Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi Memberikan Pesan kepada Dunia

3 Desember 2016   18:19 Diperbarui: 3 Desember 2016   18:58 3260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam cuaca sejuk lautan manusia seragam putih-putih membanjiri Tugu Silang Monas Jakarta dalam aksi damai 212 (sumber foto; copas via WA group by Jenny Mandajani)

Aksi damai umat Islam Jum’at (3/12) di Tugu Lapangan Monas usai sudah. Tidak ada kegaduhan (makar) yang berarti. Meskipun ditengah hujan yang mengguyur Ibu Kota, tidak menyurutkan semangat peserta aksi damai bela Islam jilid – III ini berjalan.

Beberapa informasi yang didapatkan menyebutkan perkiraan massa yang ikut turut dalam aksi damai ini menyebutkan  >  ̶  3 juta massa. Sumber lain di medsos (group FB) menyebutkan sekitar >  ̶  5 juta jiwa. Terlepas mana yang valid, tapi bisa dibayangkan bukan ..? Lautan massa putih sangat kentara mewarnai suasana aksi damai tersebut.

Boleh dikatakan jumlah massa itu sudah merupakan penduduk suatu kota yang berkelas Megapolitan. Jakarta adalah salah satu Kota Megapolitan yang penduduknya berkisar 6-7 juta jiwa. Mungkin Jadi suatu hal yang belum pernah terjadi selama ini dalam aksi demikian. Aksi damai dalam wujud doa bersama.

“Serasa seperti suasana Haji di Makkah yang memakai pakaian ihram putih-putih”, ucap Kapolri Tito Karnavian. Memang nyatanya seperti demikian. Acara yang sebelumnya disebut aksi demo Umat Islam ini berubah kata menjadi Aksi Super Damai Umat Islam jilid III. Dengan taggar #Aksisuperdamai Ummat Islam Jilid III menjadi trendingtopik. Yang inti acaranya,  di isi dengan Doa-Dzikir-dan Tausyiah untuk keselamatan bangsa Indonesia ini.

Sumber foto; via WA group by Budiarto
Sumber foto; via WA group by Budiarto
Bisa dikatakan massa yang hadir pada ibadah sholat Jumat ini disebut-sebut sebagai Ibadah Sholat Jumat terbesar di dunia diluar proses ibadah Haji dan wukuf di Makkah. Massa yang berkisar antara 3 -5 juta jiwa ini sungguh diluar perkiraan sebelumnya. Apa yang sebenarnya menggerakannya ? (silahkan jawab sendiri ya)

Suatu hal yang lebih menarik lagi adalah hadirnya Presiden RI Joko WIdodo beserta Wakil Presiden M. Jusuf Kallabeserta menteri, Panglima TNI dan stafnya dalam aksi damai itu dengan sholat Jumat bersama di lapangan Tugu Monas. Ditengah guyuran hujan tidak menyurutkan untuk ibadah. Semata hanya untuk ibadah.

Sumber; via WA group by budiarto
Sumber; via WA group by budiarto
Suatu hal diluar perkiraan khalayak umat, Presiden dan wakilnya ikut hadir. Suatu cara sportif dan elegan yang ditampilkan Presiden Jokowi untuk menjumpai aksi massa dan melaksanakan ibadah Jumat bersama.  

Sebelumnya pada aksi Bela Islam Jilid Dua 4-11, Jokowi infin menjumpai massa ketika itu. Tapi oleh Paspampres belum diperkenankan. Saat itu mengingat situasi dalam analisa Paspampres memang tidak memungkinkan.

