Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Komed] Meretas Sekat Lewat Pelatihan Jurnalistik di Masjid Mubarak, Medan

17 Februari 2017   23:16 Diperbarui: 18 Februari 2017   23:24 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Materi tentang jurnalis warga dan blog competition kepada peserta yangdisampaikan oleh Pak Venusgazer (dok. Wily Wijaya)

Acara pelatihan ini selesai sekitar pukul 22.15 WIB. Setelah sebelumnya di akhiri dengan Doa bersama. Tidak lupa juga, dari pengurus jemaah memberikan cindera mata berupa buku yang berjudul "Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian”. 

Penyerahan buku sebagai cindera mata dari pengurus Ahmadiyah kepada Pak Venus {dok. Venusgazer]
Penyerahan buku sebagai cindera mata dari pengurus Ahmadiyah kepada Pak Venus {dok. Venusgazer]
Foto bersama dengan pengurus Pemuda Ahmadiyah dan anak-anak usai acara pelatihan [dokpri]
Foto bersama dengan pengurus Pemuda Ahmadiyah dan anak-anak usai acara pelatihan [dokpri]
Tidak lupa ketinggalan sessi foto bersama ibu-ibu pengurus jemaah Ahmadiyah (Lajnah Imailah). [dokpri]
Tidak lupa ketinggalan sessi foto bersama ibu-ibu pengurus jemaah Ahmadiyah (Lajnah Imailah). [dokpri]
Hikmah yang didapatkan.
Nuansa baru terbangun dalam semangat kebersamaan mencari ilmu, meski beda keyakinan. Kalau diistilahkan dengan meminjam moto baru dari Kompasiana “Beyond Blogging”, rasanya tidak berkelebihan juga aura demikian terpancar dari sini. Meski masih dalam bentuk skala kecil. 

Komed yang berisi anggota lintas suku dan agama menyadari betul akan hal itu. Terkadang ada perbedaan dalam sudut pandang lain. Misalnya, tentang persiapan pelatihan jurnalistik ini harus dalam skala yang bagaimana dan berapa jumlah peserta serta dimana diadakan.

Beragam  pendapat pun muncul. Dan pada essensinya saling mengisi tanpa ada merasa hebat. Tetap dalam jalur irama topik yang di bahas. Tawa dan canda pun hanya bersifat ‘virus” halus yang saling membangun.

Bagi komunitas kami, berbeda suatu hal yang sudah niscaya. Dalam berbeda-beda itu kami menemukan suatu unsur lainnya yakni aura kebersamaan untuk bisa saling berbagi. Apa lagi Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia yang banyak memiliki kultur budaya, ragam suku, bahasa, dan agama secara tidak langsung ikut mempengaruhi dalam interaksi sosial masyarakat. 

Di Komed hanya semata membangun kecerdasan akal dalam melihat perbedaan. Berusaha menyampaikan pesan-pesan universal kemanusiaan dengan  edukasi lewat penuli-penulisnya.

Kiranya, langkah kecil yang  telah kami upayakan ini mendatangkan secercah harapan dalam membangun peradaban yang lebih maju lagi ditengah sumirnya hiruk pikuk pilkada.
Dan pelan namun pasti kami meretas sekat jalan itu.
Insya Allah.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
 ― Pramoedya Ananta Toer

*****

Medan, 17 Februari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun