Maut dan peluru
tak pernah berhenti saat sudah melesat
pelatuk yang bicara tanpa kompromi
menembus kepala, mengoyak daging di dada
maut tlah tiba
Maut dan peluru tiada kenal usia
terus melaju tiada henti mendapat nyawa Â
tapi maut yang belum berjabat terus berdo'a "ajal jangan dulu tiba".Â
maut dan peluru terus berlomba mendapat tempat
Nyalakan hasrat membara
Menanti rintih, menanti desah
ribuan nyawa terrenggut; persatu tanpa kata
Hanya mati terus adaÂ
Peluru yang melaju terus memaksa karna maut yang belum tentu peduli
saling berkejaran menanti kehendak Nya
hanya satu dalam waktu menghitung
waktu tuk berhenti atau detak jantung harus mati
Peluru melaju dengan panas dan ganas menandai datangnya ajal
peluru yang tiada mendapati kehendaknya
tiada usai terus membuntuti luka
di hari-hari yang penuh dengan kelaparan memaksa mati untuk tiba
Maut dan peluru tumbuh dalam ingatan
tanpa pernah terhapus dan terus meninggalkan jejak luka
Manusia menuliskan sendiri sejarahnya
tentang kekelaman, tentang kebiadaban genosida di Gaza.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H