Inilah hal pokok diluar prakiraan kita dan kalangan pengamat politik dalam negeri bahkan luar negeri sekalipun. Bahwasanya riskan sekali seorang Presiden akan mau menghadiri acara aksi damai tersebut. Ditambah lagi dengan factor cuaca yang kurang mendukung untuk bisa hadir oleh seorang Pejabat tinggi Negara. Dalam hal protap standar pengamanan Presiden hal itu memang tidak mungkin. Tapi, lagi-lagi berbicara soal hati nurani dan kerendahan hati seorang Jokowi bisa diterima oleh staf khusus pengamanan Presiden. Setelah sebelumnya tentu berkoordinasi dengan kepolisian dan TNI untuk memastikan keadaan aman.

Ditengah guyuran hujan massa aksi damai tetap khusyuk melakukan ibadah sholat Jumat. (sumber; via WA group by Arfisaal Denadsyah)
Ditengah guyuran hujan massa aksi damai tetap khusyuk melakukan ibadah sholat Jumat. (sumber; via WA group by Arfisaal Denadsyah)
Massa yang luber di luar Tugu Monas dalam ibadah Sholat Jumat [sumber; via WA group by Arfissal Denadsayah]
Massa yang luber di luar Tugu Monas dalam ibadah Sholat Jumat [sumber; via WA group by Arfissal Denadsayah]
Ada suatu kesan yang disampaikan umat Islam di nusantara ini kepada dunia, terutama kepada Negara-negara Arab / Timteng. Bahwa Islam di Indonesia masih bisa memberikan nuansa sejuk dalam aksi demonya dalam bentuk aksi damai. Terlepas dari demo yang sudah-sudah yang pernah berakhir ricuh, tapi tidak menimbulkan perang saudara.

Artinya, suatu momentum yang menandakan gerakan / aksi ini merupakan kebangkitan Umat Islam di Indonesia bisa diwujudkan dengan cara damai. Memang demo / aksi ini berlatar belakang dengan isyu penistaan agama atau ulama terkait Surat Almaidah ; 51 oleh Gubernur Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) ketika penyampaian program kerja di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu. Sehingga menjadi viral pemberitaannya di seantero negeri ini. Pada akhirnya timbul suatu aksi bersama untuk membela Islam dengan meminta pemrintah  /Polri untuk menangkap segera Ahok yang telah melakukan tindakkan penistaan agama.

Dalam aksi 212 ini tidak ada terjadi hal-hal yang dapat membuat Negara jadi chaos. Meskipun indikasi itu ada, dengan ditangkapnya 10 orang oleh kepolisian setempat yangdi duga akan memanfaatkan situasi aksi damai ini dalam bentuk makar. Penangkapan ini dilakukan pada waktu dini hari atau beberapa jam aksi demo ini di mulai pagi harinya.

Lagi-lagi ini, menandakan bahwa kerja aparat keamanan (TNI/Polri) berhasil ‘meredam’ dengan cara persuasive kepada tokoh-tokoh ormas aksi damai tersebut. Begitu juga yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dengan mengundang tokoh-tokoh ulama dan ormas keagamaan ke istana. Dan dilanjutkan dengan menemui salah satu rivalnya saat Pemilu Presiden 2014 yang lalu yakni Letjen (purn) Prabowo Subianto. Dengan berkuda mereka melakukan diskusi santai membahas kemajuan bangsa. Hingga oleh lawan politik di sisi lainnya menyindir dengan istilah ‘lebaran kuda’.

Loby-loby (strategi) yang dilakukan pemerintah ini ternyata membuahkan hasil. Suatu cara yang patent kalau bukan dikatakan cerdas dalam berstrategi untuk mengantisipasi konflik yang bisa saja sewaktu-waktu terjadi. Meredam aksi dengan cara damai dengan pola persuasive.

Nah, dengan cara yang demikian meyakinkan itulah Presiden Jokowi menyampaikan pesan kepada kita dan dunia, bahwasanya Indonesia sebagai Negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia bisa melakukan pendekatan dan berhasil meredam gejolak-gejolak politik dalam negeri yang bernuansa SARA .

