Judul artikel di atas adalah salah satu pertanyaan dari beberapa Anggota Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)Â kepada Saya selaku Ketua Umum dari AP2I, yang mayoritas beranggotakan para pekerja yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal penangkap/pengangkut ikan di luar negeri.
Pertanyaan tersebut terlontar cukup banyak kepada AP2I melalui pesan di berbagai sarana komunikasi baik WhatsApp, Messenger, Instagram, dll., yang intinya kebingungan muncul di benak mereka, mengenai kewajiban mengurus atau memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Menurut keterangan dari salah satu Anggota AP2I yang berprofesi sebagai ABK di luar negeri, pada saat dirinya bermaksud untuk melamar pekerjaan sebagai ABK di luar negeri melalui Ship Manning Agency atau Perusahaan Keagenan Awak Kapal, sesuai peraturan perusahaan, katanya, wajib melampirkan SKCK dari Polsek setempat sesuai domisili pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) ABK yang bersangkutan.
Hal di atas, menurut saya wajar adanya, mengingat setiap perusahaan pastinya ingin memastikan bahwa setiap calon ABK yang akan bekerja di luar negeri melalui perusahaannya tersebut, memiliki catatan kepolisian (rekam jejak atau catatan kriminal) yang jelas melalui kepemilikan SKCK, yang peruntukannya adalah untuk "Melamar Pekerjaan", yang kemudian SKCK tersebut disimpan oleh perusahaan sebagai arsip kantor.
Kemudian waktu melamar pekerjaan, selain diminta untuk melampirkan SKCK, juga diminta untuk melengkapi dokumen lainnya, yakni kepemilikan sertifikat Basic Safety Training (BST), Buku Pelaut dan Paspor. Lalu pada saat ABK akan mengurus pembuatan Buku Pelaut di Kantor Kesyahbandaran setempat, ABK juga dimintai beberapa persyaratan, salah satunya adalah SKCK asli, dan SKCK yang diminta pun, SKCK dengan peruntukan "Persyaratan membuat dokumen Buku Pelaut". Bukan SKCK dengan peruntukan "Melamar Pekerjaan" sebagaimana SKCK yang dipersyaratkan oleh perusahaan.
Hal di atas pun, menurut saya wajar adanya, mengingat setiap institusi pemerintah, termasuk Kantor Kesyabandaran ingin memastikan bahwa setiap orang yang akan mengurus pembuatan Buku Pelaut, tentunya orang yang memiliki rekam jejak atau catatan kriminal yang jelas melalui kepemilikan SKCK.
Kantor Kesyahbandaran pun dalam penerbitan Buku Pelaut yang mempersyaratkan adanya SKCK untuk mengurus pembuatan Buku Pelaut bukan tanpa dasar, tetapi demi melaksanakan atau mengimplementasikan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun 2008 tentang Dokumen Identitas Pelaut, khususnya ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e.
Selanjutnya, Kepolisian Republik Indonesia melalui Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (Perpol 6/2023).
Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Perpol 6/2023, dinyatakan bahwa "(1) Penerbitan SKCK dilakukan minimal untuk keperluan: a. melamar pekerjaan; b. melanjutkan pendidikan; c. pencalonan Pejabat Publik; d. pendaftaran prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Polri atau Aparatur Sipil Negara; e. pengangkatan Anggota Organisasi Profesi; f. penerbitan visa; atau g. pindah kewarganegaraan. (2) Penerbitan SKCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk 1 (satu) jenis keperluan."
Kemudian ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e Perpol 6/2023 menyatakan bahwa "(1) Persyaratan administrasi penerbitan SKCK bagi pemohon WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a sebagai berikut: ... e. fotokopi paspor dengan masa berlaku paling sedikit 6 (enam) bulan sebelum berakhir untuk keperluan ke luar negeri; ..."