"... Maggie adalah orang yang paling kuandalkan, paling kupercaya, meskipun aku harus membayarnya mahal. Bukan mahal gajinya, tapi menghadapi tabiat,caranya bekerja, dan hal-hal tidak penting lainnya. "
" Iya," Maggie menjawab pendek. Stafku yang paling gesit itu pasti telah meraih kertas dan pulpen beberapa detik lalu, mencatat cepat semua kalimatku dengan huruf steno. "
 Di dua kutipan ini, Maggie adalah sosok yang terpercaya daripada atasannya. Ia adalah seorang sekretaris yang amat gesit dalam setiap tugas. Di novel ini juga, ia digambarkan sebagai pegawai selalu ada membantu Thomas dalam mencari berbagai data penting dan menyediakan keperluan Thomas.
      Selain tokoh-tokoh diatas, hadir pula Kadek, orang terdekat di keluarga Thomas yang bertugas menjaga Opa, Opa yaitu kakek Thomas, Om Liem, sang kandidat presiden (JD), Kris, Rudi, Theo, Lee, Kakek Lee, dan anggota kepolisian yang juga berperan dalam proses permasalahan di novel ini.
      Tere Liye, dalam salah satu karyanya yang mengesankan ini, menulis dengan menggunakan sudut pandang orang pertama . Sang penulis berperan sebagai "aku" dalam menyajikan kisah di novel ini. Berikut kutipannya :
"aku dian sejenak, merasakan sensasi menguasai perhatian seluruh ruangan."
 Pembawaan sang penulis dalam menghidupkan kisah di novel ini boleh jadi sama saja seperti novel-novelnya yang lain. Tere Liye menghadirkan karya Negeri di Ujung Tanduk ini dengan alur campuran. Kisah mengalir dari kejadian awal, berbalik melihat masalalu, dan kembali lagi ke kejadian yang saat itu terjadi. Sejak kalimat pertama dimulai hingga pertengahan, novel ini terus mengalir maju, lalu berlanjut dengan masa kelam Thomas, dimana ia kehilangan rumah dan orang tuanya yang terbakar hidup-hidup di dalamnya. Thomas kecil menghabiskan waktu remajanya di sebuah sekolah berasrama di tepi pantai. Setelah itu, cerita berbelok arah hingga akhir kalimat.
 Sebagian potong kisah penting di novel ini bertempatkan di gedung-gedung tinggi dan di atas sebuah kapal. Menurut saya, gedung-gedung tinggi menjadi ciri pendukung tokoh yang adalah para petinggi, orang penting dan sekiranya ber-uang. Sementara kapal sendiri adalah latar dimana sang pelaku mengenang hal-hal penting dan awal dari semua konflik dalam cerita.
"Kami sepertinya melintasi lobi luas. Suara sepatu menghentak lantai. Gemanya mengisi langit-langit ruangan besar. Suara pintu lift membuka. Kami didorong masuk ke lift. Suara pintu lift menutup. Gerakan lift mendesing. Aku mendongkak, berhitung. Aku terlatih mengenali sesuati dengan mata terpejam. Itu latihan mendasar bagi seorang petarung. Empat puluh lima detik, itu berarti kami di lantai 15, suara pintu lift terbuka perlahan."
"move! Move! Salah seorang dari rombongan itu berseru, segera masuk ke kapal pesiar. Dalam hitungan detik, enam moncong senjata otomatis telah terarah padaku, Opa, dan Maryam, bahkan sebelum Maryam berseru panik, atau Opa menghela napas memahami situasi. Mereka maju satu-dua langkah, siaga atas segala kemungkinan. Seolah khwatir ada sepasukan militer di kabin tengah yang siap melawan."
       Dalam kutipan pertama, Thomas, Maryam, Kadek, dan kakeknya digiring memasuki lift menuju ke lantai 15, tentulah itu bukan gedung yang bisa dibilang kecil. Itu adalah salah satu bukti bahwa latar dalam novel ini bertempatkan di gedung tinggi. Di kutipan kedua juga terbukti bahwa latar tempat kejadian di novel ini adalah kapal. Selain dua tempat ini, penjara, rumah, dan sebuah sekolah berasrama juga adalah latar tempat cerita di novel ini.