Aksi Jokowi naik mimbar yang dibantu oleh petugas keamanan (sumber; via WA group by Budiarto)
Aksi Jokowi naik mimbar yang dibantu oleh petugas keamanan (sumber; via WA group by Budiarto)
Tidak tanggung-tanggung, dengan mendatangi massa dan ikut dalam sholat berjamaah Presiden meyakinkan kepada massa bahwa Bangsa Indonesia ini tetap menjujung tinggi hukum dan sekaligus memberikan ruang kebebasan menyatakan pendapat di muka umum dengan cara sesuai aturan yang berlaku. Tidak itu saja, bahwa Indonesia tetap memperlihatkan bangsa besar yang majemuk dengan tetap mencirikan kebhinekaan sebagai suatu bangsa yang pluralis.

Hal lainnya, bahwa cara-cara demikian memperlihatkan bahwa Pemerintah tidak harus mengatasi aksi-aksi demo dengan cara berkelebihan (stronght). Ada suatu cara yang manusiawi lagi untuk meredam terjadinya konflik. Loby berupa jamuan makan siang, minum teh bersama, naik kuda, serta mendatangi tokoh-tokoh agama memperlihatkan Presiden ada memiliki nuansa rendah hati. Pesan ini sekaligus menunjukkan kepada dunia terutama Negara-negara yang berkonflik seperti di Timteng dan sekitarnya. Begini looo…cara Indonesia mengatasi gejolak aksi demo.

Jokowi menggunaan cara tidak saja secara peraturan yang berlaku. Tetapi juga dengan cara yang dibawa oleh pembawa Islam ini yakni Rasulullah Nabi Besar Muhammad Saw dengan cara bijak, santun bil hikmah. Sekaligus membentuk pola karakter dakwah yang menyejukan.

Bila ada perbedaan tooh itu suatu yang dianggap bukan perpecahan sebagai musuh yang harus disingkirkan. Merangkul mereka yang berseberangan dengan pemerintah dengan cara santun dan damai. Perbedaan pandangan ini juga dijadikan sebagai kekuatan pada jati diri bangsa yang majemuk ini.

***

Kita bisa melihat bagaimana proses terjadinya kerusuhan di Mesir. Aktivis mengajak rakyat Mesir untuk melakukan gerakan bersama melawan kemiskinan, pengangguran, korupsi pemerintah, dan kekuasaan presiden Hosni Mubarak, yang telah memerintah negara itu selama tiga dekade.

Aksi demonstran juga dimulai pada selesai sholat Jumat. Yang akhirnya meluas secara massive di lapangan Tahir Square. Presiden Mubarak yang terpilih secara resmi sebelumnya berhasil digulingkan. Dengan peristiwa kelam berdarah menghiasi laman-laman berita di dunia. Terlepas dari akar pokok permasalahannya, jelas aksi demonstrasi yang bertemu dengan aparat keamanan berujung bentrok.

Kemudian perang Arab - Yaman, telah memicu krisis di negara Yaman. Hingga sekarang konflik ke dua Negara masih belum selesai. Pemicu eskalasi kekerasan terbaru di Yaman adalah ketegangan diplomatik terbaru antara Arab Saudi dengan Iran, yang disulut eksekusi mati ulama Syiah di Arab Saudi, Nimr al-Nimr. Arab Saudi kini menyasar aliansi Iran di Yaman, yakni kelompok pemberontak Syiah Houthi.

Aksi itu dilatar belakangi dengan kelompk pro pemerintahan dengan oposisi. Muatan politis memang kental sekali terutama dalam hal penguasaan energy (minyak). Dimana Arab Saudi cadangan minyaknya pun mulai berkurang. Sehingga pihak pemerintah ‘meminta” bantuan ke Negara Arab. Bak gayung bersambut, sambil menyelam minum air, Arab pun mengirimkan bala bantuannya ke Yaman untuk menghadapi kaum pemberontak (Houti). Lagi-lagi sumber energy yang melatari konflik Negara tersebut.

