

Di Puncak Merpati ini kami berlima berlindung dengan carrier (ransel) di kepala, dan di bawah kami sekitar 10 -- 15 meter dari Puncak Merpati Abel Tasman dan Sulastri berlindung, dan yang lain berlindung tidak begitu jauh dari mereka.

Setelah Marapi tidak mengeluarkan batu lagi dan asapnya melebar, langsung kami berlima lari turun dari Puncak Merpati dan terdengar suara Sulastri minta tolong,  " Da tolong ... awak kanai da ",katanya. (Artinya " Uda, tolong .... saya kena Da"). Maka waktu itu di tolong sama Da Jhon.

Dan kami turun agak menjauhi Puncak Merpati dan Sulastri bercerita pada kami bahwa dia sempat terkena pecahan batu di bahunya dia juga sempat pingsan sebentar sekitar beberapa detik dan waktu dia sadar dia sempat melihat Abel Tasman sudah terkapar di cadas.

Akhirnya saya sama Us yang agak pincang kakinya akibat terkilir naik lagi ke puncak merpati untuk melihat Abel Tasman.

Ternyata Abel Tasman sudah meninggal di tempat karena batu tepat mengenai kepalanya sebagian dan giginya juga hilang saya lihat, dan anehnya kejadian baru sebentar sudah ada beberapa ekor lalat hijau mengelilingi darah di kepalanya. Karena tidak tahan melihat itu saya mengambil kantung asoy (kresek:red) untuk menutupi kepalanya dan kami pun terpaksa meninggalkan Abel Tasman untuk membantu teman yang terluka.

Kalau masih hidup waktu itu kami akan berusaha untuk membantunya, tapi Tuhan berkata lain.

Teman yang terluka ditambah lagi bule yang kami temui dicadas satu orang patah kaki terpaksa dibidai dan tangannya berdarah terluka, dan cewek bule tangannya terkelupas kena asap panas karena mereka terlalu dekat dengan kawah waktu letusan itu, jadi kami yang masih sehat membantu mereka menuruni cadas.

Lalu kami membagi tenaga 2 orang disuruh dulu turun melapor kebawah secepatnya untuk minta bantuan, dan sisanya berusaha turun sambil tolong menolong. Sampai di bawah cadas disitu kami bertemu dengan anak (KPA) Suripala Bukittinggi,  yang sengaja naik ke atas Marapi untuk memberikan bantuan.

Sampai di bawah cadas Sulastri telah kehilangan tenaganya dan terpaksa dibuat tandu dan di tambah bantuan anak Suripala kami membawanya turun ke bawah. Letusan Marapi waktu itu cukup besar dan abunya sampai di Bukittinggi dan cuaca kelam waktu itu karena abunya.

Sesampai di bawah kami bermalam di Polsek Koto Baru sambil menunggu teman dari Padang untuk S.A.R  Abel keesokan harinya.

Dan cerita mengenai Abel tasman menolong Sulastri waktu pingsan itu mungkin benar sehingga dia tidak melihat batu tepat mengenai kepalanya.

Sebuah kejadian yang pahit ini telah merubah seluruh pandangan saya tentang hidup ini dan ini pula yang membuat saya menjadi pendaki solo, karena dalam mendaki ini membawa teman, harus punya tanggung jawab yang berat. Bukan seperti sekarang ini banyak pendaki yang egois suka meninggalkan teman, karena supaya dia dianggap cepat dan kuat.

Inilah cerita sebenarnya dari letusan Marapi (Minggu) 5 Juli 1992 yang terjadi.

Semoga ini menjadi pelajaran buat saya dan teman semua bahwa persiapan yang matang pun akan hancur berantakan kalau alam sudah berkehendak lain.

Sesudah kejadian ini Martha, Yanti dan Jon Pieter tidak mau naik gunung lagi, sedangkan yang lain saya tidak tahu kabarnya karena kami lama tidak bertemu.

===

Senin besoknya (6/7/92) baru petugas SAR dan di bantu para pendaki dari Gunung Singgalang bergerak untuk menjemput jenazah Abel ke kaki Puncak Merpati. Sedikit menemui kendala sewaktu menjemput jenazah karena khawatir sewaktu-waktu terjadi lagi letusan kecil atau istilahnya kawah "batuk-batuk".

Petugas SAR dan di bantu relawan saat evakuasi jenazah Abel Tasman. (sumber ; Wing Hing)
Petugas SAR dan di bantu relawan saat evakuasi jenazah Abel Tasman. (sumber ; Wing Hing)
Para petugas SAR ibarat "mengintai-intai" sejenak sewaktu berjalan ke arah Puncak Merpati. Alhamdulillah, korban Abel Tasman berhasil diangkat dan langsung dievakuasi dengan menggunakan kayu. Setelah sebelumnya jenazah dibungkus dalam sleeping bed.

Sambil berlari petugas SAR ini ber-estafet bergantian membawa jenazah di kawasan cadas. Baru setelah meninggalkan cadas petugas bisa lega.

Petugas SAR sedang istirahat di lereng Marapi sekaligus mengganti tandu dari kayu ke tandu alumunium. (sumber ; Wing Hing)
Petugas SAR sedang istirahat di lereng Marapi sekaligus mengganti tandu dari kayu ke tandu alumunium. (sumber ; Wing Hing)
Demikian penuturan Wing Hing Ing dalam ekspose singkatnya di medsos.

Inilah sepenggal kisah dari saksi hidup yang melihat dengan mata kepala sendiri detik-detik meletusnya kawah Gunung Marapi. Semoga cerita ini bermanfaat buat generasi pendaki berikutnya. 

Tulisan ini juga sebagai rasa hormat saya kepada teman-teman penggiat di alam bebas terkhusus buat para pendaki gunung saat kejadian tragedy tersebut, terutama kepada Wing Hing Ing, Eri incek, Rum Razi, Us, Pak Jhon, Sulastri, Zal, Martha, Yanti, Jon Pieter, dan lain-lain serta kepada Petugas SAR yang datang membantu evakuasi korban Abel Tasman.

Dan saya juga berpesan kepada para pendaki gunung yang bertujuan naik ke Gunung Marapi, harap berhati-hati serta tetap mawas diri. Mengingat kapan gunung batuk / meletus kita tidak pernah tahu. 

Diminta juga untuk bisa menjaga dan memelihara Tugu Abel dari aksi perusakkan atau corat-coret. Karena TuguAbelsudah menjadi salah satu ikon di Gunung Marapiselain Puncak Merpati dan Kawah Utama.

Wassalam.

Notes :
Dokumentasi untuk pemasangan Tugu Abel Tasman, tidak bisa saya publikasikan karena masih tersimpan di rumah saya di Padang. Suatu saat nanti akan saya ceritakan kembali tentang kisah pemasangan Tugu tersebut, Insyaa Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun