Judi online sering kali melibatkan praktik yang tidak transparan dan menipu konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 juga berlaku untuk melindungi konsumen dari praktik-praktik yang merugikan.
3. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Judi online juga diatur melalui UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang melarang penggunaan teknologi informasi untuk aktivitas ilegal, termasuk perjudian.
Pandangan Aliran Positivism Hukum & Sociological Jurisprudence Terkait Kasus Diatas:
Hukum Positivism : Dalam konteks judi online, positivisme hukum akan memandang aktivitas ini berdasarkan aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Jika judi online dilarang oleh undang-undang, maka secara hukum itu adalah tindakan ilegal dan harus dihentikan tanpa melihat dampak sosial, ekonomi, atau budaya dari aktivitas tersebut. Di sini, yang penting adalah apakah judi online sesuai dengan peraturan yang ada, bukan apakah aktivitas tersebut bermanfaat atau merugikan masyarakat.
Sociological Jurisprudence :Dalam konteks judi online, pendekatan ini akan melihat bagaimana aktivitas tersebut mempengaruhi masyarakat secara lebih luas. Apakah judi online merugikan masyarakat secara sosial, ekonomi, atau moral? Bagaimana aturan hukum mengenai judi online dapat disesuaikan untuk mengurangi dampak negatif atau memaksimalkan manfaat? Sociological jurisprudence akan mempertimbangkan faktor-faktor sosial seperti ketergantungan judi, dampak terhadap ekonomi keluarga, serta efek pada keamanan siber dan integritas keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H