Puncaknya Irak dan Syiria dengan membentuk afiliasi Negara Islam Irak-Syiria (ISIS). Lagi-lagi latar belakang agama dijadikan alasan untuk menguasai energi di kedua Negara tersebut. Tiada hari Negara ini sesumbar terus akan menggoyang dunia dengan daulah tatanan khilafat. Menerapkan system hukum Islam yang nota bene jauh panggang dari api. Menyiksa dan membunuh seenaknya kepada warga yang tidak patuh kepada mereka. Sehingga terjadi gelombang massal besar-beasaran /eksodus warga di kedua Negara ini ke Eropa untuk meminta perlindungan akibat konflik di Negara mereka.

Tahun 2010, Arab Spring pecah dan mengubah situasi di Timur Tengah. Namun, di Suriah, diktator Bashar Al Assad yang berasal dari kalangan Syiah tidak berpikir akan mundur dari jabatannya. Perang sudara pun terjadi. Tentara Assad membunuh rakyat mereka sendiri. Semakin lama perang itu berlangsung, semakin banyak kelompok-kelompok milisi asing bergabung dalam peperangan itu. Kebanyakan dari mereka datang karena alasan agama. Mereka bertujuan dapat mendirikan sebuah negara Islam di kawasan itu.

Pakistan, sebagai Negara pemerintahan Islam yang berbentuk Republik ini lebih komyol lagi.
 dijuluki dengan negeri tanpa kudeta. Di Pakistan, naik turun di singgasana pemerintahan seperti sudah menjadi hal yang lumrah dan kerap terjadi. Tidak terkecuali orang yang telah menduduki jabatan perdana menteri, kemudian terjungkal, lalu naik lagi ke tampuk pe­merintahan, lalu terjungkal lagi.

Negeri ini juga tiada hari tanpa bom bunuh diri. Seperti Irak, Syiria, dan afhanistan. Sejak memisahkan diri dari India, dan memproklamirkan negaranya pada tahun 1947, selalu dirundung konflik yang berkepanjangan. Kudeta demi kudeta mewarnai pemerintahan Pakistan. Silih berganti rezim, yang selalu berakhir konflik internal. Konflik demi konfik Negara ini juga tidak terlepas andil dan pengaruh dari mullah-mullah mereka (ulama).

Masing-masing kelompok  (firkah) juga saling tuding kafir-mengkafirkan sesama mereka. Suatu kelompok yang tidak sepaham dengan kelompok lain, dituding makar dan di cap kafir. Sementara Pemerintahan tidak berdaya menghadapi firkah-firkah Islam yang beraliran keras di Pakistan ini. Boleh dikatakan seolah-olah Pemerintah gamang dan takut kepada kelompok-kelompok fundamental Islam yang berpengaruh disana.

Tidak sedikit kejadian di pasar-pasarnya /pusat keramaian terjadi ledakan bom bunuh diri. Parahnya, di tempat ibadah / masjid pun kelompok radikal ini berani mengadakan makar berupa bom bunuh diri.

Belum lagi konflik dengan Negara tetangganya yaitu India yang latar belakang tentang penguasaan wilayah di perbatasan India – Pakistan, Khasymir yang terkenal dengan dataran tinggi serta lembahnya yang indah serta bukit-bukit yang subur.

Model konflik-konflik yang berkecamuk di Negara-negara Islam tersebut, mudah saja akan terjadi di Indonesia. Dengan misal alasan penistaan agama, akan terjadi efek domino yang berantai. Indikasinya sudah jelas adanya rencana upaya makar oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan moment aksi demo umat Islam jilid 1-2-3. Terbukti dengan penangkapan 10 orang oleh Polda Metro Jaya yang di duga akan melakukan makar.

Konflik yang dialami Negara-negara Islam di Timteng itu memang tidak lepas dari akar masalah ekonomi dan ketidakadilan. Suatu hal yang lumrah juga sebagai pemicu perang saudara. Dan ini pula yang dikhawatirkan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bahwa Indonesia bisa bernasib sama seperti Negara di Timteng.

Untuk itulah pembangunan dan pemerataan ekonomi di mulai dari pinggiran. Tidak lagi terkonsentrasi di beberpa pulau. Azas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia pun telah diwujudkan di Papua dengan pembangunan infra struktur dan harga minyak BBM yang sama di daerah lain.

Isyu SARA penistaan agama sangat mudah membakar api permusuhan kepada etnis tertentu. Tapi, lagi-lagi Pemerintah sangat cerdas dan jeli melihat gelagat upaya makar untuk menjadikan Negara ini chaos. Kerja dari intelijen Negara berhasil memetakan kekuatan unsure makar itu. Meski fakta belum mengarah kepada aksi anarkhis, tapi mereka bisa dikatakan sebagai tokoh-tokoh intelektual yang berpengaruh utuk menimbulkan kekacauan Negara.

Begitu cermat dan jelinya Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam membaca situasi tersebut. Dengan latar belakang karir penanganan terorisnya beliau cepat bertindak mengendus gerak gerik dan mengantisipasi upaya makar mereka.

Keberhasilan Polri dan TNI patut diacungi jempol. Ini tentu telah membuka mata dunia dalam cara penangan kasus isyu SARA di Indonesia. Supremasi hukum tetap dikedepankan dengan prinsip keadilan. Tidak pandang bulu. Proses hukum Ahok telah  P-21 akan siap di bawa ke pengadilan dalam waktu dekat ini. Artinya pemerintah tidak main-main dalam hal penegakkan hukum. Tinggal menunggu proses di persidangan saja.

Jadi, negara-negara lain di dunia ini terutama Negara-negara Islam yang tengah berkonflik bisa belajar banyak dalam hal penangan konflik internal negaranya dengan cara yang diperlihatkan Presiden Jokowi. Dimana penyelesain konflik tidak harus dilawan dengan kekerasan.

Cara pendekatan yang humanis sangat ditonjolkan untuk meredam konflik yang lebih serius. Sikap yang low-profil Presiden kepada rakyatnya tidak menunjukkan untuk kalah. Justru sebaliknya, menghidupkan suasana Negara yang demokratis sebagai Negara Muslim terbesar di dunia.

Ego-sektoral telah dikesampingkan utuk mencapai Negara maju lewat program Nawa Citanya. Yang dimulai dengan wujud revolusi mental dan diaplikasikan dalam motto kerja-kerja-kerja.

Tidak mudah seorang kepala Negara bisa menjalankan hal ini. Kalau tidak beranjak dari niat yang tulus dan murni. Serta disokong oleh staf dan aparatur yang kuat dan bersih. Bahkan dalam waktu yang singkat baru dua tahun kepemimpinannya telah membuahkan hasil yang jelas bisa dirasakan oleh rakyat Indonesia.

Pemimpin yang shidiq, amanah dan fathanah dalam memperjuangkan nasib bangsanya memang tidak lepas dari intrik-intrik dan kritikan konyol oleh lawan-lawan politiknya. Tidak mudah memang dalam mengkosolidasikan ornament-ornamen kekuatan bangsa.

Tapi, Tuhan tidak akan merobah nasib suatu kaum kalau kaum itu tidak merobah apa-apa yang ada di dalam dirinya. Inilah yang menjadi spirit Jokowi nampaknya dalam revolusi mental. Memulai dengan semangat yang kuat dan tulus. Membangun jiwa dari dalam.

Semoga Allah Swt memberkan kekuatan dan petunjuk kepada Pemimpin bangsa dan Negara ini dalam menjalankan amanah rakyatnya. Serta melindungi segenap rakyat Indonesia dari perpecahan seperti Negara-negara di TimurTengah.

Aamiin Ya Rabbal Alamiin.

Sumber; via WA group by Budiarto
Sumber; via WA group by Budiarto
Wassallam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun